Home / Lainnya / Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa: Chapter 101 - Chapter 110

217 Chapters

Hal di Luar Jangkuan

Dan ketika pria 40 tahun itu menyingkapi satu sisi kain tebal tersebut, jelas terlihat bahwa yang mereka duduki itu adalah kepingan-kepingan uang: Koin tembaga, perak, dan emas.Sepertinya tumpukan uang-uang logam itu cukup tebal, dan di bagian terbawah tersusun berkarung-karung beras.Bahkan, raut wajah ketiga orang tersebut pun jadi berlainan, tidak lembut dan ramah sebagaimana sebelunya.“Bagaimana lakonanku tadi, Guru?” tanya si wanita muda.Pria 40 tahun terkekeh mengangguk-angguk. “Kau memang yang terbaik.”“Bagaimana denganku, Guru?” tanya si pria muda yang menjadi kusir kuda. “Aku pasti sudah melakukan hal yang terbaik juga tadi?”“Kau nyaris saja membuat si Sati itu tadi mencurigai kita,” hardik si pria 40 tahun yang dipanggil guru oleh kedua muda-mudia tersebut. “Dasar bodoh! Kau seharusnya bisa meniru adik seperguruanmu ini yang cerdas dan cepat tanggap dalam membac
last updateLast Updated : 2021-12-30
Read more

Gadis Kecil yang Aneh

“Adik kecil, apa yang engkau inginkan sesungguhnya?” Namun demikian, Mantiko Sati berdiri juga. Meski bingung, sang pemuda menurut saja ketika gadis kecil itu menuntun tangannya. Sang pemuda memandang orang-orang di sekitar, barangkali ada orang tua si gadis kecil ini di antara mereka, atau setidaknya, orang-orang yang mengenali gadis kecil tersebut. Tapi sepertinya tidak ada. Orang-orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Tawar menawar antara pedagang dan pembeli, atau hiruk-pikuk satu dua bocah dalam gandengan tangan ibu dan ayah mereka masing-masing. Mantiko Sati menghela napas dalam-dalam, tatapannya kembali pada gadis kecil yang bila dikira-kira, usianya tak lebih dari enam tahun. Gadis kecil masih terus menarik-narik tangan sang pemuda, suaranya yang terputus-putus dan gagu itu terdengar halus seperti dengusan saja. ‘Terlalu banyak orang-orang yang tidak beruntung di dunia ini,’ gumam Mantiko Sati dalam hati. ‘Apalah dir
last updateLast Updated : 2021-12-30
Read more

Orang-Orang Baik

Mantiko Sati kembali berdiri sementara gadis kecil itu masih saja menggerak-gerakkan kedua tangannya menunjuk ke arah gerbang.“Tenang saja, adik kecil,” ujar si pemuda. “Uda tidak akan melakukan hal yang dapat membuat orang-orang pasar menjadi marah.”Si gadis kecil sepertinya merasa kesal terhadap Mantiko Sati. Ia bertolak pinggang, memandangi pemuda di hadapannya dengan mata melotot, dan mulut yang menggelembung.Hanya saja, gaya si gadis kecil itu justru terlihat lucu di mata Mantiko Sati.Kembali si pemuda mengusap-usap kepala gadis kecil tersebut. Lalu, ia meraih tangan mungil itu.“Sekarang,” ujarnya, “tunjukkan pada Uda, di mana rumah kamu. Biar Uda menemani kamu pulang. Kasihan ayah dan ibumu, gadis kecil, mereka pasti mencari-carimu.”Sementara Mantiko Sati menarik pelan tangan dan membawanya kembali ke tengah-tengah pasar, si gadis kecil itu pula berkali-kali menunjuk-nunjuk ke arah
last updateLast Updated : 2021-12-30
Read more

