Sadar diperhatikan oleh Kienan, Martin buru-buru meralat ucapannya itu, “Ah, maksud saya Tegar sudah saya anggap seperti cucu sendiri. Bian mencintai Ziya, jadi pasti Bian juga menyayangi Tegar dan saya hanya melakukan yang putra saya lakukan.”Sebenarnya jawaban Martin tidak tepat buat Kienan namun karena ingin segera menyelesaikan permasalahannya, Kienan memilih tidak peduli dengan ucapan itu. “Asal jangan anggap Tegar seperti cucu Anda sendiri karena ... Tegar adalah cucu Mommy saya,” sahut Kienan sinis.“Mas ...!” panggil Ziya lembut. Seakan paham arti panggilan itu, Kienan memilih tidak memperpanjangnya.“Kamu yakin mau masuk, sayang?” tanya Kienan sekali lagi, melihat wajah Ziya yang sedikit pucat.“Mas, aku hanya cemas saja. Asalkan kamu di samping aku, aku akan kuat.”“Oke.”Satu tangan Kienan menuntun istrinya dan tangan yang lain membuka handle pintu kamar ters
Baca selengkapnya