Beranda / Urban / Lelaki yang Terbuang / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab Lelaki yang Terbuang: Bab 61 - Bab 70

448 Bab

Bab 61

Gallen mengecek tangannya, seperti orang bodoh. Bersih. Dia pun memamerkannya pada si gadis SPG."Tanganku bersih, Nona. Jadi, tidak akan mengotori motor ini.""Tetap nggak boleh! Keringatmu pasti akan meninggalkan jejak!"Gallen menahan napas untuk sesaat. Sebagai seseorang yang terbiasa bergelut dengan kendaraan, ia ingin merasakan kemulusan motor itu melalui sentuhan."Ini dua puluh lima juta. Kamu mau bayar cash atau kredit?"Gadis itu enggan berlama-lama melayani Gallen. Wajahnya tidak ramah sama sekali saat menyebutkan harga."Aku belum mengeceknya."Gadis itu melotot. "Semua motor di sini baru dengan kualitas yang terjamin bagus. Kalau kamu tidak punya uang, pergi sana! Cari saja motor bekas!"Pelanggan lain masuk. Gadis itu segera menyongsongnya sebelum didahului oleh rekannya. Dia meninggalkan Gallen begitu saja.Gallen bengong, memperhatikan pengunjung yang baru tiba—seorang lelaki paruh baya dengan setelan kantor yang terlihat rapi dan gagah
Baca selengkapnya

Bab 62

Gallen berbalik. Guntur menyusulnya.Gallen mengerutkan alis. Samar-samar ia merasa pernah melihat lelaki itu sebelumnya, tetapi entah di mana."Saya Guntur. Ayahnya Ara." Guntur memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan.Rasa penyesalan telah mematri kuat wajah Gallen dalam ingatannya.Sering kali ia mengutuk diri karena telah menyakiti Gallen, padahal lelaki itu adalah penyelamat putri semata wayangnya.Sebulan lebih ia mengerahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan Gallen, tetapi tak pernah berhasil.Sekarang Tuhan memberinya kesempatan tak terduga. Ia tak akan menyia-nyiakannya."Saya minta maaf karena telah salah paham pada Anda. Saya benar-benar menyesal. Tolong ... maafkan saya!"Gallen tercengang. Guntur berlutut tanpa memedulikan keramaian pengunjung di show room itu.Gallen melihat sekeliling. Semua orang menatap adegan mereka dengan kening berkerut. Tiba-tiba perasaan canggung membuat Gallen gugup. Ia tidak suka menjadi pusat p
Baca selengkapnya

Bab 63

Gendhis bersiap pergi dengan perasaan nelangsa. Langit masih ingin menguji kesabarannya."Sebentar, Nona!" Guntur memanggil Gendhis."Ya, Pak. Apa yang dapat saya lakukan untuk Anda?"Meskipun hatinya masih diselimuti perasaan kecewa, Gendhis tetap bersikap profesional dan menampakkan senyuman ramah dan tulus."Tolong urus proses jual beli motor ini secepatnya!"Gendhis ternganga. Tak percaya dengan pendengarannya. Sedetik kemudian ia tersadar dan buru-buru menyahut, "Baik, Pak! Boleh saya minta foto kopi KTP Bapak?""Tapi, Pak, saya yang melayani Anda!" protes Inez."Maaf, Nona! Nona Gendhis yang melayani anak muda ini dari awal." Guntur menepuk pundak Gallen.Gallen cepat tanggap. Ia membuka dompet, kemudian menyerahkan foto kopi KTP Falisha kepada Gendhis."Maafkan kealfaan saya. Saya bahkan belum tahu nama Anda," aku Guntur, sedikit salah tingkah. "Ara bersikeras merahasiakannya dari saya.""Gallen, Pak. Saya yang seharusnya minta maaf."Seba
Baca selengkapnya

