Semua Bab Cinta karena Balas Dendam: Bab 31 - Bab 40

87 Bab

31. Kehancuran Kienan

Hari ini suasana rumah Kienan sudah mulai ramai. Beberapa ART sedang mempersiapkan untuk acara akad nikah. Ada yang menyiapkan makanan dan minuman, beberes untuk membuat ruangan menjadi indah dan bersih. Beberapa lagi sedang membantu pihak WO.Ziya sendiri sedang dirias oleh MUA, yang dibawa oleh pihak WO. Tegar sedang bersama Mbak Lastri.Semua orang sedang sibuk dengan tugas masing-masing. Kienan sendiri sedang berada di kamarnya. Sudah lama dia menunggu moment ini. Kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya yang tampan.Tidak peduli tentang perasaan Ziya sekarang. Karena dia akan membuat gadis itu jatuh cinta kepadanya.Kienan berdiri di balkon kamarnya, pandangannya menerawang ke atas seraya bergumam.“Maafkan aku, Zoya. Semoga di sana kamu juga bisa mendoakan aku juga. Karena inilah yang aku inginkan, menikah dengan Ziya bukan denganmu.”“Berbahagialah, sayang.”Kiara tiba-tiba datang dan masuk ke dalam kamar
Baca selengkapnya

32. Fasilitas dari Bian

Ziya mengangga melihat keadaan Kienan yang mengenaskan di sebelahnya. Harusnya dia senang karena dendamnya terbalaskan. Namun kenapa hatinya seperti terenyuh melihat keadaannya seperti itu.“Panggil, ambulans!” teriak Kiara, yang membuat beberapa ART jadi berhamburan mengikuti perintah sang majikan.“Mas ...!” panggil Ziya sambil mengoyak bahunya dengan suara yang bergetar.Sedang beberapa orang yang di sana ada yang menenangkan Kiara yang sedang histeris, memanggil-manggil nama Kienan.Tidak lama, mobil ambulans datang dan langsung membawa Kienan dan Kiara yang selalu berada di sampingnya.Saat kaki Ziya akan melangkah untuk ikut masuk ke dalam mobil itu, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menariknya. Hingga mobil itu pergi tanpa Ziya.Kejadian itu terlalu tiba-tiba, Ziya tidak bisa berpikir. Tidak tahu bagaimana ceritanya, hingga Ziya sekarang dia sudah berada sudut rumah tersebut. Yang pastinya jauh dari pandangan or
Baca selengkapnya

33. Pasien Tidak Tertolong

Ziya tidak bisa memejamkan matanya. Berada di kamar asing membuatnya kesulitan untuk tidur. Salah satu kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan. Dia akan butuh waktu beberapa malam untuk bisa tidur dengan nyenyak.Mendadak pikirannya tertuju pada Kienan. Bagaimana keadaannya dan apa yang sebenarnya terjadi. Apa dia mempunyai penyakit yang serius dan bagaimana juga kondisi perusahaannya.Ziya buru-buru mengelengkan kepalanya, sadar bahwa dia sudah melampaui batas dengan memikirkan pria itu.  Karena matanya belum bisa tidur makanya dia memilih untuk berkeliling apartemen. Juga untuk mengenali tempat barunya. Tempat yang nantinya akan dia tempati sampai berapa lama juga dia tidak tahu.Dari pintu masuk, apartemen ini terdiri dari ruang tamu, dapur dan kamar mandi dan satu kamar. Di lantai 2 ini terdiri, 2 kamar tidur dan kamar mandi sedang lantai 3 Ziya belum tahu. Nanti mungkin, dia akan menuju sana.Lelah mengelilingi bagian dari apartemen ini.
Baca selengkapnya

