Beranda / Romansa / TULPA / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab TULPA: Bab 11 - Bab 20

95 Bab

11. Kue Kering Harapan

TULPA11. Kue Kering HarapanKutopang menggunakan kedua tanganku. Menatap keluar jendela. Siluet matahari yang mulai terbenam, menjadi titik pandanganku. Walau nyatanya, pikiranku bukan tengah mengagumi keindahan hari ini. aku menatap kedua mataku saat sapuan halus dari angin sakit saat menyapanya. Memang dengan sengaja jendela kamarku kubuka lebar, setidaknya itu bisa membuat pikiranku lebih segar. "Non, ada telepon dari nyonya," suara Bibi Sum membuatku tersadar darilamunan. Dengan langkah tergesa-gesa aku menuju ke lantai pertama karena telepon rumah terletak di sana. Beberapa hari tanpa memberi kabar kepadaku, membuatku yakin mama. Apakah mama istirahat dengan baik di sana? "Halo, Bu?" Aku membuka suara. "Sayang, kepulangan mama diundur dua hari. Apakah kamu baik-baik saja di sana dengan Rai? Ngomong-ngomong Bibi Sum sudah kembali bekerja bukan?" tanya mama bertubi-tubi. Aku mengangguk, walau aku tahu mama tidak akan melihatnya. "Kami baik-baik saja, Ma. Iya Bibi sudah kembali
Baca selengkapnya

12. Cewek Gue!

TULPA12. Cewek Gue! Pagi ini, aku berangkat ke sekolah sendirian. Rai tiba-tiba jatuh sakit. Tadi pagi dia berkata padaku bahwa dia merasa tidak enak badan. Benar saja saat kucek, dia mengalami demam. Tidak ada sosoknya, sudah dipastikan mereka akan melakukan semena-mena lagi padaku. Ibaratnya, Rai itu adalah pengganti sosok Kelabu yang selama ini akan menjagaku saat dirundung. Sepupuku itu walau terkesan centil, dia juga memiliki sifat bar-bar dan mulut pedas. "Lihat mainan kita berangkat sendirian, Sayang." Suara itu berhasil membuat tubuhku menegang. Mencoba rileks, aku mendongak. Benar saja di kursi depan kelas duduk sepasang kekasih bullying yang selama ini sudah jarang menggangguku karena kehadiran Rai. Mencoba tidak peduli, aku mempercepat langkah. Segera melewati mereka. Tetapi, rupanya mereka sudah sangat rindu denganku sehingga tidak ingin melepaskanku begitu saja. Kucengkeram kuat, kedua tali tasku. Mencoba mengurangi rasa takut yang mulai bergelayar di tubuhku. Jangan
Baca selengkapnya

13. Menghabiskan Malam

Tulpa13. Menghabiskan Malam [Aku sudah di depan rumahmu.]Pesan singkat yang dikirimkan Kelam kepadaku, berhasil membuat kedua bola mataku membola. Kenapa Kelam ke rumahku malam-malam begini? Dengan rasa penasaran sekaligus cemas kubalas pesan itu dengan pertanyaan. [Ngapain?]Tidak membutuhkan waktu lama, pesanku langsung terbalas. Aku menemukan dahi ketika melupakan sesuatu. Benar juga, bukankah tadi di rooftop Kelam mengatakan bahwa dia akan menjemputku untuk menonton. Entah menonton apa yang dia maksud. [Kita akan menonton.]Kutatap baca sekali lagi pesan itu. Dengan segera kuturun ke bawah, mendapati Bibi Sum yang telah membukakan pintu untuk Kelam. Bibi Sum tampak tersenyum menggoda ke arahku, aku mencoba tidak peduli. Dan langsung menghampiri Kelam. Bibi Sum memang ditugaskan untuk menemaniku dengan Rei dua puluh empat jam alias Bibi Sum menginap di rumahku karena perintah mama. Tidak seperti biasanya di mana Bibi Sum akan langsung pulang setelah selesai dengan pekerjaannya
Baca selengkapnya

14. Alasan yang Belum Terkuak

TULPA14. Alasan yang Belum Terkuak"Aku masih bingung apa alasanmu menjadikan aku kekasihmu," celetukku membuat Kelam yang duduk di sampingku menoleh. Suara deruman montor yang sengaja dimainkan oleh para penggunanya membuat suasana ricuh. Bahkan, teriakkan para penonton, menyemangati pilihan mereka semakin membuat suasana memanas. Bahkan, tidak sedikit yang melakukan taruhan kepada pilihan masing-masing. Untuk pertama kalinya, aku menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Tidak pernah terlintas di kepalaku bahwa ada tempat semacam ini. Apa serunya coba? Aku dibuat bingung dengan tingkah anak remaja sekarang. Sebuah genggaman tangan membuatku kembali menoleh kepada Kelam, dia mengulas senyum tipis. "Kau akan tahu sendiri nanti."Dengan lembut dia mengusap dahiku. Membuatku memejamkan mata, menikmati perlakuan manis Kelam. Aku tidak pernah membayangkan bahwa laki-laki menyebalkan yang selama ini menjadi adu mulutku berujung menjadi kekasih. Walau aku sendiri apakah ini hanya permaina
Baca selengkapnya

15. Aku Ratunya

TULPA15. Aku Ratunya"Ini terlalu mendadak untukku yang memiliki kapasitas otak yang pas-pasan. Jadi, tolong katakan padaku apakah ini kenyataan atau hanya imaji liarku semata?"_KejoraAku tertegun mendapati Kelam sudah siap sedia di depan rumahku dengan motor besarnya. Seulas senyum terbit di wajah tampannya ketika menyadari kehadiranku. Dengan segera dia memasukkan benda pipih yang sejak tadi dia genggam ke dalam sakunya, setelahnya turun dari kuda besinya dan berjalan ke arahku. "Pagi, Ra," sapanya ramah.Aku yang belum terbiasa akan sinkap lembut dan nada ramahnya hanya tersenyum canggung. Terlebih ketika Rai-sejak tadi tidak bisa diam menyenggol lenganku seraya tersenyum menggoda. Bibirnya bergerak pelan tanpa suara mengatakan, 'Pangeran telah datang dengan kuda besinya'. "Ayo berangkat bareng."Ajakan Kelam membuatku menoleh ke arah Rai. Memastikan apakah saudariku itu keberatan jika aku tinggal. Tetapi, respon Rai sangat santai. Dia mengibaskan tangan kanannya seraya mengara
Baca selengkapnya

16. Samar

Tulpa16. Samar"Ra?"Aku terkesiap, mendapati wajah Kelam begitu dekat di sampingku. Reflek aku menarik tubuh ke belakang, mengambil jarak. Tidak baik rasanya ketika sapuan lembut napas cowok itu menerpa wajahku. "Kamu melihat apa sih daritadi?"Nada kesal begitu kentara. Bahkan, alis Kelam kini menukik tajam. Netranya menatap tajam ke arahku, membuatku gelagapan. Sosok Kelabu yang berdiri beberapa meter dengan wajah pucat, berhasil menyita perhatianku tadi. Tidak ada seulas senyum pada laki-laki yang sangat kurindukan itu. Hanya ada tatapan tajam tetapi tampak berkaca-kaca. "Ra?!"Suara tinggi itu kembali membuatku tersadar. Dengan segera aku menoleh kembali ke arah Kelam yang kini menatapku kesal. Astaga, sepertinya aku membuat moodnya buruk. Aku menggigit bibir bawah, menunduk. Takut melihatnya menahan amarah yang mulai tersulut karena sikapku. "Ra ...."Nada suaranya melembut. Diikuti dengan gerakan kedua tangannya yang menggenggam kedua tanganku. Memberikan sapuan lembut di
Baca selengkapnya

17. Sesuatu yang Tidak Dimengerti

TULPA17. Sesuatu yang Tidak DimengertiBrak!Kututup pintu kamar dengan keras. Berhasil membuat Bi Sum mendatangi kamarku dan mengetuk pintu. Bertanya apakah aku baik-baik saja yang langsung kujawab dengan 'Ya' dengan sedikit berteriak karena enggan membuka pintu. Setelahnya, terdengar suara langkah menjauh. Bi Sum meninggalkan pintu kamarku dan tubuhku meluruh di balik pintu kamar. Menenggelamkan kapal di kedua kaki, terisak pelan. Menangisi Kelabu. Menangisi takdirku. Dan menangisi semuanya. Sialnya, menangis dalam diam rupanya begitu menyakitkan bagiku. Bukannya merasa lega, tangisku malah semakin tergugu. Bahkan, napas ini mulai tersendat. Kenapa ... kenapa harus sesesak ini rasanya? "Kau memang cengeng ya?" Seseorang berucap, bersamaan dengan sapuan lembut jari-jemari seseorang yang berada di pucuk kepalaku. Tubuhku menegang sesaat. Sebelum akhirnya mendongak, menatap sosok yang kini berjongkok di depanku dengan senyum manisnya. "Hai?"Dia menyapa tenang. Seakan-akan sepert
Baca selengkapnya

