Lima menit kemudian, dua anak buah Codet menggiring Falisha keluar. Gallen memindai sekujur tubuh adiknya di bawah temaram sisa-sisa mentari senja. Rambut Falisha awut-awutan. Beberapa luka lebam membekas pada kulit lengannya yang putih mulus.
Gallen menekan amarah di dada. Semakin dekat jarak Falisha dengan dirinya, kian jelas jejak kekejaman Codet di matanya. Giginya mengerit. Dalam hati ia bersumpah akan mencabut nyawa Codet dan anak buahnya jika para bajingan itu berani merusak masa depan adiknya.
Gallen menaruh koper di lantai, lalu mundur beberapa langkah. Matanya awas mengikuti setiap gerakan anak buah Codet yang membawa Falisha.
Begitu Falisha dan koper berdiri sejajar, Gallen dan Codet serentak bergerak maju. Masing-masing mengambil apa yang seharusnya menjadi milik mereka.
Gallen menuntun Falisha menuju motor. “Apa mereka menyakitimu?”
Falisha menggeleng. Tubuhnya masih gemetar. Sisa-sisa ketakutan akan mendapat perlakuan tak senonoh
Semua anak buah Codet tercacak seperti patung dalam pose siap menyerang. Hanya mata mereka yang mampu bergerak, memancarkan kilat keheranan dan ketakutan. Menyaksikan kejadian tak terduga itu, lutut Codet melemas. Dia tidak melihat Gallen berpindah dari tempatnya berdiri. Lelaki itu hanya melambaikan tangan dan berputar, tetapi dampaknya sangat luar biasa. Lima anak buahnya berubah menjadi manusia patung. “Aku tidak akan tertipu dengan sihir murahanmu itu!” Codet enggan mengakui kekalahannya. Dia yakin kekuatan Gallen tidak akan berpengaruh lama terhadap anak buahnya. “Berlutut sekarang! Dengan begitu, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk mengampuni nyawamu.” “Kau bukan Tuhan yang patut untuk disembah! Kau bahkan tidak layak untuk mendapatkan penghormatan dariku.” “Kau!” Codet menggeram marah. Baru kali ini dia bertemu dengan anak muda yang begitu angkuh dan sangat percaya diri. Dia ingin menyobek mulut Gallen. Kemar
Codet ingat dengan sangat jelas bahwa sore tadi tiga ekor ular kobra peliharaannya tidak kembali ke kandang mereka. Bagaimana kalau ketiganya tiba-tiba muncul dan mematuk dirinya atau anak buahnya? Langkah Gallen terhenti. “Benarkah?” “Ya, ya. Kau dapat memegang kata-kataku.” Kembali Gallen berjongkok di dekat Codet. “Baiklah. Aku akan melepaskanmu kali ini, tapi dengan syarat!” “Ya, ya. Aku akan melakukannya!” Suara desis dari semak belukar menambah ketakutan Codet. Dia ingin selekasnya pergi dari tempat terkutuk itu. “Kau sangat tidak sabar!” Gallen menajamkan penglihatannya, sementara tangannya bergerak memungut kerikil di sekitarnya. Sambil memainkan kerikil di tangannya, Gallen berkata datar, “Kalau kau masih bekerja untuk orang-orang kaya yang menindas rakyat jelata, kupastikan kau akan kehilangan bisnis supermarket dan hotel yang kau banggakan itu!” Codet ternganga. Rangkaian kalimat Gallen seperti gelega
Menembus dinginnya malam, Gallen membelah jalanan dengan kecepatan tinggi. Teringat Falisha mungkin belum makan sejak siang, Gallen memarkir motor bututnya di sebuah restoran.“Pesan apa pun yang kau mau! Kau pasti sangat lapar.” Gallen menyodorkan daftar menu kepada Falisha.Tak dipungkiri, Falisha benar-benar lapar. Berjam-jam perutnya kosong. Terakhir kali, dia hanya sempat menikmati semangkuk bubur saat sarapan pagi. Begitu orderan terhidang, Falisha melahap rakus makanan di atas meja.Uhuk! Uhuk!Falisha tersedak. Buru-buru Gallen menyodorkan segelas air pada Falisha dan berkata, “Makan pelan-pelan! Tidak ada yang akan mencuri makananmu.”Sikap Falisha seperti seorang bocah yang baru saja menikmati makanan enak untuk pertama kali, dan dia takut orang lain akan merampas kenikmatan itu darinya.Setelah Falisha makan dengan normal, Gallen mulai menyuap makanannya.“Bukankah aku tadi memintamu untuk menj
