All Chapters of Terjerat Menikah Dengan Pria Lumpuh: Chapter 31 - Chapter 40

105 Chapters

31. Pergi

 "Inara, sudah, aku udah merasa enakan. Kamu juga pasti sangat lelah, mengalami hal-hal yang buruk tadi. Sekarang istirahatlah. Besok kita akan pergi.""Pergi? Pergi kemana, Mas?"Harshil hanya tersenyum. Ia pun bingung untuk menjawabnya. Lebih baik, dia memulai kehidupannya yang baru dengan sang istri, mulai dari nol."Kita sembunyi ke tempat yang tak pernah mereka duga. Kamu mau ikut kan?"Inara mengangguk. "Aku akan ikut kemanapun kamu pergi."Harshil mengelus puncak kepala sang istri, menyentuh pipinya pelan. "Ya sudah, sekarang tidur ya."Inara mengangguk kembali seraya memejamkan mata, mencoba berdamai dengan keadaan, tidur walaupun perasaannya masih bergejolak.***Pagi-pagi sekali, jam empat pagi, Inara dan Harshil berpamitan pada Pak RT, rencananya dia akan pulang ke rumah abah terlebih dahulu. Abah pasti akan membantunya memberikan solusi."Maaf Pak RT, mengganggu waktu istirahatnya. Tapi kami bern
Read more

32. Pindah Tempat Baru

 Di kegelapan malam, mereka berdua berjalan. Inara menggamit lengan sang suami. Untuk mencapai jalan raya, harus berjalan kurang lebih 1 km. Suasana perkampungan sangat sepi, mereka hanya berharap tidak ada yang memergokinya di tengah jalan, apalagi bila ketahuan anak buah Juragan Bani. Habis sudah.Tiba-tiba dari kejauhan terlihat cahaya kendaraan bermotor yang semakin mendekat. Inara tampak panik, ia takut kalau motor itu adalah anak buah Juragan Bani."Mas, gimana ini kalau ketahuan?" tanya Inara. "Jalan saja, gak usah khawatir," sahut Harshil.Inara mengangguk walaupun debaran jantungnya lebih kencang dari biasanya.Pengendara motor itu berhenti di seberang jalan. Dia turun dari motor dan melepaskan helmnya, menghampiri Inara dan Harshil."Inara? Alhamdulillah, syukurlah kamu selamat," ucapnya. Inara cukup terkejut melihat lelaki itu. "Mas Angga?""Aku sempat khawatir pas dengar berita ledakan di Gu
Read more

33. Aku Mulai Jatuh Cinta Padamu

 "Mas, kamu mau ngapain?""Mencium istriku." Harshil mendaratkan kecupan manis di kening Inara membuat wajahnya merona kemerahan."Ish ... Awas Mas, aku mau mandi dulu!" perlahan Inara mendorong Harshil, lelaki itu hanya terkekeh melihat sikap istrinya yang salah tingkah."Kebiasaan tidurmu yang sembarangan harus diperbaiki, Inara. Untung kamu lagi sama aku kalau sama orang lain bagaimana?"Inara menghentikan langkah. "Iya aku capek banget Mas, sampai ketiduran gitu aja.""Di bus juga kamu tidur."Inara tersenyum nyengir. "Justru karena ada kamu Mas, aku jadi merasa nyaman. Kalau orang lain aku pasti waspada.""Kamu gak takut aku ngapa-ngapain?""Kamu kan suami aku, kalau mau ngapa-ngapain juga halal.""Hmmm ... Sepertinya aku harus--"Belum selesai bicara Inara langsung berlari ke kamar mandi. Harshil menggeleng perlahan melihat tingkah polos istrinya. Hidup sederhana dan berdua dengan istrinya mungk
Read more