18. Pesona Kelabu

TULPA18. Pesona Kelabu"Ra.""Kak."Aku menghela napas panjang. Rai sejak tadi mencoba mengajakku berbicara tapi suasana hatiku masih belum cukup baik untuk membuka suara. Kulepas genggaman sendok dan garpu, membuat dia benda yang terbuat dari alumunium itu berkeluntang di atas piring. Menimbulkan suara yang cukup keras. Setelahnya aku bangkit dengan cepat, suara gesekan kaki kursi dengan lantai terdengar. "Aku selesai," ucapku malas langsung berbalik meninggalkan Rai yang terdiam. Setengah hari ini aku memang dengan sengaja mendiami sepupuku itu. Bukan karena aku kesal kepadanya tetapi karena aku belum siap untuk mengobrol dengannya. Aku takut lepas kendali dan malah semakin memperburuk situasi. Kututup pintu kamar dan langsung duduk di kursi belajar. Membuka buku diary-ku yang sudah lama tidak kusentuh. Tanganku berhenti bergerak, membalik lembaran-lembaran buku diary-ku ketika melihat coretan asing di sana. Bibirku berkedut, tidak tahan membentuk garis melengkung. Coretan kasar
Baca selengkapnya

19. Penjaga

19. PenjagaAku mengernyit, ketika mendapati Rai sudah duduk manis di ruang tamuku dengan mama. Sepertinya mereka habis terlibat obrolan serius, terlihat dari ekspresi keduanya yang langsung berubah ketika menyadari kedatanganku. Ada apa? Apakah ada yang mereka sembunyikan dariku? "Lo lama banget sih, Ra. Gue sampek lumutan nungguin lo." Rai menggerutu, sedangkan aku hanya mengedikkan bahu acuh. "Lagian ngapain kamu ke sini?" Aku melangkah, memperkecil jarak. Mendekati sang mama untuk segera pamit pergi ke sekolah. Mama tersenyum, menyambutku. Mamaku baru saja pulang kemarin siang dengan Kelam. Seperti yang dijanjikan cowok itu, Kelam menjemput dan mengantar mamaku dengan selamat. "Jemput lo lah! Disuruh cowok lo," ketus Rai berhasil mengalihkan atensiku ke arahnya. Sepupuku itu menggeser tubuhku, turut menyalimi mamaku. Kunaikkan satu alisku, memangnya Kelam tidak akan menjemputku? Kalau tidak bisa kenapa dia tidak mengabariku? "Woi buruan malah bengong!" Aku terkejut, mendapa
Baca selengkapnya

20. Kericuhan

20. KericuhanAku mengernyit, mendapati segerombolan murid kelas lain yang berlarian menuju ke kelasku. Seketika pemikiran buruk menghantui pikiranku. Apakah terjadi sesuatu? Teringat akan keberadaan Rai yang kutinggal sejenak karena aku harus melakukan tugas dari guru untuk membantunya membawakan tumpukan kertas ulangan tadi, membuatku mengkhawatirkannya juga. Walau Rai adalah tipe cewek bar-bar berkedok genit, tetap saja aku merasa khawatir dengannya. Jangan-jangan Rai mendapatkan bully dari murid lain? Tidak ada yang tahu bukan? Mengingat dia sering membelaku selama ini, mungkin saja mereka juga mulai berani mengganggu saudariku itu. Tidak! Jangan sampai! Langkahku bergerak, tergesa-gesa. Degup jantungku berdetak tidak karuan. Terlebih ketika jarak kelasku semakin dekat. Benar saja, kelasku sudah ramai dengan murid-murid kelas lain. Bersusah payah aku mencoba menerobos lautan manusia itu. Tidak peduli tubuh kecilku sesekali terdorong bahkan hampir saja terjerembab karena suasana
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status