Share

6. Di usir

Author: Imagi_Nation
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Na, Keleng pulang sama cewek!" ujar kak Yanti dengan wajah terkejut. 

"Bapak ..., " teriak Iqbal dengan nada girang. 

"Mana ibu?" Tanya Bang Rio dengan nada ketus.

Penasaran dengan wanita yang di bawa pulang suamiku. Aku bergegas keluar kamar untuk menemuinya. 

"Ada apa Bang?" jawabku.

"Sekarang juga, Keluar kau dari rumah ini! Ini rumahku! Kenapa aku pula yang harus terusir dari rumah ini?" 

Tanpa basa-basi Bang Rio membentak dan mengusirku. Iqbal yang tadinya girang akan kepulangan ayahnya berlari ketakutan memeluk diriku. Tak lama seorang wanita yang kuperkirakan dibawa pulang suamiku, hendak menyusul bergabung. Dari belakang punggung Bang Rio terlihat Beby muncul dengan senyum mengejek padaku.

Kali ini selain make-up di wajah Beby yang semakin tebal, Beby datang mengenakan perhiasan yang banyak di seluruh tubuhnya. Bukan terlihat berkelas, Beby terlihat norak karena mirip toko emas berjalan.

"Ana gak ada ngusir Abang. Abang yang tak pulang," ujarku santai sambil menatap Beby ssinis

Bang Rio terlihat salah tingkah dengan ucapanku. "Oke, kalau begitu. Sekarang juga keluar kau dari rumah ini! Aku gak sudi, kau tinggal di sini lagi! Karena mulai sekarang kau kuceraikan!" 

Bagaikan disambar petir ala sinetron ikan terbang, yang jelas aku nyata merasakan sensasi itu. Aku yang sempat menyesali perkataanku kemarin, merasa sedih dengan kata 'cerai' yang terlontar lagi dari runggu suamiku.

"Keleng! Memang gak ada otakmu, ya? Istri baru lahiran, udah main usir aja. Emang kau pikir Diana kucing, yang bisa seenak udelmu kau usir-usir sembarangan. Gak takut kualat kau ya, Leng!" Bentak Kak Yanti keluar dari kamarku.. 

Bang Rio tampak terkejut dengan kehadiran Kak Yanti yang mendengar jelas pembicaraan kami. kamarku yang sebagian dindingnya terbuat dari triplek, membuat suara gampang terdengar dari dalamnya. Tanpa perlu menguping, kak Yanti pasti mendengar Bang Rio mengusirku. 

"Ngapain kau di rumahku, kristal? Keluar kau! Gak ada hak mu ikut campur di sini."

"Rumahmu, sadar kau Keleng. Kau pun cuman numpang disini. Ini juga bukan tanah pribadi kau!" kak Yanti balik membentak. 

"Ana, ambil ini bayimu. Aku mau pulang! Gelap disini." ucap kak Yanti, menyerahkan bayiku. 

Kepulangan kak Yanti, membuat ciut nyaliku. Seperti biasanya aku sudah kembali menjadi Diana yang lembek, yang akan mengiba maaf kepada suamiku yang kejam. 

"Bang, Ana minta maaf Bang. Jangan usir Ana, Bang." Rungu ini langsung reflek mengemis maaf. "Ana kemarin gak sadar Bang," ucapku tergugu sambil memegang tangan suamiku. 

"Abaaang," panggil Beby dengan manja. 

Dasar wanita perusak. Melihat aku merapatkan diri pada suamiku yang berlabel halal, wanita itu langsung cemberut memanyunkan bibirnya. Tanganku yang sempat digenggam Bang Rio, mendadak ia tepis dan mulai mendorong tubuhku pelan agar menjauh darinya. 

"Sabar ya, Beb. Abang selesaikan dulu urusan, Abang sama wanita busuk ini," ucap Bang Rio sambil mengusap lembut pucuk kepala Beby. 

Ah … walaupun sudah berapa kali aku mendapati Bang Rio selingkuh, tetap saja aku cemburu melihat adegan mesra yang sederhana ini. Memoriku pun mengulang kenangan ketika aku tengah mengandung Rina. Selama mengandung Rina, aku sangat ingin diperhatikan dan dimanja suamiku. Namun, berapa kali aku merengek ingin di sayang seperti itu. Bang Rio yang tak peka, malah mengatakan aku lebay. Lebay karena aku tak pantas bersikap seperti itu. 