34. Kesedihan Kiara

“Dokter ... denyut nadinya kembali!” suara seorang Suster yang lari tergopoh dari ruang ICU menghampiri sang Dokter yang masih berada di depan pintu.“Alhamdulillah,” ucap syukur dengan mulut yang mengangga.Hampir saja Kiara kehilangan kesimbangan kalau saja Suster tadi tidak memberitahu keadaan Kienan yang sudah berubah itu. Maya dan Arman langsung mendudukan Kiara kembali sedang Dokter tanpa berkata lagi langsung masuk ke dalam untuk memastikan pasien.Sebelum memutuskan untuk memberitahu keluarga pasien, Dokter dan Suster sudah mencoba berulang kali dan tidak menemukan denyut nadi pasien. Tapi ketika Dokter sudah ke luar mendadak denyut nadi dan detak jantungnya itu kembali.Setelah memasuki ruangan itu, Dokter bertindak cepat untuk memeriksa dengan teliti. Kenyataan  memang benar semuanya kembali. Seketika itu terlihat senyum di wajah Dokter sekaligus lega mendapatkan kenyataan itu.Memang urusan kematian itu takdi
Baca selengkapnya

35. Menikmati Kebebasan

“Tegar ... anak yang sholeh ... Tegar ... anak yang pintar ... Tegar ... anak yang baik.”Berulang-ulang Ziya mengucapkan itu sambil mengusel-ngusel hidung Tegar mengunakan hidungnya.Ditidurkan dengan kasur lipat di lantai, depan tv. Tegar terlihat senang sambil tangan dan kakinya menendang-nendang di udara. Tak terasa kebersamaan itu, membuat Ziya dilanda ngantuk. Saat tiba-tiba matanya hampir saja terpejam, ada suara ketukan pintu. Sudah bisa dipastikan kalau seseorang itu adalah Bian. Dengan langkah cepat Ziya berlari ke arah pintu dan membukanya.“Morning!!” sapa Bian lembut dengan senyum mengembang. Apalagi tatapannya lembut membuat siapa saja akan terpesona jika melihatnya.“Mas ...,” jawab Ziya ikut membalas senyuman manis Bian.“Apa ini?” Ziya memandang tote bag yang disodorkan Bian padanya.“Buka saja! Aku gak disuruh masuk nih?”Ziya mengambilnya dari tangan Bian s
Baca selengkapnya

36. Assalamualaikum Calon Istriku

“Mas ... kamu ... gak pulang tah? Sudah malam lho, aku gak mau ya orang-orang berpikiran yang macem-macem sampai menimbulkan fitnah karena kita seharian di unit yang sama.”Ziya bertanya dengan lembut, meski jaraknya sedikit jauh tapi masih bisa di dengar oleh Bian. Ziya saat ini sedang mencuci botol susu Tegar di dapur. Sedang Bian menemani Tegar di depan tv. Tegarnya sih sedang tidur tapi Bian sibuk dengan ponselnya.“Orang siapa ... Zi?” sahutnya santai sedang matanya belum teralihkan dari layar tipis itu.“Ih ... kamu pikir sekitar sini gak ada orangnya. Tetangga sebelah mungkin atau petugas apartemen atau ...?”Sontak Bian langsung menoleh pada Ziya yang berjalan mendekati depan tv lalu duduk di sofa dekatnya. Selain di ruang tamu, ada sofa kecil yang bisa muat untuk duduk dua orang di depan tv.“Atau?” tanya Bian seraya menarik satu alisnya ke atas karena penasaran.Sebenarnya Ziya mau bi
Baca selengkapnya

37. Bukan Adik Kandung

Ziya terperangah dengan salam dan sebutan Bian padanya. Hingga Bian mengulangi memanggil nama Ziya beberapa kali.“Waalaikumussalam, Mas,” jawab Ziya singkat.[Koq itu saja jawabannya?] protes Bian, karena Ziya tidak menjawab sesuai dengan panggilannya tadi.“Mas ... aku kan belum menjawab iya tadi?”[Oh, jadi kamu menolak aku lagi ya?]“Ehm ... gimana ya ...!”[Aku tahu, mungkin kamu belum mencintaiku tapi aku berjanji akan menjadi suami dan Ayah yang baik untuk keluarga kecil kita,] aku Bian meyakinkan.Ziya hanya ingin mengoda Bian dengan mengatakan itu. Ziya ingin tahu seberapa sabar pria ini jika ditolaknya lagi.“Iya, maaf ... ya, Mas. Aku masih belum yakin denganmu,” tegas Ziya dengan menahan senyum. Beruntung Ziya bicara lewat sambungan telepon. Kalau berbicara langsung mungkin dia bisa ketahuan kalau hanya mempermainkan Bian.Terdengar Bian menghela napas panjang.
Baca selengkapnya

