Bandit kembali ke tengah-tengah ballroom. Matanya memindai awas dan langsung menemukan targetnya yang sedang berdansa dengan perempuan yang ia tahu bernama Raline.
Mana Izora?
Bandit mengedarkan mata ke seluruh sudut ruangan. Tak ada sedikit pun tanda keberadaan Izora.
Entah sejak kapan, saat Izora tak berada dalam ranah penglihatannya, ia menjadi gelisah dan khawatir.
Bandit tahu ia harus segera menyelesaikan tugasnya. Darius ada di depan sana. Dia hanya perlu menggores kulitnya sedikit saja dan akan membuat pria itu mati dalam waktu beberapa jam.
Ia menunggu saat yang tepat. Momen satu detik yang selalu digunakannya untuk membunuh tepat di titik vital dan membuat targetnya mati dalam sekejap, yaitu waktu ketika sang target lengah sepenuhnya.
Dan Bandit menemukan memon itu. Ketika Darius meninggalkan ruang dansa, melewati deretan meja dan melewatinya begitu saja untuk berbelok ke arah toilet.
Bandit menunggu sekian detik
Darius menyatukan kedua alis ketika Bhanu membisikkan sesuatu di tengah dansanya bersama Raline.“Kau yakin?”“Ya, Tuan.”Raline ikut penasaran. “Ada apa?”Raut wajah Darius terlihat terkejut sekaligus heran. Ia berjalan keluar ballroom diikuti dengan Bhanu dan berhenti di tempat yang sepi.“Bagaimana itu bisa terjadi? Izora dilecehkan oleh Daniel Angkara?”“Saya tidak melihat dari awal. Dari penampilan Nyonya yang berantakan, gaunnya robek dengan bekas cengkeraman di mana-mana lalu saat saya datang, pengawal Nyonya sudah menghajar pria itu habis-habisan.”“Di mana Angkara?”“Sudah dibawa ke rumah sakit.”Bhanu tidak mengatakan jika kondisi pria itu sudah hampir tak terselamatkan. Jika dia terlambat satu detik saja, maka Daniel Angkara benar-benar akan mati.“Lalu Izora?”“Pengawal pribadinya su
Paginya Izora dibangunkan oleh suara ketukan pintu. Sesaat setelah membuka mata, ia langsung meringis merasakan sengatan hebat pada kakinya dan remuk di sekujur tubuhnya.Ia berdiri dengan bertumpu pada dinding, penglihatannya sedikit buram. Ketika kakinya menyentuh lantai, ia limbung. Susah payah ia berjalan membukakan pintu dalam keadaan yang ia yakin sedang berantakan.Ia menyipitkan mata untuk melihat orang yang sudah membangunkannya pagi-pagi.Ah, Kayman.Lelaki itu membawa semangkuk air dan handuk kecil sambil memasang senyum tipis yang hampir-hampir tidak kelihatan. Sorot matanya sama seperti kemarin malam. Dalam dan penuh binar cinta.“Kompres lukamu.”Kepala Izora terlalu pening untuk menerima mangkuk yang menguap itu—isinya pasti air hangat. Ia mundur dan membiarkan Bandit masuk.Izora terhuyung menuju ranjang, duduk di tepi tempat tidur dan menunggu Bandit yang meletakkan mangkuk di atas nakas dan membasah