"Diana, cepat kau keluar dari rumahku ini, " ucap Bang Rio menekan kata Rumah. "Aku akan tinggal dengan istriku ini."

'Istri?' Batinku. 

Lemas kakiku, seakan tak kuat menopang tubuh ini. Aku langsung terduduk di lantai. Untung saja tangan ini masih kuat mendekap Rina. Sakit sekali melihat dua tangan yang bertaut di udara milik Suamiku dan Beby. Apalagi saat tangan itu disimbolkan suamiku sebagai istrinya. 

"Assalamualaikum, " ucap Pak Salim dan Bu Halimah bersamaan. Mereka datang bersama Kak Yanti. Mungkin kak Yanti mengadu kepada Bu Halimah perihal Bag Rio yang mengusirku. 

"Waalaikumsalam." jawab Aku, Bang Rio dan Beby serentak. 

"Mau kamu sewakan sama siapa rumah ini Rio," tanya Pak Salim pada suamiku.

Bang Rio menatap bingung dengan pertanyaan Pak Salim. "Saya tidak ada niat menyewakan rumah saya kok, Bang."

Mendengar ucapan suamiku, Pak Salim lantas melemparkan pandangan ke arah Kak Yanti yang masih merupakan sepupunya. Mendapat tatapan pertanyaan, kak Yanti membalasnya dengan nyengir kuda.

"Kalau Yanti bilang Rio, ngusir Diana sambil bawa perempuan lain. Apa Abang mau datang kesini?" tanya kak Yanti yang masih menyengir kuda. 

Dua orang pasangan mesum yang saling bergenggaman, sontak terkejut. Mereka berdua menjadi salah tingkah saat genggaman saling terlepas. Begitu juga Beby yang mengambil langkah mundur selangkah, berdiri di belakang suamiku. 

"Eh, ini Bang saya sudah cerai dengan Diana, jadi saya minta Diana keluar dari rumah ini. Karena mulai hari ini, istri saya yang baru akan tinggal disini bersama saya," terang Bang Rio sambil menarik Beby untuk kembali berdiri sejajar dengan dirinya. 

Air mata ini mendadak berhenti, saat Bang Rio mengatakan Beby adalah istri barunya. Apa perkataanku tempo hari, sudah ia anggap sah bercerai denganku. Padahal aku mengucapkannya dalam kondisi emosi. Bahkan sampai detik ini, Bang Rio juga belum ada mengucapkan kata talak padaku secara resmi. 

Pak Salim menganggukkan kepalanya seakan paham dengan perkataan suamiku. Aku semakin ragu dengan pemikiranku sendiri. Maklum ilmu agamaku tidaklah terlalu banyak.  

"Oh, begitu. Boleh kita bicarakan ini di dalam. Malu diliatin tetangga," ujar Pak Salim. 

Di ruang tamuku yang kecil dan berantakan ini, kamil duduk saling berhadapan. Kecuali Kak Yanti yang ku minta menjaga Iqbal dan Rina di kamar. Aku tak ingin kak Yanti bertengkar lagi dengan suamiku.

Semenjak Bang Rio mengakui Beby sebagai istrinya kepada Pak Salim, Beby semakin berani menguasai pria yang menghabiskan hidup tujuh tahun denganku. Melihat mereka kembali saling menggenggam tangan bersama, membuatku semakin merasa sakit. Iri, melihat suamiku seperti memberikan dukungan pada Beby. 

"Jadi, kamu sudah menikah lagi Rio," Tanya Pak salim, memecahkan keheningan. 

"Iyah Bang, semalam kami menikah. Maharnya motor yang ada di depan itu, " ucap Bang Rio dengan semangat. Senyum sumringah terpancar dari wajahnya saat menunjukkan motor baru yang terparkir di halaman rumah kami. 

