Beranda / Romansa / Kill My Husband! / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Kill My Husband!: Bab 31 - Bab 40

97 Bab

31. Terlalu Mungil untuk Merasakan Sakit

Kening Bhanu mengerut bingung.Lalu Darius melanjutkan, “Dia cukup cerdik melawanku, jadi aku harus lebih cerdik darinya.”Ada banyak rencana dari raut wajah Darius yang tak bisa Bhanu tebak. Majikannya ini selalu punya pemikiran yang tidak terduga, berubah-ubah dan tak bisa diprediksi sekalipun oleh pengawal berpengalaman sepertinya.“Kau tahu yang harus kau lakukan ‘kan, Bhanu?” Bhanu mengangguk dan memberikan sorot mata mengerti. Meskipun tidak memahami makna sesungguhnya dari rencana Darius, tapi ia mengetahui dengan pasti apa langkah pertama yang harus dia lakukan.Darius kembali menekuni laptopnya, memberikan tanda bahwa sudah saatnya Bhanu keluar dari ruang kerjanya. Bhanu membuka pintu ruangan Darius untuk keluar, tapi kehadiran Izora di depan pintu membuat Bhanu sedikit terkejut, namun ia berhasil menguasai diri dalam beberapa detik.“Darius sibuk?”Bhanu menatap ma
Baca selengkapnya

32. Membayar Kebohongan

Izora bisa merasakan bagaimana napas hangat beraroma mint itu menyerbu wajahnya, hidungnya dan semakin dekat dengan bibirnya. Jantungnya memompa gila-gilaan dan ia tahu jantung Bandit tidak lebih tenang dari miliknya. Rasa panas yang aneh menjalar tiba-tiba dari dada sampai ke tungkai kakinya saat tangan lelaki itu merayap di pinggangnya.Bandit seolah memberikan waktu untuk Izora menolak dan Izora seharusnya melakukan itu. Ia semestinya mengikuti akal sehatnya, tapi dadanya yang berdenyut antusias sampai terasa perih membuat kakinya terus terpaku di tempat. Kelima indranya masih berfungsi dengan baik—hanya akalnya yang menguap—saat samar-samar di tengah keheningan yang mendebarkan itu ia mendengar suara kenop pintu yang diputar. Sedetik sebelum pintu terbuka, Izora segera mendorong tubuh Bandit menjauh. Sepertinya Bandit tidak menyadari suara pintu, ia terengah dan kebingungan memandang Izora.Dan saat itulah Darius m
Baca selengkapnya

33. Kau tidak Sendirian Lagi

Bandit memberondong dinding gudang dengan pukulan penuh kemarahan. Geramannya menggema di seluruh sudut seperti amukan binatang liar. Lampu neon yang dayanya rendah itu memperlihatkan noda-noda darah yang memenuhi dinding. Buku-buku jarinya terluka dan meneteskan darah.Lagi-lagi dia menjadi tidak berguna. Izora dilecehkan di depan matanya dan dia tidak melakukan apa-apa. Bandit menerjang lantai, memberikan sekali lagi pukulan telak, sekali lagi lalu menjadi berkali-kali tanpa henti. Kemejanya sudah basah kuyup karena keringat. Anak-anak rambut jatuh menutupi dahinya, menambah kesan liar dan berbahaya pada lelaki itu.Raut tenang Izora yang palsu, sorot matanya yang membutuhkan pertolongan, tubuh kecilnya yang dicengkeram dengan kasar. “AAAAAAAARRGGGHHHHHH!” Bandit mendongak ke langit-langit gudang yang dipenuhi sarang laba-laba. Sekujur tubuhnya mengeras dengan urat-urat yang menonjol.Seharusn
Baca selengkapnya

