Home / Romansa / Pernikahan Toxic / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Pernikahan Toxic: Chapter 11 - Chapter 20

30 Chapters

10. Rina Melayang Di Udara

"Berhenti, jangan lari!" Teriak seseorang tiba-tiba. "Astagfirullahaladzim, Rina! Abang!" Teriakku panik. Suamiku berlari keluar rumah, masih dalam posisi menggendong Rina.    Aku yang sempat menyadari gerak-gerik mencurigakan dari suamiku yang terus menggendong Rina, terduduk lemas sesaat. Apa ini alasan Bang Rio enggan menyerahkan Rina padaku. Agar ia tak terlihat mencurigakan jika kabur. Secepatnya aku berusaha menyadarkan diri, untuk mengejar suamiku yang membawa Rina pergi. Anakku dalam bahaya, itu lah yang terlintas dalam pikiranku.    Aku menyusul Dimas beserta satu orang polisi yang terlebih dulu mengejar suamiku. Bang Rio berlari menuju jalan yang berada di ujung jalan rumahku ini. Sebuah jalan besar yang bebas di lewati kendaraan besar sekalipun. 
Read more

11. Kepergian Rina

Pov Author   ***   "Abang!" Teriak Beby. Ia terkejut mendapati sang kekasih dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan, salah satu tulang kaki Rio, tampak keluar. Membuat siapapun yang melihat luka tersebut, seolah ikut merasakan sakitnya.  "Mbak, saya boleh ikut masuk," tanya Beby pada petugas ambulans yang seorang wanita," Saya calon istrinya," ucapnya lagi, memperjelas status hubungan mereka berdua.    Namun, seorang polisi yang sedari tadi mengikuti langkah Beby, mencegahnya untuk ikut masuk ke dalam ambulans, "Maaf, Bu. Ibu harus ke kantor polisi untuk dimintai keterangannya."   "Loh, loh, loh, saya kan sudah bilang sama, Abang. Saya cuman di t
Read more

12. Sisi lain cerita Rio

Pov RioAku baru saja pulang dari rumah pacar baruku, Beby. Seorang janda tanpa anak, berumur 20 tahun yang sudah kupacari sebulan terakhir ini. Sikapnya yang manja membuatku jatuh hati. Beby, sangat berbeda dengan pacar-pacarku yang lain, termasuk istriku sendiri.Selesai membayar ongkos ojek online yang mengantarkanku pulang. Netra ini membulat, mendapati seorang pria asing keluar dari rumahku. Melihat istriku melemparkan senyum hangat pada pria itu, membuat darah ini mendidih seketika. Ya, aku pencemburu! Tapi bukankah itu hal wajar? Suami mana yang tak marah? Melihat istrinya beramah tamah pada pria lain. "Diana widuri!" panggilku lantang memanggil nama panjang istriku. Bukannya terkejut dengan kehadiranku yang memergokinya selingkuh, istriku malah menyambutku dengan senyuman yang merekah. 'Bangga sekali kau, bisa membalasku, ya, Diana. Kuhajar juga kau.'Plak! Kulayangkan tamparan keras, di wajah istri
Read more

13. Mati rasa

Tujuan kepergianku meninggalkan rumah, adalah menemui Beby. Lucu rasanya, belum juga satu jam meninggalkan rumah yang disulap menjadi kost-kost'an ini, aku sudah kembali lagi. Rumah bercat putih ini, disewakan tanpa memandang gender. Tanpa ada penjaga yang mengawasi, akupun bebas keluar masuk layaknya penyewa salah satu dari 10 kamar yang ada disini.  "Beby, Beby," panggilku mengetuk kamar nomor 7 yang merupakan kamar Beby."Eh, Abang. Baru juga balik, udah datang lagi," sambutnya membukakan pintu untukku.  Tenggorokan ini tiba-tiba terasa kering saat melihat dirinya. Entah rasa haus karena cuaca panas sehabis dari luar atau rasa haus karena menahan nafsu. "Baru mandi, Beb," tanyaku pada
Read more

14. Perangkap Bu Mira

"Oke. Dua ratus ribu, kalau begitu. Mau, ya, Rio." tawar Bu Mira dengan wajah yang sedikit putus asa.    Sebenarnya aku ingin menolak permintaan Bu Mira padaku. Namun, mengingat keadaanku yang membutuhkan uang untuk membawa istriku berobat, jujur aku mulai tergiur dengan tawarannya. Tapi tak ada salahnya kucoba, mungkin ini cara Allah menolongku yang tengah kebingungan.   "Baiklah, Bu. Saya mau," jawabku menerima tawaran kerja darinya. Tidak baik bukan bila menolak rejeki yang datang.    .    .    .  Setiba di dalam rumah Dimas, aku terkejut  dengan ukuran kolam ik
Read more