Sebuah motor matic berbody besar berwarna hitam. Mendapati aku ikut memandang motor yang menjadi mahar untuk gundik suamiku itu. Bang Rio melemparkan senyum mengejek padaku. Dadanya yang bidang mendongak ke atas, seolah-olah bangga akan apa yang baru ia berikan ada gundiknya. 

Iri … jelas aku iri. Pasalnya jauh sekali mahar yang Bang Rio berikan padaku. Sewaktu akad pernikahan kami, ia hanya memberikanku mahar sebesar lima puluh ribu rupiah. Bukan karena sebesar apa perbedaan mahar, yang membuatku iri. Tapi mahar yang dulu Bang Rio berikan padaku, ia ambil lagi secara diam-diam alias mencuri. Ingin merokok dan tak ada uang lagi, menjadi alasannya mencuri uang mahar dari dompetku. Padahal uang itu ingin ku abadikan sebagai kenangan pernikahan kami. 

"Ana tau Rio sudah menikah?" tanya Pak salim padaku. 

Imagi_Nation

Hai ... Terimakasih sudah mau membaca tulisan saya. Maaf mumgkin terlalu kaku. Tapi kedepannya. Saya akan berusaha lebih baik lagi. Mohon dukungannya. Terimakasih. IN

| 1

Related chapters

  • Pernikahan Toxic   7. Ternyata belum menikah

    "Ana tau Rio sudah menikah?" tanya Pak salim padaku. Ketegangan dalam ruang tamuku saat ini sangatlah terasa. Aku saat ini tak jauh sama seperti mereka. Sama-sama terkejut mendengar pengakuan suamiku yang telah menikah lagi. "Tidak Pak," jawabku singkat. Mendengar jawabanku, Pak Salim Menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menatap suamiku yang duduk mesra dengan Beby. Mungkin bila orang yang tak mengenal kami. Orang-orang akan bilang, mereka adalah sepasang suami istri. Sementara aku orang lain yang tak ada hubungan apapun dengan mereka. "Rio, dalam hukum negara maupun hukum agama kita. Syarat pertama untuk menikah lagi adalah meminta izin atau restu dari istri pertama. It

  • Pernikahan Toxic   Izin Revisi

    Hai Reader's. Pertama-tama saat ingin mengucapkan terimakasih untuk kalian yang sudah membaca tulisan saya yang recehan ini. Berhubung ini cerita pertama saya, jadi tulisan saya masih terlalu kaku. Jadi karena itu saya sedikit stuck untuk mengupdate cerita selanjutnya. Sebelum saya lanjut mengupdate cerita, izinkan saya merevisi sedikit beberapa Bab agar lebih santai dan enak untuk dibaca. Jadi saya mohon maaf atas ketidak nyamananya. .•♫•♬•𝙸𝚖𝚊𝚐𝚒𝙽𝚊𝚝𝚒𝚘𝚗 •♬•♫•. Hai Reader's. Pertama-tama saat ingin mengucapkan terimakasih untuk kalian yang sudah membaca tulisan saya yang recehan ini. Berhubung ini cerita pertama saya, jadi tulisan saya masih terlalu kaku. Jadi karena itu saya sedikit stuck untuk mengupdate cerita selanjutnya. Sebelum saya lanjut mengupdate cerita, izinkan saya merevisi sedikit beberapa Bab agar lebih santai dan enak untuk dibaca. Jadi

  • Pernikahan Toxic   8. Tamu lain

    "Hei pelakor ...! Bisa diem gak sih? " Kami yang berada di ruang tamu, tersentak kaget mendengar bentakan dari Kak Yanti. Ini untuk kedua kalinya Ia keluar dari kamarku dengan posisi sama, marah. sambil menggendong Rina yang tengah menangis. Kak Yanti pun menghampiriku dan menyerahkan Rina padaku untuk ditenangkan. Mungkin Kak Yanti sedikit panik dengan tangis Rina yang susah ia redakan. "Eh, Mbak! Tolong dong, sopan sedikit kalau bicara." ucap kak Yanti sambil berkacak pinggang. "Belum jadi istri sah Si Keleng kan? Masih cuman sebatas pelakor kan? Daerah sini, orangnya pada bar-bar loh, Mbak terhadap pelakor. Mbak mau saya panggil orang-orang sini sama ketua RT, buat ngeramein Mbak? Belum sah aja belagu!" "Pak, Buk. Tegur dong, tuh. Mereka belum sah udah n