Bak seorang ksatria melindungi junjungannya, Falisha melawan ketakutan di dalam dirinya untuk bangkit dari duduk. Dia tegak membelakangi ayahnya. Menyembunyikan lelaki rapuh itu dari pandangan orang asing.Baru saja Falisha hendak membuka mulut untuk memaki Codet dan gerombolannya, bunyi gedebuk keras mengunci mulutnya yang ternganga.Codet dan anak buahnya berlutut di lantai dengan kepala tertunduk.“Maafkan kami, Tuan Ghifari! Katakan apa yang harus kami lakukan untuk menebus kesalahan kami!”Apa matahari terbit dari Barat? Falisha mengucek mata, seperti baru saja bangun dari tidur dan belum terlepas dari pengaruh mimpi.Uhuk! Uhuk!Suara batuk Ghifari menyadarkan Falisha.“Pergi! Jangan ganggu ayahku! Apa kalian belum puas telah membuatnya terbaring di sini?”Codet merangkak maju, menjangkau kaki Falisha. Kaget dengan gerakan tak terduga Codet, Falisha bergerak mundur hingga pantatnya membentur
Senyum tulus terukir hangat di bibir Ghifari. Penampakan bibir pucat itu masih sedikit dower dan menyisakan lecet.“Aku senang kalian akhirnya menyadari kesalahan kalian.”“Ya, ya. Kami sungguh bodoh sebelumnya. Kami buta akan nilai-nilai kebenaran, tapi … kini mata hati kami telah terbuka.”“Bangunlah! Jika kalian terus berlutut, bisa-bisa orang lain akan berpikir bahwa kami menyiksa kalian.”Falisha mendelik. Dia tidak suka ayahnya telah melupakan kekejaman Codet dan anak buahnya. Akan tetapi, dia juga tidak bisa mencegah ketika gerombolan gangster itu bergegas bangkit setelah mendengar perintah Ghifari.“Terima kasih, Tuan! Anda sungguh lelaki berhati mulia.”Codet mengayun langkah mendatangi Ghifari. Dia tersenyum ramah pada Falisha dan berkata, “Permisi, Nona! Mulai hari ini, aku yang akan menemani Tuan Ghifari.”Seperti terhipnotis, Falisha menyingkir ke samping.
“Apa pinggang Ayah masih nyeri?” Gallen meraba lembut bagian tulang rusuk Ghifari yang patah.“Aku memiliki anak lelaki bertangan ajaib. Bagaimana mungkin aku masih merasa nyeri?”Mata Ghifari penuh dengan kilatan senyum dan bangga saat menyanjung Gallen.“Oh, jadi itu alasan Anda menolak dokter untuk melakukan tindakan operasi?”Entah sejak kapan Hellen memasuki ruangan. Ghifari dan yang lainnya tak ada yang menyadari kemunculan dokter cantik itu. Apa perempuan itu memasang buntalan kapas pada hak sepatunya hingga langkahnya tak terdengar?Gallen kikuk. Dia menerapkan pengobatan alternatif kepada ayahnya secara diam-diam. Namun, ayahnya baru saja membocorkan rahasianya tanpa sengaja. Apa Dokter Hellen akan marah?“Aku sudah tua dan terlalu takut untuk menghadapi pisau bedah.”Ghifari menyelamatkan Gallen dari rasa canggung. Lelaki sepuh itu tersenyum kepada Hellen. Lalu, menyodorkan len
Senyuman hangat mengembang di bibir Gallen. “Ayah fokus saja pada pemulihan kesehatan Ayah. Biarkan biaya rumah sakit menjadi urusanku!” Ghifari tidak tahu kalau Gallen sudah merebut kembali rumah mereka yang tergadai. Dia pikir anak gadisnya telah berhasil mendapatkan rumah kontrakan. Tak masalah ukurannya kecil. Yang penting mereka bisa tinggal dengan damai. Kalau saja identitas asli Gallen bukan sebuah rahasia, tentu Ghifari tidak akan secemas itu memikirkan dari mana mendapatkan uang untuk melunasi tagihan biaya rumah sakit serta membayar kontrakan nanti. Gallen menoleh pada Codet. “Temani ayahku sebentar! Aku akan menghubungi seseorang.” “Kalau Tuan bermaksud untuk menyewa kendaraan, itu tidak perlu. Aku akan dengan senang hati mengantar Tuan Ghifari.” Gallen membatalkan niatnya untuk menghubungi Kenzie. “Kau bawa mobil?” Codet mengangguk, lalu menelepon salah satu anak buahnya. “Kenapa tidak bilang dari tadi!” Gallen mera
Turun dari motor butut kesayangannya, Gallen disambut oleh wajah serius Kenzie. Lelaki itu duduk di atas sebuah kursi plastik berbentuk bulat sambil mengawasi seorang karyawan Gallen yang sedang bekerja.“Sudah lama?”Kenzie baru menyadari kehadiran Gallen. “Ah, belum terlalu lama,” sahutnya, meninggalkan tempat duduknya dan menyusul Gallen masuk ke sebuah ruangan kecil.“Kau sudah mendapatkan informasinya?” tanya Gallen, menghempaskan pantat pada kursi putar tua. Warnanya bahkan sudah pudar.“Ya. Tidak sulit mendapatkannya.”Kenzie duduk berhadapan dengan Gallen. Mengulurkan sebuah amplop cokelat kepada Gallen.Gallen membuka amplop di depannya. Ekspresi wajahnya tak terbaca ketika dia sedang berkonsentrasi menyerap informasi yang tersaji dalam semua dokumen itu. Setelah selesai, ditaruhnya kembali amplop itu di atas meja.“Jadi, Codet benar-benar pemimpin tertinggi kelompok Cakar
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada