Home / Sci-Fi / MY BIONIC GIRL / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of MY BIONIC GIRL: Chapter 51 - Chapter 60

73 Chapters

Operator Ekskavator

Keingintahuan Alex yang bertambah membuatnya menemukan dua baris tulisan lain yang di-cetak-timbul di bagian dasar tabung. Baris pertama berisi deretan nomor sekitar belasan digit yang mungkin merupakan kode produksinya. Saat nyala senter memerlihatkan tulisan lain terlihat deretan huruf dan angka “Prod.Date: 12/08/”. Kode penulisan itu sangat jamak ia temui dimana-mana. Tak salah lagi, pikirnya, itu merupakan rangkaian dua digit tanggal dan dua digit bulan yang kemungkinan besar merupakan tanggal dan bulan produksi benda tadi. Alex cukup yakin karena setelah itu ada empat digit lain. Ia mulai menggosok bagian yang tertutup dengan debu dan residu minyak demi mengetahui empat digit terakhir. Dan ketika selesai dilakukan, ia terhenyak melihat empat digit terakhirnya. 2088. Ini gila, pikirnya. Di antara artefak eks Perang Dunia kedua, bagaimana mungkin ada sebuah benda dengan kode produksi buatan masa depan?
Read more

Nyaris Terkubur Hidup-hidup

Gumpalan debu dan suara keras menyertai tanah yang tecabik dari lapisan dinding lereng bukit. Hujan material bebatuan berjatuhan dan terhunjam ke bumi ditemani beberapa gelondong kayu. Getaran di permukaan tanah yang terjadi seakan menyerupai gempa berskala 6 richter dan membuat guncangan di badan ekskavator. Batang pohon merbau yang tadi terhempas kini bergerak jatuh nyaris tegak lurus ke arah permukaan bumi. Sempat melayang beberapa detik, pohon yang kini hanya menyisakan batangnya itu serta-merta menghunjam tempat yang belum semenit yang lalu ditempati ekskavator. Ditemani serpihan tanah dan batu, kejatuhannya diiringi sekaligus suara derak kayu yang terpecah yang terdengar memekakkan telinga. Dalam sekejap tempat tadi terkubur longsoran tanah, batu, semak, kerikil, dan pepohonan. Kepulan debu pekat seketika membubung membentuk cendawan raksasa. Di dalam kabin ekskavator yang masih melaju mundur Alex menghembus napas lega. Fiuhhh! Nyaris dirinya mati konyol d
Read more

Boss Cantik

“Ndak mau. Dah lapar aku, tau? Kalau aku tunda makan siangku, lama-lama kumakan bae kau. Ngerti?” Bukannya takut, Sulai malah terkekeh mendengar canda rekannya. Beberapa rekan lain di barak tersenyum kecil melihat canda mereka berdua yang memang sangat karib entah sejak kapan walau keduanya berbeda dalam banyak hal. Beda dari segi suku, agama, latar belakang, pendidikan, dan masih banyak lagi. Lamat-lamat terdengar lagu ‘Kita’ dari Sheila on 7 yang tengah hit dari salah satu stasiun radio yang sinyalnya tertangkap jelas di sana. Sepertinya 1995 adalah tahun dengan kibar panji kemenangan grup band itu. “Aku dan teman-teman di barak tadi cemas memikirkan kau, Lex,” katanya dengan logat setempat yang sangat kental.“Kami kira sudah mati kau terkubur longsor. Kenapa tidak minta tolong segera?”“HT-ku rusak parah.” Belum sempat menjawab, terdengar celetukan dar
Read more

Ovarium

Dua jam sudah Tessa habis mengomeli dirinya atas kerusakan ekskavator yang terjadi karena ulahnya. Semua penjelasan Alex dengan gampang dimentahkan begitu saja. Alex akhirnya tidak lagi mau membantah karena ia yakin itu akan percuma saja. Ia memutuskan untuk banyak diam. Termasuk ketika wanita cantik namun judes itu mengeluarkan ancaman pemecatan di awal bulan depan.“Aku mungkin orang baru. Tapi bukan berarti aku tidak bisa bertindak tegas. Atas kerugian perusahaan akibat rusaknya ekskavator, aku bisa merekomendasikan pemutusan hubungan kerja atau mutasi ke tempat lain. Anda mengerti?”Alex hanya mengangguk kecil. Selama ditegur, tentu saja ia tidak menceritakan temuannya di goa itu yang kini terbuka lebar setelah longsoran bukit menggerus pintu masuknya.Saat mandi dan air dari shower mengucur membasahi sekujur tubuh Alex hanya bisa menyesali keadaan. Bayangan pemecatan, ekskavator yang rusak, batu cadas, goa, bergantian memenuhi benaknya. Kariernya bisa jadi berakhir di sini terkec
Read more

Menyemai Keindahan

Veily tersenyum. Merasa lucu dan senang karena ada yang memperhatikan dirinya dengan begitu detil. “Mmmm... apa lagi ya? ”Alex coba mengingat-ingat. “Kamu juga suka menjawab dengan mendehem, atau mengiyakan dengan suara-suara aneh. Cuma ham hem ham hem begitu aja.” Sambil tetap membuntuti Alex, Veily hanya tertawa kecil. “Masih mending. Daripada kamu nggak pernah ngomong apa-apa. Kan? Kan? Kan?”Alex tak menjawab. Tadinya Veily berpikir bahwa pria itu tidak berminat melanjutkan perbincangan sampai kemudian terdengar tanggapan darinya. “Kamu tadi bilang aku lucu. Lucu kenapa?” “Iya. Kenapa kamu ngotot soal ulangan biologi itu? Sudah jelas jawabanmu ngaco.”“Abis, pusing. Saat itu nggak ada mood untuk mikir. Malah nge-mood untuk becanda.”“Aku heran nilai ulanganmu jelek. Di sebelahmu
Read more

Artefak Masa Depan

Pintu lift baru akan tertutup rapat ketika sebuah lengan menahannya. Sesosok pria tujuhpuluhan tahun menyelusup masuk, mengangguk ke seorang pria berjas formal yang sudah ada di dalamnya, sebelum kemudian menutup tombol penutup pintu lift. Pria lain yang terlebih dahulu ada di dalamnya melihat bahwa sosok pria tua itu tidak menekan tombol lantai. Ini artinya mereka berdua menuju ke lantai yang sama.“Selamat pagi, Pak Triko,” pria tua itu memulai percakapan. Tak perlu berbalik badan karena pantulan kaca di depan lift membuat ia bisa melihat lawan bicaranya dengan jelas. Pria berjas formal menoleh. “Bapak tahu namaku?” “Siapa tidak mengenal CEO bank ini.” Pria tua tersenyum kecil. “CEO sekaligus direktur perusahaan pemasok peralatan militer Angkatan Udara di nusantara. Sebetulnya, aku ingin memberikan sebuah solusi untuk masalah di bank yang Anda pimpin.” 
Read more

Kengerian Masa Lalu

Dan ketika Alex mencoba menekan bagian itu dengan lebih keras, bagian itu terbuka. Keingintahuannya bertambah ketika mengetahui bagian yang terbuka itu merupakan slotberisi sesuatu di dalamnya. Usaha pertama untuk mencongkel sesuatu itu tidak membawa hasil. Diburu rasa ingin tahu yang makin bertambah ia bergerak ke arah lemari dan langsung membongkar laci sambil berharap ada sesuatu yang bisa ia temukan untuk mengambil benda tadi. Ketika melihat alat pinset yang biasa ia pakai untuk mencabuti jenggotnya yang memang tak pernah tumbuh teratur, Alex buru-buru menggunakannya untuk mencongkel slot tabung. Berhasil. Ia melihat dengan takjub ke ujung pinset yang kini menjepit sebuah kertas yang terlipat-lipat seukuran satu ruas jari dengan ketebalan sekitar lima milimeter. Pada bagian lipatan teratas ada sebuah tulisan yang ternyata berbahasa Indonesia bercampur bahasa Inggris. Isi tulisan sepertinya masih cukup jelas t
Read more

Sebuah Panduan

Sejam kemudian ketika Sulai sudah lama turun dari truk raksasa pengangkut batubara, Alex yang masih di dalam kabin truk terus mencerna cerita tadi. Tak lama tangannya meraih ke kantong celana jins di bagian belakang dan meraih lipatan kertas. Ia membuka lipatan dan membaca kembali judulnya. ‘Panduan Menerbangkan Jetpack F83.’ Jantungnya berdegup lebih kencang kendati tidak seperti pertama kali ia membacanya waktu itu. Alex membaca. Baris demi baris, kalimat demi kalimat, alinea demi alinea. Sesekali ia memijit dahinya yang mendadak pening. Ini gila, pikirnya. Apa yang ia baca adalah petunjuk bagaimana menggunakan tabung aneh yang ia temukan untuk bisa... terbang! Mesin untuk terbang? Di tahun 1995 ini? Setelah menenggak beberapa kali air mineral milik Sulai yang kebetulan tersisa satu botol di sana, Alex memaksa diri untuk melanjutkan membaca. Dan
Read more

Yakuza

Tatapan mata Tessa yang tajam menatapnya membuat Alex hanya bisa sesekali menengadah untuk kemudian kembali menunduk. Sebuah pemandangan yang menurut Tessa menyenangkan karena ia tahu persis bahwa Alex mengagumi penampilannya.Menggunakan pesonanya, Tessa terus mengerjai Alex. “Kamu menunduk karena apa sih? Apa karena aku nyeremin? Nggak? Lantas, kenapa kamu menunduk terus?”Melihat wajah Alex yang makin memerah Tessa berusaha mati-matian menahan tawa. “Dandanku jelek ya? Seperti nenek sihir.”Alex buru-buru menggeleng. Sekuat tenaga ia kembali menengadah. “Ibu Tessa itu cantik. Cantik nian.” Melihat ekspresi lugu sebagai ungkapan kejujuran tadi Tessa hanya mengangguk kecil sembari selembut mungkin berujar. “Terima kasih.” Setengah jam kemudian ketika kekakuan di antara mereka makin mencair, pertanyaan Alex terjawab tuntas. Tidak ada pemecatan. Yang ada
Read more

Suatu Hari Di 1945

Dan ketika tiba di mulut goa yang kini terpampang di depannya, spontan ingatan ke peristiwa puluhan lalu tersingkap kembali. Kenangan kengertian di malam hari, tidak jauh dari tempat itu, puluhan tahun lalu. Pada masa ketika kekalahan tentara Dai Nippon Jepang terjadi nyaris di semua sektor. Termasuk kekalahan serupa yang juga terjadi di tempat itu setengah abad lalu. Ingatannya serta-merta melayang pada peristiwa di tahun 1945 itu ketika tubuhnya yang letih, lapar, haus, dan terluka di sana-sini masih terus menembak ke daerah musuh. Dengan amunisi sangat terbatas, ia dengan rekan-rekan sekompi berusaha menahan pergerakan tentara sekutu yang semeter demi semeter merasuk wilayah yang sebelumnya mereka kuasai. Suara desing peluru, rentetan senapan mesin, ledakan granat serta mortir mengharu-biru nyaris tanpa jeda. Kedua gendang telinganya berdenging dan bahkan sempat tuli sesaat akibat rentetan suara dentuman yang terus-menerus menggedor genda
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status