  • Pernikahan Toxic   9. Mencuri Perhiasan

    Kuhentikan aktivitas Rina yang tengah menikmati ASI--ku. Bahkan tak kupedulikan tangisan Rina yang semakin histeris, karena ia belum juga puas menyusu. Tubuh mungilnya kini kembali kugendong menuju tempat perdebatan terjadi. Biarlah Rina menangis sebentar, yang penting rasa penasaran ku terbayarkan. Hanya itu isi pikiranku-------------------------------------------------------Mendapati aku kembali ke ruang tamu, Bang Rio dengan kasar merampas Rina dari gendonganku."Dimas Lihatlah ini!" ucap Bang Rio sambil menunjukan Rina pada pria itu. "aku tidak berbohong padamu. Istriku memang baru saja melahirkan dan kemarin ia memang pendarahan. Tanya saja pada ibu itu kalau kau tidak percaya pada ceritaku kemarin. Ibu itu yang mengatakan istriku pendarahan," tunjuk Bang Rio dengan wajahnya menghadap ke arah Bu Halimah. "Aku memang benar-benar membutuhkan uang Dimas, saat itu dimas." suara suamiku terdengar lirih saat ia menjelaskan. W

  • Pernikahan Toxic   10. Rina Melayang Di Udara

    "Berhenti, jangan lari!" Teriak seseorang tiba-tiba. "Astagfirullahaladzim, Rina! Abang!" Teriakku panik. Suamiku berlari keluar rumah, masih dalam posisi menggendong Rina. Aku yang sempat menyadari gerak-gerik mencurigakan dari suamiku yang terus menggendong Rina, terduduk lemas sesaat. Apa ini alasan Bang Rio enggan menyerahkan Rina padaku. Agar ia tak terlihat mencurigakan jika kabur. Secepatnya aku berusaha menyadarkan diri, untuk mengejar suamiku yang membawa Rina pergi. Anakku dalam bahaya, itu lah yang terlintas dalam pikiranku. Aku menyusul Dimas beserta satu orang polisi yang terlebih dulu mengejar suamiku. Bang Rio berlari menuju jalan yang berada di ujung jalan rumahku ini. Sebuah jalan besar yang bebas di lewati kendaraan besar sekalipun. 

  • Pernikahan Toxic   11. Kepergian Rina

    Pov Author *** "Abang!" Teriak Beby. Ia terkejut mendapati sang kekasih dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan, salah satu tulang kaki Rio, tampak keluar. Membuat siapapun yang melihat luka tersebut, seolah ikut merasakan sakitnya. "Mbak, saya boleh ikut masuk," tanya Beby pada petugas ambulans yang seorang wanita," Saya calon istrinya," ucapnya lagi, memperjelas status hubungan mereka berdua. Namun, seorang polisi yang sedari tadi mengikuti langkah Beby, mencegahnya untuk ikut masuk ke dalam ambulans, "Maaf, Bu. Ibu harus ke kantor polisi untuk dimintai keterangannya." "Loh, loh, loh, saya kan sudah bilang sama, Abang. Saya cuman di t

  • Pernikahan Toxic   12. Sisi lain cerita Rio

    Pov RioAku baru saja pulang dari rumah pacar baruku, Beby. Seorang janda tanpa anak, berumur 20 tahun yang sudah kupacari sebulan terakhir ini. Sikapnya yang manja membuatku jatuh hati. Beby, sangat berbeda dengan pacar-pacarku yang lain, termasuk istriku sendiri.Selesai membayar ongkos ojek online yang mengantarkanku pulang. Netra ini membulat, mendapati seorang pria asing keluar dari rumahku. Melihat istriku melemparkan senyum hangat pada pria itu, membuat darah ini mendidih seketika. Ya, aku pencemburu! Tapi bukankah itu hal wajar? Suami mana yang tak marah? Melihat istrinya beramah tamah pada pria lain. "Diana widuri!" panggilku lantang memanggil nama panjang istriku. Bukannya terkejut dengan kehadiranku yang memergokinya selingkuh, istriku malah menyambutku dengan senyuman yang merekah. 'Bangga sekali kau, bisa membalasku, ya, Diana. Kuhajar juga kau.'Plak! Kulayangkan tamparan keras, di wajah istri

  • Pernikahan Toxic   13. Mati rasa

    Tujuan kepergianku meninggalkan rumah, adalah menemui Beby. Lucu rasanya, belum juga satu jam meninggalkan rumah yang disulap menjadi kost-kost'an ini, aku sudah kembali lagi. Rumah bercat putih ini, disewakan tanpa memandang gender. Tanpa ada penjaga yang mengawasi, akupun bebas keluar masuk layaknya penyewa salah satu dari 10 kamar yang ada disini."Beby, Beby," panggilku mengetuk kamar nomor 7 yang merupakan kamar Beby."Eh, Abang. Baru juga balik, udah datang lagi," sambutnya membukakan pintu untukku.Tenggorokan ini tiba-tiba terasa kering saat melihat dirinya. Entah rasa haus karena cuaca panas sehabis dari luar atau rasa haus karena menahan nafsu."Baru mandi, Beb," tanyaku pada

Latest chapter

  • Pernikahan Toxic   28. Bertemu Dengan Salsa

    Tiara sudah berada di klinik yang tak jauh dari rumah Diana. Sementara wanita yang seharusnya memiliki tiga anak itu, masih mengontrol rasa takutnya. Tubuh Diana terus saja gemetar. Kejadian Tiara hilang kesadaran, bertemu orang asing dan harus berhadapan dengan tenaga medis, membuat Diana mengingat Rina, anak perempuannya yang sudah berpulang. "Na," panggil Tiara yang susah siuman. Diana yang duduk tak jauh dari ranjang Tiara menoleh. "Hey, ini Aku yang pingsan apa kamu. Kenapa kamu yang pucet gini, Na?" tanya Tiara dengan suara yang masih lemah. "Kamu, jangan masuk lagi ke rumahku ya, Ra.""Kenapa?" tanya Tiara bingung. "Rumahku kotor, kamu akan seperti ini lagi nanti," jawab Diana mulai tergugu. Diana mulai menangis, tapi dia bingung sendiri. Apa pemicu yang membuat ia menangis. Apa tentang Tiara yang pingsan, atau karena ingat anak perempuannya."Kita bersihkan yah, Na," kata Tiara lembut. "Iyah, nanti aku saja yang membersihkannya, tapi selama rumahku masih seperti itu kam

  • Pernikahan Toxic   27. Isi Bungkusan

    Entah apa yang membuat Diana tetap menikmati aktivitasnya melayani pelanggan toko roti. Hingga tanpa ia sadari jam sudah menunjukan pukul 11 siang, merasa keadaan sudah tenang Diana pun naik menemui Henny.Sesampainya di depan kantor Henny, terdengar suara tawa Iqbal yang renyah dari dalam sana. Diana menahan langkahnya untuk masuk kedalam.ia sudah lama tak mendengar tawa putra bungsunya itu, jadi ia ingin mendengarnya sedikit lama. Tok tok tok"Permisi Bu," sapa Diana saat ia sudah puas mendengar tawa Iqbal.Henny yang berada di samping Iqbal menoleh. Ada pemandangan yang cukup janggal disana. Dimana Iqbal duduk di kursi kerja Henny sambil menonton sesuatu dari laptop milik Henny. Sementara Henny sedang bergumul dengan beberapa kertas yang ada di hadapannya. "Diana, kemarah," titah Henny.Diana menurut dia mendekat menghampiri Henny."Bu, saya sudah putuskan," ujar Diana tak ingin berbasa-basi. Namun, belum selesai ia berbicara, Henny memotong ucapannya."Diana," panggil Henny. "Apa