Bab 64

"Gallen berengseeek!" Laura memaki jengkel.Berulang kali ia berteriak menyerukan nama Gallen, tetapi lelaki itu tak mendengar."Ia pasti sengaja menghindariku," gerutunya, menoleh ke arah show room dari mana Gallen keluar. Tergesa-gesa ia melangkah ke sana."Selamat siang, Nona!" sapa Inez dengan nada lesu.Penyesalannya pada Gallen masih menyisakan bekas, tetapi ia tetap memaksakan bibirnya mengukir senyum."Nona mau model apa? Atau mau lihat-lihat dulu?""Oh, tidak. Aku cuma mau nanya."Muka Inez berubah masam mendengar jawaban Laura."Kami jualan motor, Nona, bukan biro informasi!"Laura mengerti. Ia membuka dompet, lalu menyelipkan beberapa helai lembaran merah ke tangan Inez.Inez mengamati sekeliling. Semua orang di show room itu terlihat sibuk dan tidak ada yang memperhatikan mereka.Cepat-cepat Inez menyimpan lembaran uang itu ke dalam saku."Apa yang dapat saya bantu, Nona?" Senyum Inez berubah ramah."Kamu tahu lela
Baca selengkapnya

Bab 65

Gallen dan anak buahnya baru saja selesai menikmati makan siang.Merasa gerah, Gallen melepas kemeja dan menggantungnya pada paku di dinding."Ngopi dulu, baru kerja lagi!" Si rambut jabrik datang dengan membawa nampan berisi tiga cangkir kopi."Ajiib! Ini nih yang aku suka dari Kang Deden. Tanpa perlu disuruh, sudah siap dalam sekejap." Si gembul mengacungkan dua jempol.Rekan kerjanya yang berdarah Sunda itu memang ringan tangan. Meskipun usia Deden lebih tua darinya, lelaki itu tak pernah menunjukkan sikap superior."Namanya juga hidup, Him. Ya harus kreatif dan punya inisiatif. Kalau cuma nunggu, bisa mati kelaparan dan nggak punya apa-apa."Deden melirik Gallen yang baru saja kembali duduk. "Bukan begitu, Bos?""Betul! Zaman sekarang, siapa yang malas akan tergilas. Kalau punya keinginan ya ... harus bergerak sebelum keduluan orang lain.""Nah, dengar tuh, Rohim! Kamu bilangnya mau olahraga biar berat badanmu ideal. Nyatanya masih malas-malasan!"
Baca selengkapnya

Bab 66

Tegukan terakhir dari secangkir kopi pahit membasahi tenggorokan Gallen. Bunyi 'klak' bernada tegas terdengar saat dia menaruh kembali cangkir kosong di atas lepek."Kau bisa kembali jika tak bisa melewati benda-benda sekecil itu!""Galleeen ...."Laura cemberut dan merajuk. Suaranya yang dikemas manja membuat Gallen merinding. Sekujur tubuhnya terasa geli, bagai dijalari ribuan ulat bulu.Deden dan Rohim tak berani bertindak tanpa perintah dari Gallen."Galleeen ... bantuin!"Dua lengan putih mulus milik Laura terentang ke depan. Raut wajahnya memelas, berusaha meluluhkan hati Gallen.Gallen menatap lekat pada Laura, lalu bangkit dan berjalan ke depan. Terlihat sedang bersiap menyongsong Laura.Seringai kemenangan terbit di wajah penuh kepura-puraan Laura. Ternyata Gallen sangat bodoh. Mudah sekali ditipu.Semakin dekat jarak Gallen dengan dirinya, kian lebar seringai Laura."Gallen! Berengsek!" Senyum kemenangan Laura lenyap.Gallen
Baca selengkapnya

Bab 67

Lantaran Falisha bersikeras tidak mau menandatandangani surat penerimaan barang, terpaksa Gallen yang melakukan itu untuknya."Aku yakin kau bisa melunasi cicilannya!" ujar Ghifari setelah orang dari dealer meninggalkan pekarangan rumah mereka."Ayah, motor itu sudah dibayar tunai."Kening Ghifari mengerut, tetapi hanya sedetik."Aku bangga padamu!""Ayah percaya padaku?""Hei! Aku ayahmu. Aku yang telah membesarkanmu. Jika aku tak percaya padamu, siapa lagi?""Terima kasih, Ayah. Aku akan selalu menjaga kepercayaan Ayah."Netra biru keabu-abuan milik Gallen melirik Falisha."Tapi, Yah ... sayangnya adikku tidak seperti Ayah."Puk!Sebuah buku melayang pada Gallen dan menimpuk wajahnya."Aku bukannya tidak percaya! Aku hanya tidak mau Kakak jadi susah gara-gara ingin menyenangkan aku.""Ya Allah, Faly! Buang jauh-jauh pikiran itu!" Gallen mengulurkan tangan, meraih kepala Falisha. Ia merengkuh Falisha ke dalam pelukannya."Aku hanya ingi
Baca selengkapnya

