Semua Bab Pesan Kotor Di Laptop Anakku: Bab 121 - Bab 130

150 Bab

118

BAGIAN 118POV DONI SUBRATACUKUP TAHU DIRI              “Nggak perlu minta maaf, Mas. Cukup mundur aja dari hidupku, aku udah senang banget!”              Zulaika menepis kasar tanganku. Dia mendengus kesal, kemudian ngebut masuk ke kamar dengan langkah terburu. Bunyi gedebum dari pintu yang dibantingnya pun terdengar memenuhi telinga.              “Mas Doni, maafkan Ika. Seperti biasa, dia tengah mood swing.” Bu Rima bangkit dari tempat duduknya. Mendatangiku dan terdengar seperti ingin melipur kecewa.              “Bu, sepertinya aku memang harus mundur.” Aku tertunduk lemas sambil menarik napas dalam.      
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-24
Baca selengkapnya

119-A

BAGIAN 119-APOV ZULAIKABINGKISAN TERINDAH               Siang itu, aku, Mami, dan Ario diantar pulang oleh Bu Jenny dengan mobil pribadinya. Sedangkan dua pengacaraku bersama beberapa anggota timnya yang lain pulang dengan mobil mereka masing-masing. Pak BB sempat meneleponku ketika kami diperjalanan. Beliau memberi pesan agar sekitar pukul 18.30 aku sekeluarga sudah bersiap-siap di rumah untuk kemudian dijemput oleh mereka. Ketika aku bertanya ada apakah gerangan, beliau hanya menjawab kalau ada surprise nantinya.              Meskipun suasana hatiku sempat dongkol karena perdebatan dengan Mami, tetapi saat mendengarkan telepon dari Pak BB, suasana hatiku pun langsung membaik drastis. Namun, satu hal yang masih membuatku agak resah. Jo yang tak kunjung membalas direct message dan tak kelihatan online di Instag
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-24
Baca selengkapnya

119-B

BAGIAN 119-BPOV ZULAIKABINGKISAN TERINDAH               “Lillahi ta’ala, Mi. Ika nggak bohong,” kataku hampir menitikan air mata.              “Masyaallah, selamat Ika. Aku ikut senang dengarnya.” Ario langsung merangkul dan menempelkan kepalanya ke pipiku.              “Dia ingin jadi muslim bukan karena paksaan dariku, Mi. Semua dari hatinya yang paling dalam.”              “Alhamdulillah,” lirih Mami sambil mengangguk senang. “Pak Lukas tahu?” tanyanya penasaran.              Aku menggeleng sembari mengusap lembut ujung kelopak yang mulai menggenang sedikit
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-24
Baca selengkapnya

120-A

BAGIAN 120-APOV ZULAIKARASA TAK TERIMA ITU ADA               Seketika aku pun mempercepat makan. Menghabiskan seluruh isi piring dan tak lupa menandaskan jus yang telah disiapkan Mami. Aku tak banyak bicara. Berniat selepas ini baiknya langsung masuk kamar saja. Buat menghindari Mas Doni.              “Ika, setelah ini bantu Mami beresin ruang makan, ya? Mami mau ngejamu Mas Donimu. Stok ayam sama tempe ungkep masih ada di kulkas. Tinggal goreng aja.”              Yah, Mami malah meminta hal yang paling kubenci. Padahal, aku sudah bersiap buat membawa perkakas kotor bekas makan ke wastafel untuk dicuci, lalu kabur masuk kamar.              “Harus Ika
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-24
Baca selengkapnya

120-B

BAGIAN 120-BPOV ZULAIKARASA TAK TERIMA ITU ADA               “Siap, Bos. Doain aku, ya.”              “Iya, Ika sayang.”              Cowok yang lebih tinggi tubuhnya sekitar sepuluh sentimeter dariku tersebut tersenyum begitu manis. Pria 177 sentimeter tersebut memang begitu menawan. Beruntung aku punya adik kandung seperti Ario memang. Sayang sekali, kakaknya malah kadung rusak. Mungkin, di luar sana dia akan malu mengakui kalau aku ini kakaknya.              Piring-piring telah selesai kami cuci bersama. Perintah Mami selanjutnya ada membereskan meja makan, lalu menyiapkan piring-piring baru yang telah kering. Sedang beliau kini sibuk menggoreng ayam dan tempe yang diamb
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-24
Baca selengkapnya

121

BAGIAN 121POV ZULAIKADO YOU FEEL THE PAIN? Perempuan cantik dengan riasan nude itu melangkah mendatangiku. Wajahnya penuh senyuman. Wangi parfum mahalnya bahkan telah sampai duluan ke hidungku. Membuatku jadi teringat dengan ruang periksa poli jiwa yang saban awal bulan tak pernah absen kudatangi. “Bagaimana kabarnya, Cantik?” Dokter Farhana, spesialis kesehatan jiwa yang selama ini menanganiku, memeluk dengan hangat. Wanita lajang yang kudengar sudah berusia 33 tahun tersebut begitu ramah tamah, seperti biasa saat aku hadir di ruang kerjanya. “B-baik … Dok,” jawabku tergagap dengan napas yang terasa sesak. Apakah ini mimpi? “Minggu depan kita berjumpa lagi, ya. Sehat, kan, Dek?” Dokter Farhana melepaskan peluknya, kemudian menatapku dengan senyum yang mengembang. Aku sampai terpana saking cantiknya mahluk di hadapanku ini. Sama sekali tak terlihat seperti wanita yang masuk kepala tiga. Satu kerutan pun tak mau be
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-03
Baca selengkapnya