34. Monster Berhati Lembut

Tengah malam Izora terbangun dengan selimut tipis yang membungkus tubuhnya. Matanya terbuka dan langsung berhadapan dengan wajah Bandit yang tertidur gelisah, kening lelaki itu mengernyit dan ia bergumam tidak jelas.Mengingatkan Izora pada dirinya sendiri ketika di malam-malam dia bermimpi buruk dan tak bisa tidur dengan nyenyak. Sejujurnya, lelaki ini sama dengannya. Izora tak tahu masa lalu Bandit, tapi ia melihat kekelaman itu di matanya.Bibir dingin yang maskulin itu tertutup rapat. Izora melarikan ujung jari telunjuknya di sana, menyentuh dengan hati-hati, merasakan kulit bibir yang keras itu bersentuhan dengan jarinya.Rasanya sangat benar. Malam ini terasa benar.Saat ia memindahkan ujung jarinya naik ke hidung bangir lelaki itu, ke tulang pipinya yang bertekstur kasar dan pada kelopak matanya yang dihiasi luka goresan yang melintang. Perpaduan wajahnya benar-benar khas lelaki jantan, mengingatkan Izora pada Rambo, si pahlawan dengan
Baca selengkapnya

35. Malam yang Ironis

“Kalau begitu, mau kubuat kelelahan lagi?”Bandit menatap Izora intens, tak ada sorot bercanda dalam matanya, ia terlihat sangat serius.“Untuk membuatmu tidur nyenyak.”Izora tidak mengerti mengapa dirinya yang berdebar seperti ini, padahal sebelum-sebelumnya dia yang selalu menguasai keadaan di antara mereka.Wajah Bandit bergerak ke arahnya, perlahan seolah meminta izin kepada Izora, dan yang terjadi selanjutnya di luar kendali Izora ketika ia membiarkan Bandit menemukan bibirnya, mengulum dan memberikan sensasi panas yang membangkitkan kembali hasrat liar dalam dirinya yang ia pikir telah lama mati.Bibir lelaki itu terasa dingin dan keras, tapi mampu membuat Izora merinding dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun. Ia merasa pening saat Bandit menggeram dam semakin agresif mendekatinya. Napas Bandit bahkan jauh lebih buruk. Izora bisa merasakan debar jantung pria itu di telapak tangannya. Bandit berusaha mendoro
Baca selengkapnya

36. Kau Ada Main dengan Bandit?

Ketika Bandit membuka mata di pagi hari, Izora sudah tidak berada di pelukannya. Dengan panik dia bangun dan mencari-cari di seluruh sudut gudang sambil memanggil-manggil nama Izora.Napasnya terengah-terangah, tapi Izora sama sekali tidak terlihat. Pintu gudang yang sejak semalam tidak tertutup membuatnya menghela napas. Mobil Izora juga tidak ada, tapi ketiga gaun yang dicobanya semalam masih ada. Dengan cepat ia kembali ke dalam dan mengambil ponsel yang dibelikan Izora.Jika Izora pulang, ia pasti meninggalkan pesan dan membawa gaunnya. Seolah-olah wanita itu sedang pergi buru-buru atau mungkin dibawa pergi secara paksa.Diteleponnya wanita itu. Ada ketakutan dalam kepalanya meski akal sehatnya mengatakan Izora mungkin sudah pulang kembali ke rumah Darius.Tapi kenapa tiba-tiba?Napasnya kian memburu ketika nomor Izora tidak aktif. Berulang kali ia mengulang panggilan telepon, tapi operator di seberang sana tetap tak mengizinkannya berbicara de
Baca selengkapnya

37. Rela Menjadi Budakmu

Baru kali ini Izora luar biasa panik, seolah semua rahasianya terkupas habis. Mata Ronald tak lagi memicing curiga dan malah menjadi sangat yakin.Lelaki itu menyandarkan pungung dengan senyum santai. “Padahal aku hanya asal tebak."“Tebakanmu salah." Izora menepis dengan cepat.Ronald mengangguk sambil menyeringai jahil. “Jadi sejauh mana hubungan kalian?”Izora mengernyit. Tatapan yang seolah mengetahui semua rahasianya itu membuat dadanya terasa panas. Sejauh ini, ia tak pernah keberatan jika Ronald mengetahui setiap hal yang dia rasakan, tapi kali ini dia idak menyukainya.Tahu-tahu Izora berdiri. Kedua alisnya menukik tajam dan ia benar-benar membenci betapa santainya Ronald menanggapi masalah itu.“Kau sudah kelewatan batas, Ronald Prayoga. Aku tidak akan pernah menjalin hubungan dengan seorang pembunuh bayaran dan merasakan kenyamanan yang tidak seharusnya. Aku harus membunuh Darius, titik! Maka tujuanku
Baca selengkapnya

