Home / Romansa / Nafsu Gelap Sang Majikan / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Nafsu Gelap Sang Majikan: Chapter 81 - Chapter 90

317 Chapters

Chapter 81

"Tuan, bukankah itu, Nyonya?" Dia menujuk ke arah pasangan yang sedang bersama, mereka terlihat duduk di resto terbuka dengan mudah untuk terlihat. Mendengarkan apa yang dikatakan Andira, Martin langsung meminggirkan mobilnya. Pemandangan itu membuat Andira merasa sedikit lupa dengan kegagalannya untuk melaju ke fase berikutnya. Kata juri, dia gagal karena musik yang dia mainkan sudah sangat klise dan tidak spesial karena sudah di cover oleh banyak orang pemusik.  Martin memandang fokus ke arah yang ditunjuk oleh Andira.  "Lutfi?" Alisnya mengernyit dan matanya sedikit menyipit hingga kedua kelopak mata itu lalu membulat. Dia memandang masuk ke arah dua pasangan yang saling berbincang, tertawa dan makan bersama.  Di dalam sana, tak ada dinding yang menutupi sehingga orang luar dengan muda melihat para pe
Read more

Chapter 82

  Mobil Martin mengikut di belakang, bersama Andira di sampingnya. "Tuan yakin ingin mengikutinya?"  "Kau bilang aku harus mencari alasan lain untuk bercerai, kali ini aku bisa mendapatkannya." Dia menekankan laju mobilnya saat mobil yang diikutinya juga memelankan lajunya. Mobil itu masuk ke dalam hutan, kali ini membuat Martin semakin penasaran apa yang dilakukan istrinya di dalam sana. Bersama adik ipar Martin.  Karena tak ingin ketahuan Martin mencari ide agar mobil yang diikutinya tidak curiga jika diikuti.  "Kenapa berhenti?" Andira bertanya.  "Kita turun di sini."  "Turun?"  "Kau ingin tetap di sini? Jika ingin tetap di sini tidak apa-apa. Aku akan ke sana sendiri."  Andira merenung sejenak, dia berfikir ikut atau tidak?  "Aku akan ikut." 
Read more

Chapter 83

Sementara itu, di dalam mobil itu. Sarah dan Lutfi kembali dan lagi bercinta. Mereka selalu mendapatkan tempat dan kenikmatan untuk birahi mereka. Kepuasan nampak pada wajah milik Sarah dan Lutfi, mulut yang terbuka dan suara yang mendesis nikmat. Siapa saja akan tahu apa yang dilakukan oleh orang yang berada di dalam mobil itu. Tangan yang terlihat di kaca mobil, dan kaki yang terangkat, Martin melihat semuanya, Andira menolak melihatnya, dia membelakangi apa yang disaksikan Martin. Dan hanya duduk bersandar di batang pohon. Kacamata Martin melihat semuanya, matanya membulat sempurna.Karena geram dan sangat marah Martin ingin sekali menghancurkan wajah Lutfi. Dia beranjak untuk mendatangi mobil itu, namun Andira menahannya dengan menarik lengan Martin. "Anda mungkin marah atau merasa tersakiti. Tapi sebaiknya jangan mendatangi mereka. Tuan Martin, kita pergi saja dari Tatapan Andira tulus. Sulit bagi Martin untuk menolaknya. Ma
Read more

Chapter 84

 Ibrahim dan Hatice terkejut dengan kedatangan Martin secara tiba-tiba, mereka langsung memberi jarak satu sama lain karena telah tertangkap basah. Martin sendiri terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dengan apa yang saat ini dia saksikan, membuatnya mengurungkan niatnya untuk mengatakan segalanya. Lutfi, Hatice, Ibrahim dan Sarah mereka sama saja, ternyata sama-sama main curang. Martin yang masih terkejut, dia menghela nafas lalu berbalik tak berbicara apa-apa, dia ingin pergi saja dari sana. Namun Hatice mengejar dari belakang dan menahan tangan Martin. "Kau melakukan hal yang sama. Tolong jangan katakan apapun pada Lutfi."  Martin berbalik, dia menatap ke arah Hatice namun tidak mengatakan apa-apa. "Kak. Tolong jangan katakan hal ini pada siapapun." "Bagaimana caraku mengatakan rahasia adikku sendiri. Kau tahu aku selalu di pihak mu walau kau sendiri, tak selalu berpihak padaku," ucapnya dan
Read more

Chapter 85

Dia keluar dari area rumah sakit, dan untungnya dia melihat gadis kesayangannya itu sedang berada di pinggir jalan yang berada dekat dengan rumah sakit. Saat itu Andira sedang berdiri di samping penjual eskrim keliling, rupanya dia sedang membeli eskrim. Martin tersenyum tipis melihatnya dan berjalan pelan ke arah penjual eskrim itu. "Aku juga ingin satu," katanya saat tiba di samping gerobak penjual eskrim. Andira mendapatkan miliknya sementara Martin harus menunggu miliknya juga. "Aku sudah capek-capek antri, Tuan Martin datang langsung dapat," ucapnya dengan kesal sambil menjilat eskrim miliknya. Martin hanya tersenyum dan meraih eskrim yang diberikan penjual untuknya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan mereka berjalan berdampingan sembari memakan eskrim yang ada di tangan mereka. "Apa yang Tuan lakukan di sini?" Andira bertanya, dia masih asik menjilat ujung eskrim. "Memberitahu Hati semuanya." 
Read more