34. Pekerjaan Baru

 "Makasih ya, Inara. Sepertinya aku mulai jatuh cinta padamu."Inara yang tengah memijat telapak kaki Harshil, segera menghentikannya lalu menoleh, menatap sang suami yang mengucapkan kata-kata tak biasa."Apa maksudnya, Mas?""Aku jatuh cinta padamu, Inara. Apa kamu keberatan?"Inara menunduk dan menggeleng pelan. Entah bagaimana perasaannya saat ini pun tak mengerti. Ada bunga-bunga yang bermekaran dalam hatinya, ada debaran jantung yang makin berirama tak biasa. Antara bahagia maupun sedih. Bahagia karena akhirnya cinta itupun datang bersambut, dan sedih karena suatu saat hubungan ini akan berakhir."Kenapa diam? Apa kau tak suka kalau aku memiliki perasaan padamu?""Emmmh ... Bukannya seperti itu Mas, tapi--""Sudahlah lupakan saja, Inara. Kau istirahat saja, dari pagi kamu terus bekerja. Kamu pasti capek. Gak usah dimasukkan ke hati ucapanku tadi, anggap saja sebagai angin lalu."Inara mengangguk. Mencuci tang
Read more

35. Preman Pasar

 Harshil tersenyum. "Apa yang harus kulakukan?""Nanti bantuin jualan aja Mas.""Siap, Bos!""Haha, belum apa-apa udah dipanggil Bos.""Iya dong, walaupun kecil-kecilan tapi kan kamu pemilik usaha ini, jadi kamu bos-nya.""Aamiin ..." sahut Inara tersenyum. Pukul 04.45 pagi"Mas, tolong ini masuk-masukin ke keranjang ya," ucap Inara."Oke.""Kantong kreseknya jangan lupa dibawa, Mas.""Iya."Inara masih berkutat dengan penggorengan terakhir. Usai selesai dan memasukkannya ke dalam keranjang, ia bergegas mandi dengan kilat. Dua keranjang penuh dengan barang jualannya."Mas, ayo kita jualan!" ajak Inara."Sudah selesai semua?""Sudah.""Oke, ayo! Daftar harganya sudah ada?""Sudah, semalam. Sudah kutulisin, nanti jangan sampai salah ya, Mas.""Siap.""Ini hari pertama jualan, bismillah semoga laris manis, Aamiin."Lelaki itu membuka pi
Read more

36. Cinta Dalam Kesederhanaan

 "Aku tidak apa-apa, Inara. asalkan kamu tidak terluka, akupun akan baik-baik saja. Berhentilah mengkhawatirkanku. Aku akan berusaha untuk terus melindungimu.""Jangan, tidak boleh seperti ini.""Kenapa?""Nanti kamu sakit lagi," sahut Inara.Harshil justru terkekeh mendengar sekaligus melihat wajah Inara yang tampak begitu khawatir."Aku lapar, Inara. Bisakah aku menikmati masakanmu?" tanya Harshil.Inara mendongak, bibirnya melengkungkan sebuah senyuman. "Iya, aku masak dulu sebentar, Mas," ucap wanita itu seraya mengurai pelukan suaminya. Harshil mengangguk. Meneguk teh manis buatan Inara yang sudah dingin. Sementara di dapur, Inara memasak bahan seadanya. Nasi plus omelette dengan isian sosis serta potongan daun bawang, lalu sambal bawang ia sajikan untuk menu sarapan, yang mudah dan juga praktis.Lalu, lontong isi dan gorengan yang memang sengaja ia sisakan di rumah untuk suaminya masih bertengger manis
Read more

37. Surat Wasiat

 Siang hari yang terik mendadak mendung, titik-titik air hujan itu turun begitu saja walau di ujung barat sana ada sinar mentari yang memancar.Rasanya ia ingin sekali menjenguk ke makam kakeknya, andai saja kondisinya tak begini. Ia pun tak tahu entah sampai kapan dia akan bersembunyi."Mas, sudah dong sedihnya. Kamu harus tetap kuat. Air mata takkan mengubah apapun. Kita berdoa saja untuk kebaikan bersama."Harshil mengangguk. Sejak kecelakaan itu, ia memang menjadi pribadi yang pesimis. Seolah duka selalu menyelimutinya."Kita fokus dengan apa yang ada di hadapan kita sekarang. Mulai semuanya dari bawah."Harshil mengangguk lagi, meraih pipi istrinya dan dibelainya dengan pelan. "Iya, terima kasih ya. Kamu benar-benar penguatku sekarang.""Gimana kakimu, Mas? Apa masih terasa nyeri.""Ya, sedikit. Kadang masih terasa nyeri.""Pelan-pelan, nanti juga akan cepat sembuh, Mas.""Ini semua berkat bantuan dan d
Read more