Sedetik setelah mendengar pintu yang tergesek dengan lantai, Bandit langsung menegakkan tubuh secepat kilat. Terlambat satu detik saja akan berbahaya.Darius melesat masuk dan menatap tidak suka pada Izora yang terbaring masih memejamkan mata. “Apa ini?”Ia lalu beralih kepada Bandit. “Siapa yang menyuruhmu membawanya ke rumah sakit?”Bandit menegang. Bukan karena takut, tapi karena menyadari dia bisa saja langsung menerjang Darius dengan brutal. Amarahnya menggulung naik tanpa kendali.“Dia tidak boleh berada di sini. Bhanu, bawa dia pulang.”Saat itu mata Bandit memancarkan api. Ketika Bhanu mencabut infus di tangan Izora ia hampir meledak.Bhanu sudah bersiap mengangkat Izora ketika Bandit mencengkeram lengannya sambil menggertakkan gigi.“Jangan.”Darius mengernyit heran. “Bawa dia, Bhanu.”Bhanu melepaskan tangan Bandit. Untuk sesaat merek
“Dia sudah bangun?” Darius melepaskan kancing pada lengan kemejanya. Dia tatap pintu kamarnya yang tertutup rapat.“Sudah, Tuan. Nyonya bangun tadi siang dan memaksa kembali ke kamarnya," lapor salah satu“Bagaimana keadaannya?”“Nyonya masih demam tinggi saat bangun tadi."Darius menyeringai. “Kalian tak memberikannya apa pun, kan? Dia tidak meminta air dan obat?”“Tidak.”Tahu-tahu Darius terkekeh. “Sifat angkuhnya itu masih bertahan rupanya. Aku ingin lihat sampai kapan dia bisa bertahan tanpa diriku.”Ini sudah malam. Wanita itu bertahan lebih lama dari yang dia duga.Darius tak suka saat Izora sakit dan sama sekali tak meminta bantuannya. Ia mengatasinya sendiri dan bahkan tak meminta pelayan merawatnya. Ia sembuh dengan sendirinya tanpa bantuan siapa pun di rumah ini.Kali ini Darius ingin tahu bagaimana cara Izora menyembuhkan dirinya sendiri.
Borgol Bandit sudah dilepas dan ia langsung dibebaskan begitu saja. Bukan untuk kembali ke gudang. Ia tak mengerti mengapa ia kembali diterima bekerja di kediaman Farzan.“Kembalilah dulu. Aku akan mengurus dokumen pembebasanmu.”Sejak tadi, kerutan di kening Bhanu tidak pernah luntur. Dalam kepalanya, ia bertanya-tanya mengapa tiba-tiba Tuan membebaskan Kayman dan menyuruhnya kembali bekerja.“Bapak membebaskan dia?”Seorang petugas lain datang ke meja Pak Randy untuk mengantarkan dokumen. Dilihatnya punggung Bandit semakin menjauh.“Iya. Tuntutannya dicabut dan korban ingin menyelesaikan masalah secara baik-baik.”“Kali ini siapa korbannya?” Petugas yang tampak lebih muda itu tampak menimbang-nimbang sesuatu.Pak Randy mengangkat wajah dari dokumennya. “Kenapa kau penasaran begitu?”“Aku seperti mengenalnya.” Petugas bertanda nama Aryo itu memiringk
Satu.Bhanu tertohok keras. Ia membungkuk memegangi perutnya. Tonjokan telak itu seperti menembus semua organ-organ dalamnya.Satu detik yang lalu, Bandit meletakkan kembali pisau itu ke dalam saku jasnya. Dia tidak pernah membunuh orang-orang yang tidak bersalah apalagi yang bukan targetnya.Itu menyalahi prinsipnya.Sekalipun seorang pembunuh dan penjahat bayaran, Bandit tidak ingin menjadi monster seutuhnya. Dia bisa saja membunuh siapa pun yang mengganggunya karena dia mampu melakukannya, tapi setelah itu tak ada lagi yang tersisa dalam hatinya.Seperti saat ini, saat ia menyingkirkan bayangan Izora dan membiarkan Bhanu terus hidup.“Aku sendiri yang melakukannya. Tak ada yang menyuruhku.”Bhanu masih terbatuk. Sungguh ia tak menyangka akan mendapat pukulan sekuat itu, seolah perutnya baru saja dilemparkan batu puluhan kilogram. Ia bahkan hampir merasa jantungnya akan lepas.Dari mana kekuatan itu datang?