15. Tertahan

Kehadiran bu Mira yang mengabariku akan kepergiannya keluar rumah, memunculkan sedikit perasaan tak tenang di hatiku. Sementara kolam ikan hias miliknya sudah hampir rampung kukerjakan. Aku takut kepergiannya hanya alasan untuk menghindari ku, jadi sebelum aku benar-benar terpedaya olehnya aku minta saja separuh upahku.  "Kalau gitu saya bisa, minta pembayaran setengahnya Bu, biar tambah semangat," ucapku Tanpa malu. Mendengar permintaanku, raut bu Mira tampak masam. Namun, ia masih mau menurut dengan permintaanku. Sebuah dompet tebal berwarna coklat keluar dari tas yang bermotif FF, mempertontonkan tumpukan uang berwarna merah dan biru dari dalamnya. Melihat banyak uang yang Bu Mira miliki, membuatku berpikir ia akan memberikan seluruh upahku. Namun, dasar wanita licik ia hanya berniat pamer saja. Karena hanya selembar
Read more

16. Pengakuan Iqbal

Kumandang adzan subuh tertangkap runguku dengan jelas. Aku yang tengah bermimpi buruk sontak bangun terselamatkan panggilan-Nya. Namun, bukan merasa tenang, aku makin gelisah.    Pasalnya aku bermimpi ditinggalkan Istri dan anakku. Sementara saat ini aku bangun, tanpa istri dan anakku.   "Aaah," desahku menahan rasa sakit yang menghantam kepala. Entah bagaimana caraku pulang tadi malam. Aku hanya ingat pergi ke sebuah Pub, bersama Dimas.  Dengan perasaan yang kalut, aku paksa tubuh yang masih terasa berat ini bangkit. Memastikan istri dan anakku, tak benar-benar pergi meninggalkanku. Keluar dari kamar yang langsung menghadap ruang tamu. Tubuh ini langsung luruh dengan sendirinya. "Alhamdulillah," ucapku penuh rasa syukur.
Read more

17. Lain di hati lain di mulut

Kami sampai juga di puskesmas. Tadinya aku hendak membawa Diana ke rumah sakit. Tapi aku teringat ucapan Beby yang menyarankan membawa istriku ke puskesmas saja. Kebetulan, ketika aku membeli sarapan tadi pagi. Aku bertanya pada Bu Syamsiah penjual nasi uduk. Wanita tua yang dulu berteman baik dengan ibuku, menjelaskan saran yang sama seperti Beby.     "Ini kenapa?" Tanya dokter yang tengah memeriksa kening Yoga.    "Dia terantuk dinding, Dok waktu bermain," jawab Diana.   Aku merasa ganjil dengan jawaban yang dilontarkan Diana, karena tak sama seperti yang Iqbal katakan. Ah, sudahlah yang penting dokter mengatakan Yoga baik-baik saja dan tak mengalami luka serius. Begitu juga Diana, tapi kata wanita berkacamata itu, Diana tak boleh banyak pikiran dan bekerja terlalu berat. Berat apanya? Diakan hanya dirumah mengurus anak. Tak seperti aku yang bekerja membanting tulang di luar sana.  
Read more

18. Hari keberuntungan Rio

Akhirnya rungu ini terdiam mengalah, saat kata cerai terlontar begitu saja dari bibir merah istriku. Setengah jam aku mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu, tetap tak ada nyaliku meminta maaf padanya. Aku terlalu gengsi untuk membujuk istriku sendiri. Hati meronta berbisik meminta maaf, tapi runguku tetap pada pendiriannya. Jengah dengan keadaan yang canggung ini, aku putuskan ke kost Beby, untuk menyelesaikan masalah yang belum sempat aku selesaikan dengannya. ***Sesampainya di kost Beby, niatku yang ingin membahas perhiasan Bu Mira berubah. Kedatanganku yang disambut hangat oleh janda muda itu, membuatku lupa akan tujuanku. Perhatian yang diberikan Beby, membuatku mencurahkan permasalahan yang sedikit mengusik harga diri ini.  Beby memang wanita ya
Read more

19. Sahabat lama

Hari ini aku pergi mengunjungi Bang Rio di lapas. Ini adalah kunjungan pertamaku, semenjak dua bulan lalu Bang Rio dipindahkan. Sebelum dipindahkan kemari, bang Rio sempat dirawat di rumah sakit untuk melakukan operasi. Satu kaki Bang Rio, terpaksa diamputasi karena kecelakaan yang juga merenggut nyawa Rina, anak perempuan kami.    Jantungku berdebar tak karuan saat berada di ruang kunjungan. Namun, bisa kupastikan ini bukan debaran cinta maupun rindu terhadap suamiku. Sebab dua perasaan itu, habis tak tersisa semenjak aku kehilangan, Rina.    "Diana, akhirnya kamu datang juga. Abang rindu sekali denganmu, Dek," ucap bang Rio saat melihatku. Senyuman hangat yang ia berikan padaku, tak lagi mampu menghangatkan yang terlanjur mati di dalam sini.    "Anak-anak ke
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status