Home / Romansa / Berpisah Untuk Bersatu / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Berpisah Untuk Bersatu: Chapter 71 - Chapter 80

113 Chapters

Anak-anak Cinta

"Ya jelas ikut Mama, lah!" jawaban Langit membuatku tersirami kesejukan tanpa akhir. "Dek Laut sama Dek Bumi juga ikut Mama. Aku sudah tanya sama mereka. Kan, kami sayang Mama. Selama ini kan, Mama yang selalu ada buat kami? Berjuang dengan tulus buat kami, siang dan malam. Sampai harus ke Jerman juga kan, buat kami  mana mungkin kami  berpaling?"  Sampai di sini, mendadak aku terserang gagu. Bisu. Begitu banyak kekuranganku tapi mereka begitu tulus menerima, menyayangi. Oh, rasa ini sungguh tak bisa terwakilkan oleh kata-kata.  "Mama jangan khawatir ya, Ma?" kata Langit lagi masih dengan nada, intonasi dan volume yang sama. "Apa pun keadaannya, kami tetap bersama Mama. Mama lupa, ya? Kami kan, anak laki-laki? Sampai kapan pun tetap menjadi anak Mama?"  
last updateLast Updated : 2022-04-09
Read more

Resmi Berpisah

"Oh, Tuhan …!"  Tak ingin mengeluh lagi, sungguh. Tapi lihatlah sekarang, hidupku sudah seperti dua sisi mata uang yang tak pernah dapat terpisahkan.  Sisi pertama, aku senang karena akhirnya berhasil pindah ke Weinsberg. Mbak Kinan dan Kastil baru saja pulang ke Heidelberg. Baru saja aku tersenyum di depan foto Ema dan Kenzo, bercerita pada mereka, kalau kami baru saja pindah. Sisi ke dua, Ibu menelepon dan memberi tahu kalau surat perceraian kami sudah keluar dari Pengadilan Agama. Walaupun tahu, sadar bagaimana jahatnya Mas Tyas, tetap saja rasanya sakit. Sakit sekali. Hancur. Remuk. Terserpih-serpih tanpa tepi. Oh, seperti ini ternyata rasanya kehilangan cinta. Seperti tubuh kehilangan ruh.  
last updateLast Updated : 2022-04-09
Read more

Jangan Menangis Lagi!

Ah!  Sakit sekali rasanya untuk tidak mengakui dengan jujur kalau diri ini terluka, patah dan akhirnya hancur berkeping-keping. Seperti tertindih sesuatu yang sangat berat tepat di atas dada, menciptakan sebentuk sesak. Jadi, di sinilah aku sekarang, kamar utama dan membebaskan diri untuk mengekspresikan apa pun yang dirasakan. Anak-anak sudah tidur sejak beberapa menit yang lalu, usai Lova dan aku makan malam. "Sebenarnya aku cinta banget sama Mas Tyas. Walaupun menikah karena terpaksa tapi pada dasarnya aku cinta banget sama dia. Sempat benci sih, sakit hati, beberapa saat setelah kejadian super memalukan di Balai Dusun, sembilan belas tahun lalu. Namun aku bisa cepat menyembuhkannya. Berpisah dengannya adalah sesuatu yang tak pernah kuinginkan terjadi." memulai perbincangan dengan bayangan diri yang membantu di cermin meja ri
last updateLast Updated : 2022-04-11
Read more

Wajib Tegar dan Bersemangat

"Ema?" panggilku penuh sayang, begitu sampai di ruang rawat inapnya. Sejujur-jujurnya kukatakan, terkejut dan tak percaya melihat Ema yang sekarang. Rambutnya dipangkas cepak (dua centimeter), tubuh semakin kurus, wajah tirus dan senyumnya menjadi aneh. Asing.  "Ema, how are you?" Aku memberanikan diri untuk bertanya setelah memandang sejenak pada Suster penjaga. "I bring you pizza, Ema. Emh, I also bring you salad and soya milk." Suster membantu meletakkan oleh-olehku di meja, samping tempat tidur. Ema masih meringkuk di sana, menggigit kuku. Terlihat jelas, dia gelisah dan takut.  "Do you want to eat, Ema?" Suster bertanya sambil menaikkan volume suara. "Do you know who is visiting you?" Seperti seseoran
last updateLast Updated : 2022-04-11
Read more

Selalu Ada Warna Cerah

Aku baikAku tulusAku jujurAku humbleAku sabarAku tegarAku ikhlasAku bahagiaAku berpikir positifAku cerdasAku praktis Aku realistisAku kayaAku suka berbagiAku suka memaafkanAku bukan pembenciAku bukan pendenda
last updateLast Updated : 2022-04-13
Read more