Raline memandang seluruh area kamar tamu yang disiapkan untuknya. Tidak buruk. Luas walaupun tidak banyak perabot. Hanya ada lemari pakaian besar transparan, ranjang berukuran besar dan sofa panjang yang nyaman. Gordennya terlihat mewah dan jendela dibaliknya mengarah ke taman. Ini lebih luas dari kamarnya di apartemen.Raline memanfaaatkan peluang ketika apartemennya berantakan karena ulah si penyerang itu dan rasa traumanya yang ia lebih-lebihkan.Ia duduk di tepi ranjang, menghirup udara sambil menatap pemandangan taman dari balik jendela besar.“Cukup lima tahun aku merasa bersalah, Rina. Sekarang biarkan aku membuat Darius bahagia. Aku yang akan ada di sampingnya.”Dengan kata lain, dia akan memiliki Darius, dan jelas Izora bukanlah penghalang yang besar untuknya.Darius bisa membuang wanita itu hanya dengan sedikit drama. Toh, dia hanya dibutuhkan unutk pelampiasan nafsu saja.“Maafkan aku, Izora karena aku akan
Bhanu yang kembali ke mobil dengan sebungkus mie ayam yang diinginkan Izora seketika mengernyit saat tak mendapati sang nyonya di mobil.Ia menyusuri tepi jalanan dan area sekitar warung untuk mencari-cari, namun Izora sama sekali tak terlihat. Tasnya ia bawa, hanya tersisa blazer yang tadi digunakannya.Berarti dia pergi dengan sengaja.Bhanu mengambil ponselnya dari saku jas dan bersiap menelepon Darius. Namun, instingnya mengatakan hal yang sebaliknya.Mungkin Nyonya sedang jalan-jalan dan akan segera kembali, pikirnya mencoba untuk naif sesekali.Bhanu menyetel waktu di ponselnya. Jika dalam dua puluh menit sang nyonya belum kembali, barulah Bhanu akan menelepon Darius.***Bandit membawa Izora menyusuri gang demi gang yang sepi setelah sebelumnya membelikan Izora sandal jepit. Bandit memegang tangan Izora dengan erat. Menautkan jari-jemarinya dengan jari-jari kecil Izora.Rasanya sangat aneh.&nb
Halo, ini author Mustacis. Terima kasih sudah mengikuti dan mendukung Izora dan Bandit. Jangan sungkan untuk kasih masukan yang berarti supaya aku bisa terus memperbaiki tulisan aku dan mempersembahkan yang terbaik untuk kalian 😘 Cerita Pembunuh Suamiku adalah tantangan kedua yang aku berikan kepada diri sendiri setelah 'Tertawan Dua Suami' juga tamat. Semoga kalian bisa terhibur, ada sedikit pelajaran yang bisa diambil dan puas dengan cerita ini. Kalau kalian suka dengan cerita-cerita aku, kalian bisa pantengi akun F4ceb00k aku: Mustacis Kim untuk dapet info-info seputar cerita aku. Terima kasih banyak. Jangan lupa masukkan komentar yang banyak supaya cerita ini bisa masuk di beranda promosi dan Izora-Bandit bisa semakin dikenal banyak pembaca 🙏🏻 Sampai jumpa di karya-karya aku selanjutnya ❤️❤️
“Dia sudah tidur?”Bandit mengintip dari balik bahu Izora, pada Ciara yang sudah telentang nyenyak. Kedua tangan kecilnya mengepal di sisi kepala dan napasnya berembus hangat dengan teratur.Sedang Izora menyangga kepala dengan sebelah tangan dan tangan yang lain masih menepuk pelan paha Ciara. Ia menoleh sebentar kepada Bandit.“Dia baru saja tidur,” bisiknya.Bandit mengangguk lalu menyandarkan dagunya pada lengan Izora. Menatap pemandangan Ciara yang tertidur damai tidak punya beban dan ketakutan apa pun.“Dia sangat menggemaskan.”Izora menyetujui dengan senyuman. Entah sejak kapan dia seringkali tersenyum konyol, tapi saat ini pikirannya sama dengan pikiran sang suami.Suami.Dulu dia membenci kata itu, sekarang ia menyanjungnya. Menghitung berapa banyak istri yang bahagia di dunia ini seperti dirinya.Bisakah ia sebut ini sebagai keluarga?Keluarga