38. Bayi Siapa?

Suara adzan subuh berkumandang, gegas mereka melaksanakan salat subuh berjamaah. Seperti rutinitas sebelumnya, Inara dan Harshil tetap berjualan pagi, menjemput rezeki yang halal dan berkah. Meskipun harus menahan kantuk luar biasa, tapi kini keduanya sudah mulai terbiasa. Harshil pun bisa mulai bisa membantu Inara membuat adonan atau kadang kala dia yang membungkus jajanan ke dalam plastik maupun mika. Memang mereka membungkusnya satu persatu agar makanan itu higienis tidak terkontaminasi oleh debu. "Apa doamu hari ini, Inara?" tanya Harshil ingin tahu. Pria itu terlihat lebih tampan saat memakai sarung, baju koko dan juga peci. "Seperti biasanya Mas, memohon ampunan, meminta kesehatan dan rezeki yang berkah, jualan laris, terus--""Terus apa?""Semoga hubungan kita langgeng sampai maut memisahkan," sahutnya sambil tersenyum simpul. Inara melepas mukenanya dan kembali melipat dan menggantungnya di dinding. Harshil tersenyum saat
Read more

39. Kesal

Inara dan Harshil saling berpandangan."Pak, kami beneran menemukan bayi--""Hei dengerin ya mbak, mas, satu bulan kami menerima lebih dari lima laporan tentang penemuan bayi yang sengaja dibuang oleh orang tuanya. Dan yang terakhir itu sepasang remaja SMA, ternyata bayi itu anak mereka sendiri, mereka tak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya hingga membuat laporan palsu. Kali ini kami tidak ingin tertipu, sudah sana bawa saja bayi itu. Kalian urus baik-baik, kerja yang bener, beri makan anak yang bener, jangan cuma hobi melakukan tapi gak mau tanggung jawab. Ckckck! Dasar anak muda zaman sekarang kelakuan dah kayak binatang! Kucing aja mau merawat anaknya sendiri lah ini malah mau ditinggalin! Mau dibuang, kelakuan macam apa itu? Gak usah sok berkedok lewat penampilan yang seperti ini!"Tangan Harshil mengepal erat mendengar hinaan dari petugas itu tanpa peduli untuk menyelidikinya lebih dulu. "Mas, sudah ayo kita pulang saja!" Inara menahan t
Read more

40. Bapak Rumah Tangga

Harshil menghela nafasnya dalam-dalam. Sesekali melirik ke arah Inara yang begitu antusias dengan kehadiran si bayi."Heran, apa kata dunia, kita saja belum malam pertama tapi dah punya bayi!" celetuk Harshil kesal.Inara menoleh melihat wajah suaminya yang begitu kesal. Dia tertawa ringan. "Mas, jangan begitulah. Kasihan anak ini lucu banget lho.""Nanti malam aku tidur dimana kalau ada dia?""Ya disinilah, kita bertiga, dedek bayi yang di tengah-tengah.""Ah enggak! Aku keberatan.""Lho kenapa?""Ya, karena nanti aku gak bisa memelukmu dengan leluasa. Cckk!" Harshil merajuk seperti anak kecil.Inara tersenyum menghampirinya yang merasa kesal. Harshil yang tengah duduk di dekat pintu segera memalingkan wajah. "Hhmmm, suamiku lagi ngambek nih ceritanya?" Inara duduk di hadapannya."Baru sebentar saja, perhatianmu sudah teralihkan.""Haha Mas, kamu lucu sekali kalau lagi ngambek."H
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status