Sikap Berbeda

Tidak menunggu lebih lama, Mantiko Sati pun meninggalkan keramaian pasar dan menuju tempat penyimpanan rumput di bagian belakang tersebut.‘Benar,’ sang pemuda melirik ke arah kanan.Bangunan bersekat tanpa pintu itu memang tempat orang-orang menumpuk rumput, lalu di sebelahnya tumpukan kayu bakar, dan di sebelahnya lagi tumpukan batu-batu sungai sebesar kepala. Dan di sekat terakhir adalah tumpukan jerami kering.‘Tapi, untuk apa batu-batu sungai itu?’Mantiko Sati mengendikkan bahu, lalu mendekati sekat di bagian paling kanan di mana jerami-jerami kering bertumpuk.‘Jika aku menjadikan tumpukan jerami ini sebagai tempat beristirahat di malam ini,’ Mantiko Sati mengedarkan pandangannya. Ia menghela napas dalam-dalam. ‘Kurasa, orang-orang baik itu tidak akan keberatan.’Sang pemuda rupawan duduk di satu bagian tumpukan jerami kering, ia meletakkan bungkusan daun pisang di samping kanannya, lalu
last updateLast Updated : 2021-12-31
Read more

Rubah Putih

Suara kicau berbagai jenis burung yang menyambut cahaya kehidupan di pagi hari itu sungguh terdengar menyenangan di telinga, ingin rasanya berlama-lama memejamkan mata sampai kicauan-kicauan merdu itu terhenti.Hanya saja, jika tidak mengingat ia masih harus meneruskan perjalanannya yang masihlah sangat jauh, tentulah akan dengan senang hati Mantiko Sati mengalai saja di atas tumpukan jerami itu.Sang pemuda membuka mata lalu bangkit dan duduk. Ia menggeliat sedemikian rupa. Tidur yang sangat nyenyak, pikirnya. Tapi, juga sedikit sejuk.Lalu, sepertinya ada yang aneh…‘Bukankah malam tadi aku tidur di bawah atap rumbia berdindingkan daun rumbia pula? Lalu mengapa tiba-tiba aku berada di alam terbuka seperti ini?’Benar. Tidak ada lagi ruang bersekat dan beratap rumbia. Bahkan, Mantiko Sati baru menyadari ternyata ia tidur di atas rumput bukan di atas tumpukan jerami kering.‘Pantas saja terasa lebih
last updateLast Updated : 2021-12-31
Read more

Kabar Tak Sedap

Mantiko Sati terus melangkah, melanjutkan perjalanannya setapak demi setapak menuju Kerajaang Minanga, di Batang Kuantan. Saat ini sang pemuda menyusuri jalan tanah, sisi kirinya adalah hutan belantara yang lebat dan di sisi kanan jejeran sawah yang terpetak-petak sedemikian rupa. Sementara, nun di hadapan sang pemuda telah terlihat kemegahan Gunung Marapi.Sang pemuda rupawan sedikit kehilangan arah, namun tidak bersurut langkah dan meneruskan tujuannya. Mungkin nanti bisa bertanya pada satu dua orang yang mungkin saja bisa ia temui.Tapi ini sedikit aneh, pikir sang pemuda. Terlebih lagi, ketika dia memandang ke arah areal persawahan di sisi kanan.Mantiko Sati menggaruk kepalanya. ‘Kenapa sawah-sawah itu terlihat terbengkalai? Apa yang terjadi? Tidakkah penduduk tak hendak bercocok tanam lagi? Padahal, sekarang akan masuk musim penghujan. Ada yang aneh di sini.’Meskipun merasa aneh, namun Mantiko Sati juga tidak mengetahui
last updateLast Updated : 2022-01-01
Read more

Pasar di Kaki Marapi

“Ooh, para dewa dan dewi di Suwarga,” gumam Mantiko Sati setengah tak terdengar. “Dewa dan dewi tidak akan membantu kita kali ini, Sati,” ujar si wanita setengah baya. “Semua ini ulah manusia, dan manusia pulalah yang harus menyelesaikan carut-marut yang ada.” Mantiko Sati tersenyum. ‘Yaah, ibu yang satu ini memang benar. Manusia yang berbuat, manusia pula yang harus bisa mengembalikan semua yang telah dirusak.’ “Kau sepertinya sangat terpelajar,” ujar si wanita setengah baya. “Kau panggil saja aku, Etek Dalimo, orang-orang memanggilku seperti itu.” Mantiko Sati tersenyum. “Saya tidak berani mengatakan kalau saya adalah seorang yang terpelajar, Etek Dalimo.” “Kenapa kau berkata seperti itu?” Etek Dalimo menatap lagi wajah rupawan itu. “Kau berbudi bahasa yang baik. Kau bahkan memiliki kulit sehalus para gadis. Kalau bukan anak seorang yang terpandang, tentulah kau anak orang kaya.” Memang tebakan Etek Dalimo tidak salah sepenuhnya, ken
last updateLast Updated : 2022-01-01
Read more

