Home / Romansa / Berpisah Untuk Bersatu / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Berpisah Untuk Bersatu: Chapter 21 - Chapter 30

113 Chapters

Cinta Yang Berkhianat

Rasanya seperti mendapatkan jahitan lima belas di jalan lahir tanpa obat bius begitu menyadari siapa perempuan yang diajak Mas Tyas pulang. Tak salah lagi, dia itu Sari. Iya, Sari. Sahabat dekat aku selain Ajeng dan Dik Puri. Wah, Mas Tyas pasti sudah berstatus sebagai ODGJ, asli. Apa dia tidak tahu kalau Sari itu sahabat dekatku? Lihatlah, tanpa sedikit pun rasa malu mereka begandengan tangan, masuk ke ruang tamu. Oh, mungkin hati kiamat sudah semakin dekat. Mas Tyas bahkan tidak menyapa anak-anak sama sekali. Padahal Lova merangkak cepat untuk menyambutnya, lho. Tapi dia bergeming  seolah-olah Lova bukan anak kami. "Mas, tolong jaga Adek sebentar, ya?" kataku pada anak-anak, "Mama mau ketemu sama Ayah dulu. Ya?"Langit menarik tanganku, memandang dengan sorot mata penuh kekhawatiran, "Mama yakin?" Aku mengangguk, memejamkan mata. Membuka mata kembali dan memandangi anak-anak cintaku satu per satu. Yakin. Hatiku sudah yakin dan sekarang juga ha
last updateLast Updated : 2022-01-27
Read more

Allah Maha Baik

Kali ini aku benar-benar hancur, berkeping-keping!Mungkin lebih hancur dari pada daratan yang dihujani rudal. Bagaimana tidak? Bukannya menyadari setiap kesalahan yang telah diperbuat, Mas Tyas justeru semakin gila. Bukti nyatanya, Sari. Tak pernah terpikir olehku kalau ternyata dia suka bermain perempuan. Tak sedikit pun terlintas dalam benak, setelah Ratna yang bagiku misterius, masih ada Sari. Aku semakin yakin, dalam tubuh Mas Tyas tak ada sesuatu yang bernama perasaan. Kalaupun ada, berarti perasaannya itu sudah tumpul. Jelas-jelas kami bersahabat dekat, masa Mas Tyas tak tahu? Buta mata hatinya, hanya karena nafsu. Ah, sudahlah!Takkan ada habisnya kalau membahas Mas Tyas dengan segala kegilaannya itu. Bahkan, sampai detik ini---tiga hari pasca kepulangannya bersama Sari---belum menghubungi aku sama sekali. Sungguh, sampai-sampai aku menyimpulkan kalau Mas Tyas sudah kumpul kebo bersama Sari. Apa lagi? Mustahil dia pulang ke rumah Ibu, karena tak ad
last updateLast Updated : 2022-01-27
Read more

Sahabat Jadi Madu

Apa, siapa yang jadi pengantin?Siapa yang menikah?Nyaris saja jantungku terlepas dari tempatnya dalam arti yang sesungguhnya, begitu mengalihkan pandangan ke depan. Di sana, di depan rumah Ibu berdiri tenda biru dengan janur melengkung sepaket lengkap dengan kelapa gading dan pisang di kanan kirinya. Ajaib, ini benar-benar ajaib. Sukses membuat otakku konslet dalam sekejap mata. Oh, rasanya aku ingin menjerit-jerit sambil mengacak-acak kerudung seperti orang gila. "Udah bubar deh Ma, kayaknya?" seloroh Bumi membulat utuhkan kesadaranku, "Tapi siapa yang jadi manten ya, Ma? Aku ke sana duluan ya Mama, tanya sama Uti?' Sepenuh sadar, aku menahan Bumi. Menarik tangannya sebagai isyarat supaya dia tetap di sini bersamaku, "Mas Bumi, kita barengan saja. Sebentar, Mama parkir motor dulu di depan Masjid, ya? Yuk, temani Mama, yuk?"Sebagaimana yang biasa dia lakukan terhadapku, Bumi patuh. Menjajariku berjalan ke Masjid, tanpa berkata-kata. It
last updateLast Updated : 2022-01-27
Read more