Bhanu mengamati dua pusara yang berbaris rapi itu dengan nanar. Padahal baru satu minggu yang lalu dia datang ke sini dan dia harus datang lagi hari ini.Ia menarik napas dalam, merasa déjà vu melihat dua makam yang berdampingan itu. Segalanya berakhir tragis. Hidup sang tuan yang diperjuangkan selama dua tahun akhirnya menemui ajal.Mungkin inilah hukuman yang selalu ditunggu-tunggu sang nyonya. Bhanu merasa sangat sayang. Padahal mereka semua bisa hidup dengan baik.Rumput-rumput di bawah kakinya menyusut ketika ia melangkah meninggalkan area pemakaman yang sudah sepi. Di dalam kepalanya ia masih mengingat pusara yang bertuliskan nama Darius Farzan dan Raline Maharani yang baru saja dia tinggalkan.Ia masuk mobil, bukan lagi milik Farzan. sudah sejak lama Bhanu tidak memakai lagi fasilitas Farzan. Ia sendirian sekarang, tak ada pengawal lain atau bawahan yang bisa ia komando.Bersama dengan sang pemimpin keluarga yang ti
Izora baru saja hendak tidur ketika ponselnya bergetar di atas nakas. Nama Serina muncul di layar panggilan. Diamatinya sang suami yang tertidur pulas tanpa baju di sampingnya sambil memeluk Ciara, putri yang mereka rawat sejak kemarin malam.Namanya mirip dengan nama Ibu. Tiara. Karena Izora merindukannya. Ia merindukan sang ibu yang tak pernah lagi ia temui sejak dua tahun lalu. Mereka hanya berbicara lewat telepon sesekali.Ayah dan Adnan sudah mengira Izora meninggal dan diliputi perasaan bersalah setiap hari. Usaha Ayah bangkrut dan tentu saja mereka harus pindah ke rumah yang lebih kecil.Rumah yang dibelikan Izora secara diam-diam.Ayah berhenti bekerja dan Adnan menjadi pegawai kantoran biasa. Kehidupan mereka normal, hanya perasaan bersalah itu yang terus menghantui mereka.Biarlah. Anggap sebagai pembalasan dendam.Ponselnya masih berdering dan gegas Izora mengangkatnya. “Ada apa, Serina? Ini sudah larut malam.&rd
SPECIAL BAB 2PUNYA ANAK?Malam ini terasa lengang. Suara ketikan keyboard Izora mendominasi kamar sebelum dia menyadari bahwa malam sudah larut dan Kayman belum pulang.Ia menutup laptopnya dan keluar kamar. Menuruni tangga menuju ruang tengah yang hawanya cukup dingin. Angin berembus masuk lewat celah ventilasi di atas jendela, menerbangkan gorden dan meniup rambut Izora.Izora tidak menunjukkan gestur kedinginan sedikit pun. Ini sudah menjadi makanan kesehariannya. Tinggal di vila yang Darius berikan, terletak di daerah yang tinggi dan dingin. Izora sudah terbiasa kedinginan.Kayman belum pulang dan tidak memberikan kabar apa pun, membuat Izora khawatir. Jangan sampai lelaki itu pulang dalam keadaan terluka seperti yang sudah-sudah.Semoga pekerjaannya malam ini berjalan lancar. Kayman memang biasa pulang terlambat jika ada tugas penting, tapi malam ini Izora lebih khawatir dari biasanya. Firasatnya buruk.Gaun tidu