Hanya Titipan

“Tidak,” Mantiko Sati berdeham dengan wajah yang kian memerah. “Saya tidak berani. Takut kualat.”Etek Dalimo tertawa dengan hati senang, ia mengusap-usap kepala pemuda tersebut.“Tunggulah sebentar,” ujarnya seraya berdiri.“Etek hendak ke mana?”“Aku hanya sebentar,” ujarnya. “Kau tunggu saja di sini, aku punya firasat, akan ada pembeli lainnya yang akan memberikanmu kepeng[1] yang lebih.”“Tapi, saya tidak mengerti berapa harga masing-masing dagangan Etek ini?”“Anak bodoh!” Etek Dalimo tersenyum lebar. “Sudah kukatakan bukan, kau tidak membutuhkan itu.”Dan setelah itu, Etek Dalimo pun meninggalkan Mantiko Sati begitu saja sementara pemuda itu sendiri menjadi kelimpungan, ia tidak memiliki kecakapan tidak pula pengetahuan dalam berdagang.‘Ooh, dewa… apa yang akan aku lakukan nanti seandainya a
last updateLast Updated : 2022-01-02
Read more

Tanpa Sengaja

Keheningan yang tiba-tiba dan tak biasa itu tentu tidak bisa lepas dari pendengaran Mantiko Sati yang terlatih.Ia menyipitkan pandangannya pada orang-orang berbaju hitam tersebut. Ada pria, ada pula wanita, kesemuanya seperti sepantaran muda-mudi 20 tahunan. Lalu, perhatiannya tertuju pada tiga orang yang mengendarai kuda, terutama yang di depan, di tengah-tengah dua penunggang kuda lainnya.‘Jelas ini bukan sesuatu yang baik,’ gumam Mantiko Sati dalam hati. ‘Kalaulah tidak, tidak mungkin orang-orang pasar akan ketakutan seperti ini. Dan, Etek Dalimo juga…’Ya, wanita setengah baya di samping kiri sang pemuda terlhat gemetar sembari menunduk. Bahkan, untuk menelan sisa makanan di dalam mulutnya saja ia sudah kesulitan.“Siapa mereka, Etek?” bisik Mantiko Sati pada Etek Dalimo.Wanita setengah baya hanya sanggup menggeleng-gelengkan kepalanya. Sang pemuda menghela napas dalam-dalam.‘Yaa, tida
last updateLast Updated : 2022-01-02
Read more

Tidak Tahu Adab

“Ha—hanya itu saja yang tersisa,” ucap Etek Dalimo dengan bibir bergetar. “A—aku, aku baru saja membayar utang-utangku pada tetangga.”Mendengar jawaban dari Etek Dalimo itu, sungguh Mantiko Sati menjadi berkaca-kaca matanya.Wanita setengah baya itu jelas tahu bahwa dialah yang membawa uangnya, lalu dengan sengaja mengatakan uang-uang itu telah ia gunakan untuk membayar utang-utangnya.Kenapa tidak beralasan sudah dirampok saja?‘Sungguh, Etek Dalimo,’ Mantiko Sati menggeram di persembunyiannya itu, bahkan, sepasang bola mata itu mengilat kebiru-biruan. ‘Jika mereka berani menyinggung Etek dengan satu jari saja, aku tidak akan lagi segan-segan untuk turun tangan.’Si gadis menyeringai, lalu membungkukkan badannya menatap lekat-lekat wajah Etek Dalimo.“Ooh,” ujarnya dengan penuh keangkuhan, wajah cantiknya itu terlihat menghilang dengan kesinisan yang ia tunjukkan. &ldq
last updateLast Updated : 2022-01-03
Read more
PREV
1
...
910111213
...
22
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status