Bodoh Tapi Cinta

Apakah aku sudah gila?Mungkin. Lebih tepatnya aku tak tahu. Terlalu takut untuk menarik sebuah kesimpulan di sini. Tapi yang jelas, rasa-rasanya aku mengalami perubahan tiga ratus enam puluh derajat dari biasanya. Serius. Banyak berubah tapi tak kuasa untuk mencegahnya. Salah satunya, jadi lebih sensitif dan emosional. Bahkan, kadang-kadang ada kecenderungan untuk temperamental padahal hanya berhadapan dengan hal-hal kecil seperti Lova yang merengek minta jalan-jalan di sekitar rumah. Ya, jujur ya … Kalau sudah seperti itu, aku sampai menggendongnya dengan kasar sambil menggerutu dalam hati. Belum hal-hal yang lain, seperti Bumi yang tak sengaja menumpahkan es tehnya atau Laut yang terlalu banyak menggunakan  sampo pada saat keramas. Sudah jelas aku mengomel panjang kali lebar oleh karenanya sampai-sampai  Langit menegur dengan mimik wajah canggung. Percayalah, semua itu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Seluruh orang di dunia ini juga t
last updateLast Updated : 2022-01-27
Read more

Cinta Yang Amnesia

Sudah lima bulan berlalu dari sejak menikah dengan Sari, Mas Tyas tidak pernah pulang ke rumah. Pernah sekali, itu pun hanya sebentar. Mengambil pakaian, laptop, kamera dan tas kerjanya lalu pergi lagi. Sedihnya, dia pulang saat Lova masih tidur sedangkan mas-masnya sudah berangkat ke sekolah, termasuk langit. Setelah kubujuk mati-matian, akhirnya mau juga dia kembali ke pesantren. Dengan berat hati dan terpaksa, aku membolehkan Laut mengantarkannya dengan berboncengan sepeda motor. Bagaimana lagi? Lova rewel berat waktu itu, tak mau ditinggal sebentar saja. Tak mau lekang dariku walaupun hanya satu detik.Mas Tyas tak banyak bicara denganku waktu itu. Nyaris tak berbicara sama sekali, malah. Tapi aku tak mungkin diam, mumpung dia pulang. Sesakit dan seremuk apa pun hati ini, berusaha untuk mengabaikannya. Demi anak-anak. Mereka jauh lebih penting dari pada setiap rasa pedih yang mendera. "Kamu nggak kangen anak-anak, Mas?" tanyaku sambil menjajarinya berdiri di
last updateLast Updated : 2022-01-27
Read more

Kepulangan Yang Menyakitkan

Berbeda dengan kepulangannya yang dulu, sekitar tiga minggu setelah menikah dengan Sari, kali ini Mas Tyas terlihat lebih baik. Artinya tidak memasang wajah masam, cemberut atau tak peduli lagi. Dia malah tersenyum tipis sambil menatapku sebentar---sekitar tujuh detik---saat aku membukakan pintu ruang tamu. Anehnya, semua sikapnya itu justru menciptakan sebentuk rasa muak yang begitu besar dalam benak. Ingin rasanya memukuli Mas Tyas sampai babak lemur. Tapi tentu saja itu tak pernah terjadi, karena Payung Teduh ini bukan perempuan yang kasar, pada dasarnya. "Kamu, Mas?" entah mengapa, pertanyaan itu yang terlontar begitu saja dari mulutku, "Kenapa kamu pulang, Mas? Ada apa?"Mas Tyas menghentikan langkah, persis di depan pintu yang berhadapan dengan tangga ke lantai dua. Memutar tubuh dengan ringan dan melemparkan senyum tipis lagi padaku. Karena masih merasa aneh dengan sikapnya---rasa muak pun masih mengisi benak---aku duduk di kursi kayu ruang tamu. Menguliti
last updateLast Updated : 2022-01-27
Read more

Mantan Anak

Tidak! Ini tak bisa dibiarkan lagi. Tanpa memberikan isyarat dalam bentuk apa pun sebelumnya, tiba-tiba Langit pulang dari pesantren. Bukan pulang karena liburan tetapi sudah tidak mau kembali belajar di sana lagi. Bukan hanya pakaian, bahkan semua perlengkapannya pun dibawa pulang. Termasuk sandal jepit yang khusus untuk di pesantren.Tolong jangan tanyakan bagaimana perasaanku saat ini! Tak tergambarkan baik dengan kata-kata maupun coretan."Lha, kamu kenapa e Mas Langit?" tanyaku masih dengan kesadaran yang belum penuh, "Ada masalah apa, Mas?"Anak sulungku yang selama ini kugadang-gadang menjadi Ustadz atau Da'i itu hanya menggeleng-gelengkan kepala. Memejamkan mata rapat-rapat seolah menahan sesuatu yang sangat berat dan menyakitkan. Bibir terkatup rapat dan baru kusadari wajah profesor kecilku itu pucat, berkeringat. Aku yang mati-matian berusaha untuk mengendalikan diri sekarang, jangan sampai menambah beban pikirannya. Takkan ada asap jika t
last updateLast Updated : 2022-01-27
Read more