  • Pernikahan Toxic   26. Sahabat Yang baik

    Setelah sekuat tenaga Tiara mencoba meredam emosi ibu dua anak tersebut. Diana akhirnya berhenti mengamuk. Kini ia tengah menangis tersedu di pelukan Tiara, seakan menumpahkan semua beban yang selama ini ia simpan dan telan sendiri."Iqbal mau kemana sayang," tegur Tiara melihat Iqbal mengekori abangnya yang hendak pergi sekolah. Sedikit lucu namun sebenarnya penampilan Iqbal membuat Tiara merasa sakit. Baju dan celana Iqbal tampak tak rapi. Bisa Tiara pastikan Iqbal memakai pakaian sendiri atau ia terburu-buru mengenakannya.Iqbal berhenti menatap sahabat ibunya yang ia panggil dengan sebutan Tante. "Iqbal mau ke sekolah bang Yoga, sebentar lagi, Ibu akan bekerja, jadi Iqbal di menunggu di sana," kata Iqbal polos.Benar-benar kehidupan yang Diana dan kedua anaknya sungguh pelik. Sebagai sahabat Tiara merasa kurang peka. "Yoga dan Iqbal sudah sarapan, sayang," tanya Tiara lagi ambil menarik lembut tangan Iqbal mendekat, kemudian merapikan baju dan celana Iqbal yang terlihat sudah keke

  • Pernikahan Toxic   25. Hilang Kendali

    Lagi saat Diana hendak membuka pintu, ia harus kembali menyingkirkan bungkusan-bungkusan besar yang menghalangi akses keluar masuk rumahnya. Dia begitu ceroboh, tadi malam saat merapikan barang-barang tersebut, sebagian besar sengaja ia letakan di dekat pintu. Awalnya itu hanya sementara karena memang tak ada ruang lagi untuk meletakan barang yang sudah ia pilah. Namun, tubuhnya yang mulai merasa lelah, membuat Diana melupakan barang-barang tersebut dan pergi tidur."Sebentar yah, pintu saya macet." Lagi, Diana berbohong.Tak ada jawaban di balik pintu tersebut, Diana terus menyingkirkan bungkusan plastik tersebut dengan cepat. Akibatnya rumah Diana kembali berantakan tidak jelas. Sedikit Ruang untuk membuka pintu telah siap. Diana membuka pintu dengan sedikit celah."Lama amat sih," ucap sosok yang menunggu di depan sana."Tiara!" Ucap Diana terkejut. Ia tak menyangka Tiara akan kembali datang. "Ana, kamu nggak mau mempersilahkan aku masuk gitu?" tanya Tiara yang kebingungan melihat

  • Pernikahan Toxic   24. Sedikit Ruang Gerak

    "Diana, ayo duduk dulu sini. Kita selesaikan masalah ini baik-baik. Kamu jangan ambil hati perkataan anak saya," bujuk Henny menenangkan Diana yang tampak emosi."Maaf Bu. Apa yang anak Ibu bilang mungkin memang benar. Disini bukan, apa itu, tempat penitipan anak," ujar Diana kesulitan mengulang kata Daycare. "Saya ini hanya karyawan, Bu. Saya pribadi juga tidak akan merasa enak hati, jika saya menitipkan anak saya untuk tidur di kantor, Ibu," ujar Diana berhati-hati."Dan untuk Mbak, saya sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjadikan anak saya untuk mencari uang tambahan. Jujur, saya juga sedih, melihat anak saya di anggap pengemis oleh orang-orang termasuk Mbak Bu Henny. Ini juga pertama kalinya saya membawa anak kemari."Melati yang sudah mendengarkan sedikit cerita tentang Diana, yang diceritakan oleh sang ibu, semakin merasa bersalah."Begini saja Diana, mungkin saat ini kamu sedang emosi. Saya paham keadaanmu saat ini cukup berat. Biasanya mengambil keputusan saat emosi, aka

  • Pernikahan Toxic   Hallo semuanya

    hai, sebelumnya terimakasih yang masih bersedia mampir membaca kisah ini. Maaf saya terlalu lama Hiatus. sebelumnya saya benar-benar stuck dan tidak sanggup melanjutkan kisah ini. karena saya merasa saya tidak sanggup menulis cerita drama rumah tangga dengan baik. Namun, kali ini saya mau mencoba lagi. bagaimana pun saya harus menyelesaikan kisah ini untuk kalian yang sudah terlanjur membaca. Saya juga minta maaf kalau cerita ini sedikit berantakan dan membosankan. namun, ini adalah cerita pertama yang saya buat. jangan lupa meninggalkan komentar yah. kritik dan saran kalian sangat saya butuhkan untuk menjadi cambuk semangat saya. salam sehat dan bahagia selalu. untuk kalian yang membaca kisah ini.

