“Aga …” Setelah memanggil putranya, Arum kemudian mengetuk pintu kamar lalu membukanya. Menahan nampan dengan satu tangan, dan menumpu sisi lainnya di pinggang, Arum kemudian masuk lalu kembali menutup pintu. Ia menghampiri Aga yang masih terbaring di atas tempat tidur, lalu meletakkan nampan tersebut di atas nakas terlebih dahulu.Arum duduk di tepi ranjang, kemudian menghela. Mengusap bahu Aga yang tidur bertelungkup dengan lembut, lalu kembali memanggil nama sang putra. “Ga, sudah siang. Ayo makan dulu. Kamu belum makan dari semalam.”Aga tidak merespons. Ia masih terdiam, tanpa bergerak sedikit pun.“Kalau kamu memang nggak mau makan, ayo! Mama temani mulai hari ini,” ujar Arum melihat keterdiaman Aga. Ia tidak mengerti, apa yang terjadi pada Aga. Putranya itu, bahkan sudah tidak pernah pergi ke kantor dan selalu ada di rumah setiap harinya. Hal itu dilakukan Aga, sejak putusan cerainya dengan Vira disahkan di pengadilan. Jika Aga memang tertekan dengan hal tersebut, bukankah putr
Read more