Home / Sci-Fi / MY BIONIC GIRL / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of MY BIONIC GIRL: Chapter 21 - Chapter 30

73 Chapters

Rentetan Tembakan

Bagi Maia yang melihat jelas peristiwa tadi ia sangat hafal bahwa dirinyalah yang tengah menjadi target sasaran pria tadi. Terlebih ketika dalam gerak yang luar biasa tenang, pria itu melempar baki dan mengeluarkan senjata fully-automatic Uzi yang dibawanya dengan tatapan mata terarah pada Maia yang hanya berjarak belasan meter saja darinya. Tatapan matanya dingin dan kejam layaknya seorang pembunuh bayaran. Beberapa pengunjung restoran melihat ulahnya seolah tidak percaya ketika tangan kirinya terulur. Bukan banyaknya tato di tangan orang tersebut yang membuat mereka menatap penuh keheranan, melainkan senjata api yang berada dalam genggamannya. Melihat Maia dalam bahaya, dengan gerak refleks Dimas mencoba merebut senjata. Sungguh suatu tindakan luar biasa ceroboh. Demi menyelamatkan Maia, Dimas mencoba menangkap senjata yang siap menyalak. Ini memberikan tambahan waktu beberapa detik bagi Maia untuk menyelamatkan diri atau melakukan sesuatu.&nb
Read more

Pertarungan Jarak Dekat

Di restoran itu sendiri kali ini muncul seorang lain, yang juga turun ke arena perkelahian. Perawakannya tidak jauh berbeda dengan yang pertama kecuali dalam hal potongan rambut. Pria yang selama ini mencari-cari Maia dengan mengemudikan mobil van warna hitam. Sebuah revolver di tangan kirinya menyalak. Sebuah alat transmisi radio dengan microphone menyembul dekat mulutnya. Dengan langkah bergegas pria kedua menyerbu masuk dimana Maia masih bergelut dengan pria bersenjata pertama untuk mencoba merebut senapan mesin yang masih erat tergenggam di tangan lawan.   Diiringi lengking tinggi, Maia yang berada dalam posisi dibawah mengangkat tubuh pria bersenjata pertama dengan kedua kakinya. Bertelekan punggung, tubuhnya menekuk membentuk busur sebelum kemudian melontar tubuh berbobot nyaris satu kuintal itu hingga tiga meter ke udara. Untuk kedua kalinya si pria bersenjata pertama terbanting. Lagi-lagi dengan sebelumnya membentur meja. Rasa
Read more

Perkelahian Di Mall

Namun cepat sekali pria kedua ini bangkit dan menyerang kembali dimana di saat yang sama, pria pertama, si gempal bertato, juga telah berhasil meraih senjatanya.Dengan sedikit merunduk, Maia berlari secepat kilat ke arah pintu keluar yang berada tak jauh dari posisinya berdiri. Suara tembakan terdengar lagi. Maia kembali berguling, berguling dan terus berguling di antara deretan kursi dan meja restoran yang kini benar-benar porak poranda. Proyektil peluru berkejaran mendesing disamping tubuh. Pecahan keramik diatas lantai kini bercampur dengan pecahan piring, gelas, bekas makanan dan serpihan meja yang terkoyak sambaran peluru. Ini menimbulkan rasa perih ketika Maia harus bergulingan diatasnya. Sesaat berikutnya, Maia sudah berhasil keluar dari restoran. Terdengar suara salah seorang dari mereka merutuk keras melihat buruan mereka lolos. Nampak wajar kalau mereka sangat emosional mengingat buruan mereka ternyata masih dapat lolos ken
Read more