38. Berbagi Napas di Toilet Angker

Bhanu meninggalkan Darius sejenak untuk memeriksa keadaan toilet, sebab rasa penasarannya meronta. Belum pernah dia melihat seorang pengawal yang menatap marah saat pasangan majikannya saling menyentuh, baru kali ini.Jika yang menyentuh sang nyonya adalah pria lain, maka wajar jika naluri melindunginya muncul, tapi akan sangat mencurigakan jika dia mengepalkan tangan dan menggertakkan gigi melihat kedua majikannya yang berpelukan mesra.Bhanu harus memastikannya.Ia memasuki area toilet dan menjumpai antrean yang cukup panjang, terutama pada toilet wanita. Dia tidak bisa masuk ke sana dan Kayman juga tidak berdiri di luar toilet untuk menjaga layaknya pengawal. Makin besarlah kecurigaan pengawal berusia empat puluhan itu. ‘Ke mana mereka?’ batinnya bertanya-tanya diikuti dengan kenyitan dahi.Ia memutuskan mencari Kayman di dalam toilet pria, memindai setiap orang yang berada di sana dan tidak menemukan jejak keberad
Baca selengkapnya

39. Meludahi Pengganggu Berengsek

Izora keluar dari ballroom, membawa champagne sebagai kamuflase menuju halaman berupa taman di samping tempat pesta itu. Disesapnya champagne itu dengan rakus untuk menghilangkan pening yang menjalar di kepalanya. Dia buang gelas champagne yang sudah habis isinya ke sembarang arah lalu mengeluarkan rokok dari tas kecilnya. Izora mengapit batang rokok di jarinya. Menikmati zat bernikotin itu dengan kepala mendongak parau. “Tuan Farzan sedang berdansa dengan sekretarisnya dan kau ada di sini, Nyonya Farzan. Sedang menyendiri, hm?” Suara yang sok mengintimidasi itu membuyarkan lamunan Izora. “Ah, sedang merokok ternyata.” Seorang pria dengan setelan jas mewah dan berwajah parlente datang dari sudut yang tak Izora ketahui. Sambil memegang gelas red wine-nya dan memasukkan sebelah tangan ke saku celana. Matanya memicing licik dengan bibir yang mengembang. “Aku tidak tahu jika istri Farzan yang anggun dan dingin ini merokok.”
Baca selengkapnya

40. Buat Aku Lebih Berantakan

Bandit kembali ke tengah-tengah ballroom. Matanya memindai awas dan langsung menemukan targetnya yang sedang berdansa dengan perempuan yang ia tahu bernama Raline.Mana Izora?Bandit mengedarkan mata ke seluruh sudut ruangan. Tak ada sedikit pun tanda keberadaan Izora.Entah sejak kapan, saat Izora tak berada dalam ranah penglihatannya, ia menjadi gelisah dan khawatir. Bandit tahu ia harus segera menyelesaikan tugasnya. Darius ada di depan sana. Dia hanya perlu menggores kulitnya sedikit saja dan akan membuat pria itu mati dalam waktu beberapa jam.Ia menunggu saat yang tepat. Momen satu detik yang selalu digunakannya untuk membunuh tepat di titik vital dan membuat targetnya mati dalam sekejap, yaitu waktu ketika sang target lengah sepenuhnya.Dan Bandit menemukan memon itu. Ketika Darius meninggalkan ruang dansa, melewati deretan meja dan melewatinya begitu saja untuk berbelok ke arah toilet. Bandit menunggu sekian detik
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status