121-B

121-BPOV ZULAIKADO YOU FEEL THE PAIN? “Insyaallah dua minggu setelah lamaran, Bu. Lusa kain untuk acara akad dan resepsinya saya antar ya, Bu. Soalnya kainnya baru sampe besok atau lusa. Susahnya acara dadakan, tapi Alhamdulillah saya bersyukur banget bisa dapat jodoh yang nggak disangka begini.” Kedua insan itu lalu saling tatap. Mereka begitu hangat ketika berpandangan. Aku merasa jadi batu karang di antara mereka. Apa gunanya aku di sini, sih? Apa nggak sebaiknya aku masuk kamar aja? “Selamat ya, Dok. Aku ikut senang,” kataku sambil tersenyum dan mengulurkan tangan ke dokter Farhana. “Makasih ya, Sayang. Makasih juga udah sering doain saya supaya segera menikah. Doanya Dek Ika sama maminya ternyata langsung diijabah Allah.” Dokter Farhana lalu menjabat tanganku dan memeluk erat lagi. Dia seperti ingin menunjukan betapa bahagianya dirinya sekarang. “Sama-sama, Dok. Mas Doni orang yang baik. Setahun kenal beliau,
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-03
Baca selengkapnya

122-A

BAGIAN 122-APART RAHASIAENDINGPOV ZULAIKAAKHIR SEGALA KEPEDIHAN “Ika, kenapa, Nak!” Mami terkejut bukan main dan mendadak merangkulku. Aku tak menjawab. Bibir seakan rapat terkunci. Aku menggigil dalam pelukan Mami. “Moodstabilizer dan antidepresannya hari ini sudah diminum, Bu?” Terdengar olehku suara panik dari dokter Farhana. Mendengar itu, aku malah makin muak. “Jangan ikut campur!” pekikku sambil berusaha untuk lepas dari pelukan Mami. “Ika, jangan bicara begitu! Hormati dokter yang sudah mengobatimu selama ini!” Mami meremas kuat kedua lenganku. Mengguncang tubuh ini sehingga membuat tangisku makin pecah. “Ibu, udah, Bu. Nggak usah dikasarin. Kasihan Ika.” Mas Doni kulihat terburu-buru bangkit dari kursinya. Pria itu melangkah cepat ke arah kami dan berusaha mengambil alih posisi Mami. “Ika, kenapa? Ada apa? Cerita sama Mas.” Mas Doni kini memegangi kedua bahuku. Tatapannya lembut, tetapi mal
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-03
Baca selengkapnya

122-B

Kaki yang semula lunglai, kini kuat untuk berlari. Mata ini pun langsung membelalak ketika melihat sosok yang berada di ambang pintu, tepatnya berhadapan dengan Mas Doni. Kulihat juga, Mami dan dokter Farhana kini berjalan menghambur ke sosok yang sedang membawa buket balon berwarna merah muda. “Jo! Jo!” Aku berteriak sambil terisak-isak. Laju langkah kakiku tiba-tiba menjadi terseok ketika sudah tiba di ruang tamu dan melewati sofa. Lelaki itu menerobos masuk, melewati Mami, Mas Doni, dan dokter Farhana. Sosok tinggi bermata sipit dengan rambut yang kini dipotong pendek rapi berbelah tepi itu menghambur kepadaku. Buket balon yang dia bawa sampai terjatuh ketika kedua tangannya terentang untuk menyambut. “Bee!” Tanpa sadar, aku telah berada di pelukannya. Lelaki yang mengenakan celana jin berwarna hitam dengan kemeja lengan panjang denim yang dilinting hingga siku serta dalaman berupa t-shirt putih polos itu menangis keras.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-03
Baca selengkapnya

122-C

“Lho, ini Doni yang dari reskrim, kan? Temannya Louis,” kata Om Lukas sambil mengulurkan tangannya. “I-iya, Pak. Saya Doni,” balas Mas Doni sembari menjabat tangan Om Lukas. “Jangan buru-buru pulang, dong. Kita keluar makan dulu, bagaimana? Saya sudah booking resto di Grand Crown Palace. Ayolah, jangan ditolak.” Om Lukas memaksa. Mas Doni kulihat saling pandang dengan calon istrinya. “Mas, Dokter Farhana, ayo ikut. Ika nggak enak tadi udah bikin makan kalian jadi terganggu,” kataku sambil berjalan maju dan merangkul keduanya. Dokter Farhana awalnya menatapku agak tajam. Namun, lamat-lamat dia tersenyum kecil. “Baiklah. Ayo,” jawabnya. Aku langsung lega ketika dokter baik hati itu akhirnya luluh juga. “Ikut ya, Mas,” kataku kepada Mas Doni dengan senyuman manis. “Iya. Asal kamu senang.” Mas Doni menatapku dalam. Tak ada senyum di wajahnya. Hanya ada binar mata yang sulit untuk kujelaskan makna di balik
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-03
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status