Dua tahun kemudian. “Ah, Kayman …” Tautan jari-jemari itu kian menguat ketika lagi-lagi Izora menggaungkan nama Kayman ke seluruh sudut-sudut kamar. Napasnya yang berembus panas beradu dengan napas pria yang bergerak dengan lihai di atas tubuhnya. Lelaki itu menggila, wajahnya mengeras, keningnya mengernyit menikmati gulungan gairah yang menghantamnya tanpa ampun. Hari yang cerah itu terasa sangat panas, membuat dua tubuh yang telanjang di atas ranjang bermandikan peluh. Sudah sejak tadi dan tak ada siapa pun di antara mereka yang berniat menghentikan aktivitas yang meleburkan hasrat itu. Otot-otot Bandit terdenyut-denyut menggoda Izora. Kulit kecokelatannya basah dan mengalirkan tetesan keringat berbau jantan ke perut Izora. Dari bawah, Izora bisa melihat betapa indahnya lelaki itu. Dari ekor matanya, ia bisa melihat cahaya raja siang mulai memudar dan menyiarkan semburat berwarna oranye dari balik jendela kaca. Berarti hari sud
“Saya dengar Anda sudah sadar.” Tipikal Bhanu. Kaku dan tegas. Tidak banyak basa-basi.“Ya, seperti yang kau lihat.” Izora masih berada di atas tempat tidur keesokan harinya di saat Bhanu datang.“Saya ikut senang.”Izora mengangguk dan hening merayap kemudian. Hingga lima menit kemudian Serina masuk dan memecahan keheningan itu.“Oh, siapa ini? Bagaimana keadaan tuanmu itu?” Serina melompat ke atas ranjang, di samping Izora sambil memegang apel yang sudah tergigit di beberapa bagian.“Buruk. Beliau koma.”“Bukannya kau sudah memberikan penawarnya?” Serina menggigit apelnya.“Seperti kata laki-laki yang mengaku sebagai orang Nyonya. Tuan menolak obatnya dan berakhir koma.”“Aku bukan lagi nyonya-mu, Bhanu.”“Hmm … kau membingungkan, Tuan Bhanu. Kau setia pada tuanmu tapi malah membantu nyonya-mu berkhianat.&
Pukul lima pagi, Ronald yang berbaring tidak nyaman di sofa ruang tengah bangun dengan tergesa. Sudah lebih dari 72 jam Izora belum sadar.Jantungnya berdebar hebat. Jika Izora betul-betul pergi maka Ronald akan sangat menyesali mengapa dia tidak menahan wanita itu untuk berbuat nekat.Ronald melangkah ragu ke kamar yang ditempati Izora. Ronald takut jika terjadi hal-hal yang buruk. Ia sudah sampai di ambang pintu ketika menemukan Izora berada dalam pelukan Bandit.Ronald mematung. Izora membalas pelukan Bandit dan itu artinya dia sudah sadar.Betapa leganya hati Ronald. Ia langsung menjauh dari kamar itu dan menumpahkan napas selega-leganya.“Oh, Tuhan … aku hampir mati karena khawatir. Syukurlah.”Tanpa basa-basi, Ronald berlari ke kamar sebelah. Melihat Serina dan Flora yang tertidur di atas lantai tanpa alas dan ibu Izora di ranjang.Kesenangan yang melimpah ruah membuat Ronald membangunk
“Saya Izora Farzan, istri dari Darius Farzan.” Izora menunduk, agak ragu untuk mengatakan kalimat selanjutnya.“Saya pernah mengandung, anak kembar. Saya sudah memegang hasil USG mereka ketika suami saya memaksa saya untuk menggugurkan mereka. Waktu itu saya tidak mengerti apa alasannya dan kenapa saya juga harus mengangkat rahim dan tidak boleh hamil lagi. Saya tidak tahu.”Wajah sendu Izora memenuhi seluruh stasiun TV nasional dan tersiar ke layar-layar besar gedung pencakar langit di tengah-tengah kota dan pusat perbelanjaan.Orang-orang membeku melihat dirinya di dalam layar. Tanpa air mata dan tanpa wajah yang sedih, tapi sorot matanya sudah mengungkap segalanya.“Saya bertahan untuk mendapatkan penjelasan karena saya tidak pernah melakukan kesalahan apa pun, tapi bukannya mendapat penjelasan, saya malah dilecehkan. Dia memanggil saya Marina—mendiang istri pertamanya—setiap kali dia meniduri saya.&rdquo