  • Pernikahan Toxic   23. Di Anggap Pengemis

    Dengan hati berdebar, Diana masuk kedalam ruangan Heny. "Permisi Bu. Ibu panggil saya?" tanya Diana saat memasuki ruang kerja pemilik toko roti tersebut. Wanita keturunan Tionghoa itu lantas menoleh ke arah Diana."Diana, kamu kenal anak yang ada di depan toko?"Diana mengangguk pelan, tak menjawab tapi pikirannya sudah berlari jauh entah kemana. "Tolong kamu bangunkan dia dan minta dia pulang. Tak enak kalau di lihat pelanggan," titah Henny dengan wajah prihatin.Henny kemudian mengambil uang 10.000 dari dompetnya, kemudian mengulurkan uang tersebut ke arah Diana. "Kasih ini sama dia yah, biar mau dia pulang," bujuk Henny lagi.Lagi, untuk kesekian kalinya. Diana kembali tertampar. Anaknya benar-benar dianggap pengemis oleh setiap orang."Ma-maaf, Bu," ucap Diana ragu-ragu. "Anak yang di depan toko, sebenarnya anak saya?"Mendengar perkataan Diana,Henny dan putrinya Saling bertatapan. kemudian menatap Diana bersamaan."Di sini toko, bukan Daycare!" Bahu Diana tersentak kaget, s

  • Pernikahan Toxic   22. Pertemuan

    Aku sudah berada di toko roti bersama Iqbal. Namun, aku dan Iqbal tak bersama. Kami terpisah oleh pintu dan dinding kaca, yang membatasi. Aku berada di dalam sedang bekerja, sementara Iqbal duduk diluar menonton kendaraan yang lewat bersama seekor kucing. "Ibu dimana?" seorang wanita muda, bertanya padaku. "Ibu, ada di atas kak" jawab Delia, yang merupakan rekan kerjaku. "Itu, Bu Melati. Dia anaknya Bu Heny." Sambung Delia padaku. Bukannya, mendengarkan pemberitahuan Delia. Pandanganku malah tertuju pada lolipop gratis yang ada di samping mesin uang. "Del, aku boleh minta permen gratismu?" tanyaku mendekati meja kasir Delia. "Kakak mau, kebetulan tadi beberapa yang beli gak mau ambil," ujar Delia menyodorkan dua tangkai lolipop warna-warni padaku. "Buat anak kecil yang di depan itu, ya, Kak?" tanya Delia menunjuk Iqbal. Sepertinya Delia menyadari, jika aku terus memperhatikan Iqbal dari sini. "Iya, dia anakku." aku tertunduk malu menjawabnya. "Anak,

  • Pernikahan Toxic   21. Titik Balik

    Beberapa bungkusan, mengganjal pintu masuk rumah. Aku sendiri tak tau apa isi dalam bungkusan itu. Semenjak bang Rio masuk penjara, aku kini memilih bekerja di luar. Bekerja di toko roti yang tak terlalu jauh dari rumahku. Aku yang sudah lelah bekerja di luar, enggan melakukan pekerjaan rumah karena terlalu lelah. "Siapa ya?" tanyaku pada wanita yang berdiri di depan rumahku sambil menenteng dua bungkusan plastik yang ada di kedua tangannya. "Saya asistennya Ci Fely, Bu. Ini ada baju-baju bekas Ci fely minta di kasih ke Ibu Rina. Ini rumah bu Rina kan?" tanya wanita itu mencari jawaban dari wajahku. Ternyata wanita itu adalah asisten Ci Fely, salah satu pelangganku, sewaktu aku berjualan jajanan gorengan di depan rumah. "Oh … letakan saja disitu. Nanti saya ambil. Pintu saya lagi macet. Susah di buka," ujarku berbohong. Selain aku trauma menerima orang asing datang kerumah, aku juga malu dengan keadaan rumah yang berantakan. Wanita itu hanya mengangguk. Ia menatapku dengan tatapa

DMCA.com Protection Status