"Ana, kamu berdarah? Astagfirullah, lihat itu, teras mesjid juga ada banyak darah. Pasti itu darahmu, yang berceceran!" Aku yang hendak keluar dari halaman mesjid, sontak kaget mendengar teriakan Bu Halimah memanggilku. Runguku yang menangkap suara Bu Halimah, memerintah netra ini menatap lantai berkeramik biru tersebut. Benar saja, mulai dari arah toilet mesjid sampai ke teras pintu masuk ke dalam mesjid, ada banyak darah yang berceceran di lantai berwarna biru itu. Siapa lagi sang pemilik darah kalau bukan diriku. Pasalnya, hanya aku satu-satunya orang yang baru saja keluar dari toilet tersebut. Kini netraku tertuju pada kedua kakiku yang telah berlumuran darah. Bahkan daster lusuh yang kukenakan tak luput terkena nodanya. "Kenapa aku bisa tak merasakannya?" Gumamku. "Ana, kamu kan baru lahiran. Kenapa kamu yang angkat air? Mana Rio, suami
Last Updated : 2022-01-24 Read more