Bab 68

Berbeda dengan saat datang menemui Willy, kali ini Gallen mendapatkan pelayanan prima.Lelaki sangar yang berjaga di sisi pintu private room tak lagi terlihat.Para pelayan tak membiarkan Gallen dan rombongannya menunggu lama.Sesaat setelah duduk, beraneka ragam hidangan lezat terhidang memenuhi meja."Silakan makan sepuasnya, Ayah!" Gallen mengambilkan lobster yang paling besar untuk ayahnya.Dengan gerakan lincah, ia membuka kulitnya dan mengeluarkan daging empuk nan menggugah selera. Ditaruhnya daging beraroma bumbu itu di atas piring Ghifari. "Ini enak sekali, Yah. Cobalah!"Mata Ghifari berbinar terang melihat tumpukan daging kenyal dan lembut di piringnya. Liurnya seakan menetes, tak sabar ingin mencicipi lezatnya cita rasa sang raja seafood.Namun, gerakan tangannya yang hendak mencomot daging lobster itu terhenti. Ia teringat bahwa hari itu adalah ulang tahun Falisha. Mereka ada di sini untuk mensyukuri kebersamaan
Baca selengkapnya

Bab 69

Orang gila mana yang menerobos masuk sesuka hati?Alis Gallen menjungkit naik, mengamati penampilan seorang lelaki paruh baya dengan setelan busana formal. Terlihat seperti kalangan kelas atas.Di sebelahnya berdiri seorang perempuan bergaun putih. Usianya ditaksir sekitar awal lima puluhan, tetapi penampilan fisiknya tampak dua puluh tahun lebih muda.Jelas dia juga berasal dari kalangan jetset dengan biaya perawatan badan, yang mungkin melebihi harga sebuah mobil."Sepertinya Anda salah ruang. Kami telah mem-booking ruangan ini sejak kemarin."Gallen berkata dengan nada tenang dan datar."Aku tidak peduli! Cepat angkat kaki dari sini!" Lelaki itu membentak Gallen, mengusirnya seperti seekor lalat yang hinggap di atas meja makannya. "Aku tidak menyukai kekerasan, tapi ... aku tidak keberatan jika itu yang kau pinta."Kesombongan yang luar biasa! Betapa bumi ini telah dipenuhi oleh orang-orang yang kehilangan hati nurani.Bagaimana mungkin dia mengusir or
Baca selengkapnya

Bab 70

Buku-buku tangan mencuat di sela urat-urat yang bertonjolan. Deru napas memburu seiring dada yang bergerak liar.Pemuda itu mengangkat wajah. Ketakutannya menjelma menjadi murka. Namun, perbedaan status sosial memaksanya menekan sisi emosi negatif itu agar tak lepas kendali."Berani memelototiku?" Armand menggila. Ujung sepatunya melerak kepalan tinju pemuda itu dari lutut."Aku meminta manajer datang ke sini, kenapa cecunguk tak berguna seperti kalian yang muncul, hah?!""Maaf, Tuan. Aku berusaha memenuhi panggilan Anda secepatnya, tetapi mendadak ada panggilan penting. Jadi, aku meminta mereka untuk mewakiliku lebih dulu."Setyo—manajer baru restoran itu—tergopoh masuk dan membungkuk dengan dahi bermandi peluh."Anak buahmu mengecewakan! Mereka bahkan takut pada gembel!""Maaf, Tuan. Sepertinya ada kesalahpahaman di sini.""Apa maksudmu?" Air muka Armand beriak tak senang. "Kau membela pekerja yang tidak kompeten?"Keluhan Armand bak embusa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
45
DMCA.com Protection Status