Codet menendang Ghifari. “Bangun! Kau membuat warna sepatuku menjadi pudar.” Tak ingin membuang kesempatan, Ghifari buru-buru bangkit. Dia membungkuk di hadapan Codet. “Aku akan selalu mengingat kebaikan Anda, Bos!” “Sudah seharusnya begitu, bukan?” Codet kembali mengalihkan perhatiannya pada Falisha. “Sesuai janjimu, kau akan melakukan apa pun untukku, bukan?” Falisha melirik ayahnya. Darah masih mengalir di sudut bibir Ghifari. Hati Falisha terenyuh menyaksikan penderitaan ayahnya. Lalu, dia mengangguk. “Bagus! Kalau begitu, mulai malam ini kau harus menemaniku,” kata Codet. Matanya berkilat. “Kau hanya boleh pulang setelah ayahmu melunasi semua utangnya.” Mendengar permintaan konyol Codet, mulut Falisha ternganga. Walaupun dia sudah bisa memprediksi kemungkinan adanya keinginan kotor yang melintas di benak Codet, tetap saja dia kaget sekaligus marah. “Dalam mimpimu!” Senyum di wajah Codet menghilang. Falisha
Read more