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Di depanku, Limas tertunduk pilu. Bagaimana ya membahasakannya? Sejujur-jujurnya aku sangat terkejut, terpukul dengan berita yang dibawanya sore ini. PAYUNGMAS, perusahaan moover peninggalan Bapak jatuh bangkrut entah mengapa. Menurut versi Limas sih karena ada beberapa klien yang melakukan kecurangan. Mereka hanya membayar DP tapi tidak segera melakukan pelunasan ongkos kirim barang. Ya, aku memang tidak paham apa dan bagaimana sistem operasional di Payung Mas tapi kok, sepertinya aneh? Masa hanya karena perilaku negatif beberapa klien saja, perusahaan bisa sampai kolaps? Ah! Tapi itu tidak penting lagi sekarang. Ada hal yang jauh lebih besar dan penting di atas berita menyedihkan sekaligus memprihatinkan itu. Intinya, Limas menagih hutangku tempo hari. Bukan hanya melanggar kesepakatan, Limas juga mengharuskan aku untuk melunasinya. Sesegera mungkin. Padahal jelas-jelas dia sendiri yang memberikan  solusi waktu itu. Untuk pembayaran hutang, dia akan
last updateLast Updated : 2022-01-27
Read more

Semua Karena Terpaksa

"Mama mau kerja ke mana e, Ma?" pertanyaan Bumi yang sepolos kanvas mengejutkan sekaligus menapakkanku pada selasar kenyataan, tentu saja, "Jangan jauh-jauh Ma, kerjanya. Nanti kalau aku kangen sama Mama gimana? Terus, kalau Mama capek yang mijitin siapa? Kalau masuk angin juga, Mama nggak bisa kerokan sendiri kan, Ma? Jangan jauh-jauh Ma, kerjanya. Yang deket-deket saja biar aku bisa bantuin Mama."Aku memutar kembali anak kunci sepeda motor ke kiri, demi bisa memperhatikan Bumi dengan lebih sesama. Walaupun dada ini sudah seperti daratan yang kejatuhan bom atom, sih. Oh, mungkin sebentar lagi air mataku akan segera membanjir. "Le, Mas Bumi … Mama harus kerja Le, demi masa depan kita." aku berusaha memberikan jawaban yang mudah dicerna oleh akal kanak-kanaknya, "Kalau Mama kerja di dekat-dekat sini, nanti gajinya nggak cukup buat bayar hutang. Belum lagi untuk kebutuhan hidup kita yang lainnya. Sekolah ka---""Aku nggak sekolah juga nggak apa-apa k
last updateLast Updated : 2022-01-28
Read more

Jerman, Cerita Baru Kehidupan

Mau tidak mau, rela tidak rela aku harus melepaskan sepeda motor satu-satunya pada Hero Finance. Ulah jahat siapa lagi kalau bukan Mas Tyas? Dia menggadaikan BPKB sepeda motorku tanpa sepengetahuanku, tentu saja. Ah, bagiku bukan hal yang aneh lagi, bagaimana bisa Mas Tyas bisa mendapatkan tanda tangan seorang Payung Teduh. Iya, kan? Sedangkan memalsukan hati dan segala isinya saja bisa kok, apalagi hal yang berupa tanda tangan! "Mama, Mama!" Bumi duduk selonjor dengan lemasnya di hadapanku, disusul oleh Langit dan Laut yang terlihat emosional. Lova sudah tertidur lelap di pangkuanku. Inilah, untuk pertama kalinya dalam hidupku sebagai seorang ibu aku menumpahkan air mata di depan mereka. Oh, rasanya tak sanggup lagi menahan semua beban. Gemetar sekujur tubuh oleh karenanya."Mama … Gimana ini, Ma?" tanya Laut tersendat-sendat menahan air mata, "Mama nggak punya motor lagi sekarang." Langit yang biasanya diam menyimak keadaan &nbs
last updateLast Updated : 2022-01-28
Read more
PREV
123456
...
12
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status