Chapter 86

Mata Andira membulat dan bibirnya terbuka, tetesan krim jatuh ke bajunya karena terpapar cahaya. "Kau harus segera mengabiskan eskrim mu, atau akan seperti hatiku." "Ha?" "Meleleh." Mendengarnya, rasa kaget Andira diganti dengan kekehan tawa ya g renyah. Sekali lagi Martin dapat membuat Andira tertawa. "Sudahlah, ayo kita pulang. Lagi pula kau harus menyiapkan makanan bukan? Anak-anak akan pulang. Sarah akan pulang dan Raisi akan pulang." Dia berdiri dan mengulurkan tangannya pada Andira selepas mereka menghabiskan eksrim yang mereka nikmati sejak tadi. Andira tersenyum, dan meraih uluran tangan Martin, dia berdiri dan mereka melepas tangan, namun tetap berjalan beriringan. Selalu menyenangkan berjalan beriringan dengan orang yang kau cintai. Martin menikmati momen itu, hanya berjalan beriringan saja membuatnya menyukai setiap langkahnya. Mereka masuk ke dalam mobil dan menuju rumah besar Dail
Read more

Chapter 87

Di ruangan kerja itu, Martin dengan tatapan mengintimidasi dia menatap Ibrahim yang duduk di sebrang meja. Dia menatap pria itu dengan penuh rasa heran dan bingung i gun memulainya dari mana. Dua memejamkan matanya beberapa detik, menghela nafas dan mulai membuka mulut.  "Sejak kapan kau berhubungan dengan adikku?" Tatapannya serius namun tak begitu tajam.  "Apa itu bagian dari pekerjaan?" Ibrahim bertanya balik dengan suara berani, dan tatapan yang juga berani menatap sang atasan. Mendengar jawaban dan tatapan berani itu membuat Martin mengernyit dan sedikit menganga tipis. Dia yang tadinya mencondongkan tubuhnya kini perlahan menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi.  "Ini masalah pribadi adikku dan aku."  "Kalau begitu tolong jangan sangkut pautka
Read more

Chapter 88

"Bagaimana dengan pekerjaan ku Kak?" Raynaldi yang tiba-tiba, datang ke kantor sang kakak. Sarah duduk di kursinya dengan gaya elegannya. "Aku akan bicara dengan Martin, jika dia tidak izinkan kau akan kusuruh bekerja saja di sini." "Bekerja di sini?""Kenapa kau selalu menolak?" "Aku tidak tahu, aku hanya ingin menolak. Aku tidak ingin bekerja di sini! Tidak ingin Kak! Carikan aku pekerjaan yang lebih baik!"Mendengar sikap kepala Ray, membuat Sarah hampir meledakkan kepalanya. Dia sudah dipusingkan dengan urusan kantor, sekarang adiknya datang dan menambah masalah saja. Karena tak mendapatkan jawaban dari sang kakak. Ray pergi saja dari sana dan tak lupa membanting pintu ruangan Sarah. "Hei! Anak sialan itu!" Sarah mengumpat terus, dia memijat-mijat keningnya, dan terlihat begitu sangat
Read more

Chapter 89

Raisi dan teman-temannya terlihat sedang asik nongkrong di salah satu kafe ternama, mereka sering berkunjung ke sana. Mereka sendiri duduk di kursi tamu yang terletak di lantai atas. Salah seorang teman, dia menyalakan musik yang terdengar seperti alunan biola yang indah, itu mengundang perhatian Raisi. Dia mengingat Andira pernah membunyikan musik itu, dia pernah memainkan musik itu. Kini dia mendengarnya lagi. Raisi yang penasaran kini bergerak dan mendekat ke arah sang teman yang duduk tepat di sampingnya. "Liat apa?" "Video singkat. Kau tahu kan aku suka musik. Kebetulan aku nonton salah satu audisi kemarin. Dan ini yang paling indah. Bagus, namun dia tidak lolos." "Tidak lolos?" Raisi semakin penasaran, dia bergerak semakin mendekat dan mencondongkan wajahnya pada layar laptop yang ditonton oleh temannya itu. Dia mengenali wajahnya. Dia betul-betul mengenali wajah itu. "Sepertinya aku mengenalnya."
Read more

Chapter 90

"Apa yang kau lakukan?" Mata Martin membelalak. Dia menbungkuk dengan tangan di paha dan salah satunya menyentuh bibir yang berdarah. Dia mendongak menatap Raisi yang berdiri tepat di hadapannya.  "Apa hubunganmu dengan Andira?!" Suaranya besar dan dengan sangat keras, sangat-sangat keras.  "Aku akan membunuh mu!" Martin yang langsung berdiri dan menatap nanar mata sang anak.  Karena terdengar suara bising, Ibrahim yang masih berada di luar juga membuka pintunya dari luar, dan melihat Martin yang mengangkat kera baju putranya. Dia menelan ludah saat melihat amarah di masing-masing mata. "Dengar… Saya tidak…"  "Kenapa kau begitu berani padaku!?"  Suara Martin membuat Ibrahim berhenti bicara, tangan Martin semakin kuat menarik kera bajunya, sedangkan Raisi tangannya tidak melawan dia hanya menatap dan membalas tatapan taja
Read more
PREV
1
...
7891011
...
32
DMCA.com Protection Status