Tak Mudah Untuk Mencintai

Mas Wangi melambaikan tangan, berseru memanggil namaku. "Ayung, di sini!"  Sesegera mungkin, aku berjalan ke sana sambil menggandeng Lova, mendorong stroller Baby Elora. Jujur ya jujur, aku mau bersusah payah menemui Mas Wangi di sini bukan karena memiliki perasaan yang sama dengannya, lho. Ya, apa salahnya sih, kalau kami tetap menjalin silaturahmi? Bukankah itu jauh lebih baik dari pada berpacaran?  "Aduh, maaf banget ya, Mas Wangi?" kataku setelah berhadapan dengannya. "Ayung telat banget ya, Mas?" Mas Wangi tertawa kecil, gembira. "Oh, nggak apa-apa kok, Ayung. Kamu bisa datang saja aku sudah senang sekali." "Ya, begitulah Mas. Anak-anak rewel tadi terutama Baby Elora. Ngantuk banget kayaknya, jadi ngg
last updateLast Updated : 2022-04-19
Read more

Demi Ema dan Baby Elora

"Yung, ada apa sebenarnya?" Mas Wangi mengulangi pertanyaannya yang belum sempat kujawab tadi. Sekarang kami sudah di apartemennya, di Frankfurt. Terpaksa aku meminta bantuannya karena takut Barlie akan menguntit atau semacamnya dan jadi tahu di mana kami tinggal. "Ceritalah Yung, jangan dipendam sendiri. Siapa tahu aku bisa bantu? Kalaupun nggak, minimal kamu jadi nggak terlalu sumpek, Yung. Khawatir juga lama-lama aku sama kamu, Yung."  Mengingat anak-anak masih tidur yang berarti akan lebih leluasa  sharing dengan Mas Wangi aku tergerak untuk maju. "Jadi kan Mas Wangi, awalnya Ayung bekerja di rumah Mbak Kinan, jadi pengasuh anak. Entah bagaimana belum genap tiga bulan di sana, Mbak Kinan mengoper Ayung ke rumah Ema, mommy Baby Elora. Karena nggak mungkin pulang ke Indonesia dalam keadaan tanga
last updateLast Updated : 2022-04-21
Read more

Menyusun Rencana Kepulangan

Tiga bulan sudah berlalu dari sejak pertemuanku dengan Mbak Kimi di apartemen Mas Wangi dan kontrak kerjaku bersama Ema sudah mendekati garis the end. Tiga minggu lagi, bayangkanlah! Padahal sampai detik ini belum juga menemukan solusi, kepada siapakah harus menitipkan Baby Elora?  Ema belum sembuh, masih harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit jiwa. OK, fine. Kalaupun misalnya sudah membaik dan boleh pulang, siapakah yang akan merawat? Siapa juga yang akan menjadi mereka?  Ya ampun!  Baby Elora baru berusia tujuh bulan, lho. Apa mungkin Ema bisa melakukan  semuanya sendiri? Mengurus diri sendiri, Baby Elora dan semua perkerjaan rumah. Maksudku apa langsung bisa, setelah pulang dari rumah sakit nanti? Bukan berarti aku mendoakan supaya skizofr
last updateLast Updated : 2022-04-23
Read more

Jangan Sentuh Anakku!

"Maaf, Tuan Barlie … Bukan berarti saya ingin menguasai Baby Elora atau bagaimana tetapi Ema sudah berpesan pada saya, supaya Tuan Barlie tidak menyentuh Baby Elo---" "Dia anak saya, Nyonya Ayung! Apa dia lupa?" Barlie terlihat emosional di sini, mengundang ketakutanku muncul ke permukaan. "Hah, dasar orang gila!" Ha, apa? Berani-beraninya Barlie menghina Ema seperti ini? Ema tidak gila! Dia hanya sedang mengalami gangguan jiwa dan itu karena ulah siapa? Dia sendiri, bukan? Kalau begitu siapa yang gila? "Tolong jaga ucapan Anda, Tuan Barlie!" "Oh tentu, Nyonya Ayung. Sikap apa yang pantas saya berikan untuk orang gila seperti E---"&nbs
last updateLast Updated : 2022-04-23
Read more

Baby Elora= Anak Hatiku

"Hahahaha … Akhirnya kamu telepon aku juga, Yung?" suara Mas Tyas terdengar meremehkan. "Kangen ya, berat kan jadi janda? Dingin kan, nggak ada yang ngeloni malam-malam? Oh, hahahaha aku lupa kalau sebelum jadi janda pun sudah nggak nggak ada yang ngeloni. Hemh, habis kamu jual mahal banget sih Yung, angkuh! Nah sekarang, kesepian juga kan kamu …?" Setegas mungkin aku menanyakan. "Kenapa Mas masih saja menekan anak-anak? Memangnya mereka boneka yang bisa Mas main-mainkan sesuka hati Mas? Tidak Mas, Bukan!" Bukannya mereka atau bagaimana, Mas Tyas justru semakin menjadi. "Hei, sssttt … Kamu ini bicara apa sih, Yung? Ketemu sama mereka saja aku nggak pernah, gimana aku bisa nekan atau apapun itu yang kamu tuduhkan. Ah, sudahlah Yung. Nggak usah dramatis kayak gini, sih?" 
last updateLast Updated : 2022-04-24
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status