Bahaya Yang Menanti

 Malang bagi pria bersenjata kedua itu. Baru saja ia tersadar dari sakit yang menyengat, lawannya, Maia telah mendarat. Suara bergemeretak terdengar ketika sebuah upper cut bersarang di rahang untuk menjadikannya kembali tergeletak lagi. Kali ini dalam keadaan pingsan dengan wajah memar dan berdarah. Benar-benar sebuah kombinasi bela diri abad dua belas ala jiu-jitsu dan tinju abad modern yang luar biasa indah. Sekaligus mematikan. Ini menggetarkan si gempal bertato, pria pertama, yang sadar bahwa kendati lawannya adalah seorang wanita, ia memiliki keterampilan bela diri yang sangat bagus untuk dengan mudah mengalahkan dirinya. Hal ini dibuktikan dengan kehebatan melumpuhkan lawan, rekannya yang juga seorang pembunuh bayaran kelas elit seperti dirinya, cukup hanya dengan beberapa jurus! Tidak mau mengambil resiko, pria pertama memutar tubuh. Mengarahkan dan siap mengosongkan gagang Uzi-nya yang kini
Read more

Bisnis Ilegal

Deru angin pantai menyibak rambut lurus Maia. Suasana malam amat sejuk kendati sedikit berangin. Gelombang ombak berkejaran seolah berlomba mencapai jarak terjauh di daratan. Beberapa diantaranya berhasil bergerak sangat jauh hingga menyentuh ujung sepatu Maia. Air laut yang berhasil menyelinap masuk serta-merta meninggalkan endapan pasir di dalamnya. Dimas berjalan mendekat sembari membawa dua cangkir susu coklat panas yang baru dipesannya di kedai. Ia menyodorkan salah satunya ke Maia. “Terima kasih,” Maia menolak halus.“Ayolah,” Dimas membujuk.Maia sebetulnya masih berniat menolak. Namun ia kemudian mengalah. Sekian cc susu coklat segera terhirup dan menyelusup masuk kedalam tenggorokannya. Dimas lantas duduk di sampingnya. Pria itu menunggui sampai Maia menyelesaikan beberapa tegukan.“Seperti kau tahu, aku tadi sempat melihat perbuatanmu di restoran,” katany
Read more

Prototipe

Maia menyelonjorkan tubuh. Debur ombak makin intens menyeruak masuk kedalam sepatunya. “Halusinasi, detak jantung yang bertambah cepat, tekanan darah meninggi hingga rusaknya pembuluh darah otak. Secara bersamaan timbul dampak psikologis atas dirinya. Halusinasi. Neni mengalami perubahan perilaku menjadi buruk. Hal itu terus terjadi sampai kemudian ia hypertemia.” “Dan …. tewas?” Dimas mencoba menebak yang lantas dijawab dengan anggukan kecil.Maia menarik nafas. Nampak sekali ia berusaha meredam emosi kesedihan. Dimas merengkuh pundaknya. Mencoba memberi semangat. Sampai sebuah pikiran melintas di benak Dimas.“Tapi maaf, bagaimana mungkin StavoGroup memproduksi obat-obatan seperti itu? Ia bergerak di bidang bio-micro elektronik. Semua orang mengetahuinya.” “Obat itu hanya bisnis sampingan.” Maia menatap Dimas tanpa kedip.
Read more

Lab Rahasia

“Setelah peristiwa di mall barusan, sepertinya bukan hanya mereka. Polisi juga pasti akan mencarimu. Itu dugaanku.” “Kurasa tidak.” “Kenapa?” “Dua orang itu bukan hanya jago secara otot. Otak mereka pun cukup cerdas untuk mematikan seluruh CCTV di seluruh interior dan exterior gedung, sebelum memulai aksi pembunuhan atas diriku. Jadi untuk soal yang satu itu, aku aman. Musuhku hanya tetap dari para anak buah Nikolai yang dendam padaku.” “Dendam? Menurutku motifnya tidak sesederhana itu.” Dimas menggeleng mantap. “Kurasa Nikolai belum mati dan ia mencarimu.” Kini Maia yang ganti menggeleng kepala. “Tak mungkin.““Kau tidak memantau perkembangan berita selanjutnya? Mayatnya tidak ditemukan, Maia!““Namun aku yakin ia tewas,” kata Maia bersikukuh. “Seluruh
Read more

Terpikat

Di antara kerumunan dan keriuhan sekitar lokasi, seorang pria lain muncul. Mengenakan jaket kulit coklat yang buram termakan waktu, ia hanya melihat-lihat keadaan di sekitar tempat tersebut. Wajah Kaukasian yang ia miliki tidak dapat tertutupi panjang rambut, kumis dan cambangnya yang jauh dari rapi. Kendati tidak banyak bertanya, ia dapat mendengar dari ucapan-ucapan orang sekelilingnya tentang apa yang terjadi.“Penyerangan bersenjata. Gila! Bagaimana bisa terjadi?“ terdengar seseorang berkomentar.Pria itu melirik. Dengan ujung matanya ia menangkap pembicaraan antara dua orang polisi yang berdiri tidak jauh dari posisinya.“Entahlah.““Sudah kau dapatkan data mengenai pelakunya?““Belum. Dua orang pelakunya tak sadarkan diri. Dalam hari ini mungkin baru bisa ku dapatkan.““Siapa sebetulnya yang mereka tuju?““Entah.““Kau tidak mendapatkan informasi sama sekali? Ayolah, kau setengah jam tiba disini lebih cepat dari aku!““Kau tidak akan percaya kalau kukatakan bahwa pelakunya adala
Read more

Ajal Yang Pasti Menjemput

Menghadapi ajal yang sudah pasti menjemput, apa yang perlu dilakukan seorang manusia dalam keadaan seperti itu? Ketika detik waktu menjadi begitu berarti, Dimas hanya ingin bersama wanita itu dan pekerjaan yang ia miliki memungkinkan itu terjadi karena ia bisa melakukan pekerjaan secara daring. Tak inginnya ia jauh dari Maia mungkin memberi kesan cengeng, rapuh. Tapi Dimas tak peduli karena Maia sudah bukan lagi menjadi orang lain bagi dirinya. Bagi hidupnya. Ia membutuhkan dan sangat mendambakan wanita itu. Pun puterinya. Kegalauan yang sama, yang mungkin lebih berat, dialami oleh Maia. Mencoba bersikap wajar dan seolah tak ada apa-apa, ia melanjutkan hidup. Bagi Maia, waktu yang tersisa ia ingin perlakukan dengan sebaik mungkin. Terputus dari kehidupan masa lalu, hanya ada segelintir orang di dunia ini yang begitu menaruh harap dan cinta padanya. Hanya pada merekalah ia kini berfokus dan mendedikasikan hidupnya. Ia pun pada akhirnyaa luluh terhadap Dimas. Atas pria yang tetap me
Read more

Serdadu Bayaran

“Kamu suka gaunku?” tanya Maia sambil terus membaca. Dimas gelagapan. Ia tak menyangka bahwa dalam serius membaca ternyata Maia tahu apa yang Dimas lakukan ketika menatapi dirinya.   Tak mau terlihat bahwa ia terciduk, ia buru-buru membantah. “Aku tidak melihati gaunmu.” “Jangan bohong.” “Aku melihati pemandangan alam. Wajahmu.” “Alasan.” “Hei, aku pria normal.”   Maia tertawa kecil. “Sudah lama aku tidak mendengar joke-joke seperti itu.” “Ketika aku mengatakan bahwa aku melihati pemandangan alam yakni wajahmu, itu serius. Dan ketika aku mengatakan aku pria normal, itu jelas bukan joke.” “Apa yang kamu mau tunjukan dengan koran ini?” tanya Maia sambil mengembalikan koran ke tangan Dimas.   “Aku ingin menikmati waktu bersamamu.” Maia tidak segera menjawab. Ia sudah menduga itu jadi alasan mengapa Dimas mendatangi unitnya.   “Boleh?”
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status