38. Kienan Sadar

“Halo, Man. Bagaimana semuanya?” tanya seseorang pada Arman-asisten Keinan pada sambungan telepon.“Sejauh ini, polisi belum memberikan hasilnya dan investor memberikan waktu hingga dua minggu ke depan, sampai Pak Kienan sadar. Tapi kalau belum sadar terpaksa mereka mengambil keputusan terbanyak untuk menentukan nasib perusahaan.”“Oke, segera setelah semua urusanmu selesai, kamu tinggalkan mereka. Menghilanglah tanpa jejak.” Bian mengucapkan dengan tegas. Seolah seperti perintah untuk Arman yang tidak dapat dibantah lagi apapun alasannya.“Baik, Bos.” Arman menutup sambungan telepon dengan Bian.Lalu Arman melangkah masuk ke dalam ruangan seorang pria yang sangat dihormatinya. Seorang pria yang ikut andil dalam kehidupannya di dunia ini. Namun sayangnya dia tidak bisa melakukan sesuai dengan yang diinginkannya, yaitu berbuat kebaikan.Arman mendudukan dirinya di sofa berbentuk huruf L tersebut. Mengh
Baca selengkapnya

39. Ziya Mana?

Sementara Kiara tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya mendengar kalau putranya sudah sadar. Berjalan mengikuti sang Suster di belakangnya, Kiara terlihat berseri wajahnya. Tiada hari yang lebih baik dari hari ini.Sampai ketika sudah berada di depan ranjang Kienan, Kiara terpaku melihat pria yang sedang menatapnya itu. Bibir Kiara seolah keluh, tidak dapat berkata-kata lagi yang pada akhirnya menjatuhkan pelukan. Memeluknya dengan erat seolah mereka telah terpisah sangat lama tanpa terasa buliran bening telah membasahi kedua sudut matanya..Dalam pelukan itu, dirinya masih bisa mendengar sang putra memanggilnya.“Mommy ....”Kiara langsung mengurai pelukannya hanya untuk melihat putra yang sudah dia rindukan selama beberapa hari ini. “Iya ... sayang. Mommy khawatir sekali sama kamu. Mommy takut kehilangan kamu. Tapi Alhamdulillah sekarang kamu sudah sadar.”“Iya, Mom. Maaf telah buat Mommy khawatir?”Kia
Baca selengkapnya

40. Tersangka

“Mommy, khawatir ... sama kesehatan kamu, Kien ...?” Kiara menatap lekat pada sang putra. Memberitahu bahwa idenya tidak baik.Kienan mengangguk, seolah mengatakan bahwa dia sudah baik-baik saja setelah melewati hari-hari buruknya di dalam ruang ICU.Kienan menyetujui untuk bertemu dengan pihak kepolisian, guna memberitahukan hasil penyelidikan terhadap kasus kebakaran itu. Harusnya Arman yang menangani ini, tapi sejak kemarin pria yang sudah mengikuti Kienan hampir 6 tahun itu, tidak bisa dihubungi. Parahnya lagi seolah menghindarinya karena ponselnya bisa dihubungi tapi tidak diangkat. Membuat Kienan mengambil alih tugasnya.“Mom, aku sudah sehat. Lagipula itu perusahaanku jadi aku harus siap apapun yang terjadi.”“Mommy, tahu kamu sudah sehat. Buktinya kamu sudah di pindahkan di kamar ini. Tapi tetap saja, sekarang bukan waktu yang baik untuk menambahi beban pikiran kamu. Biar Mommy yang akan temuin mereka ya?”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status