Home / Romansa / Pungguk Merindukan Bulan / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Pungguk Merindukan Bulan: Chapter 71 - Chapter 80

115 Chapters

Drama Yang Tak Sempurna

"Mak, ini Seika Eline, calon menantu Mamak." Kama memperkenalkan mereka dengan rona bahagia bermekaran di wajah. "El, ini Mamak." Malu-malu, Seika mengulurkan tangan. Menyalami Mamak yang memberikan senyum ramah dan hangat. "Ayo mari … Masuk kita, yuk?" ajak Mamak setelah beberapa saat sepi melingkupi oleh karena entah bagaimana semuanya terdiam. "Makan kita, yuk? Mamak sudah masakkan gulai pakis sama goreng ikan tongkol. Suka kali kau kan, Kama? Kalian pun pasti sudah lapar, kan?" Sedikit tajam, Seika melirik Kama yang berjalan di sebelah kanan Mamak. Sejujur-jujurnya rasa percaya dirinya anjlok setelah berhadapan dengan Mamak. Bagaimana tidak? Meskipun tak pernah tergetar dari bibir sang Kekasih Hati, tetapi Seika bisa menebak. Mamak pasti mengidamkan menantu muslim yang taat. Berkerudung, rajin beribadah, pandai mengaji tidak seperti dirinya yang masih dalam tahap belajar. Walaupun pada kenyataannya Mamak terlihat menyenangkan, ramah dan hangat ketika menyambut kedatangan me
Read more

Derya Memang Jahat

"Sebenarnya William, dari sejak awal dia bekerja di Real Publishing, aku sudah curiga sama Derya." ungkap Seika dengan marahnya. "Tapi sayang, Papa punya sudut pandang berbeda. Menurut Papa, Derya adalah sosok tangguh, profesional, loyal dan bisa dipercaya." William tertawa sedih, lirih. "Ya, dan pada akhirnya justru Deryalah yang berani berbuat makar terhadap Om Hank. Mencelakai hingga akhirnya meninggal dunia. Sayang sekali ya, Seika?" Seika mengangguk, memandang takjub pada kakak sepupunya. "Ya, William. Semoga Derya bisa mendapatkan hukuman yang sepadan dengan semua kejahatannya. Oh, Ya Tuhan! Papa bahkan memberikan mobil mewah untuk Derya lho, William. Itu, yang dia pakai itu kan, dari Papa?" "Memang tak tahu diri, Derya!" "He'em … Sudah begitu William, dia juga selalu berusaha untuk mendekati aku. Mencari perhatian dengan banyak hadiah. Cokelat, buket bunga, boneka, buku bacaan, ponsel sampai laptop. Emh, dia pikir aku tipikal wanita pemuja hadiah? Tanpa hadiah sekalipun kal
Read more

Jangan Lukai Kama!

"Kama, oh …!" jerit Seika tak tertahankan lagi. Dia sudah sampai di teras sekarang, menyusul William dan Kama. Mana mungkin Bibi membiarkan Noni tersayang melompat dari jendela kamar? Itu lebih dari gila, namanya dan William bisa memusnahkannya dalam sekejap mata. "Kama …!" Rontok jantung Seika begitu menyadari apa yang telah terjadi. Wajah Kama memar hampir di seluruh bagiannya, berdarah di sudut-sudut bibir. "Tak lain dan tak bukan, ini pasti perbuatan William!" simpulnya dalam hati. "El …?" Kama berusaha bangkit dari lantai teras, menahan semua rasa pedih yang kini mendera. Sebelum Seika datang tadi, William memukulinya tanpa ampun. Sebaik apa pun menyiapkan diri, akhirnya tumbang juga. William jauh lebih kuat, tentu saja. "Seika Eline?" "Kama, kamu …?" Seika mendekati Kama yang sudah babak belur di tangan kakak sepupunya. "Kamu, emh, kenapa senekat ini Kama? Seharusnya tidak di sini kamu menemui aku. Kita ada kantor, ada banyak tempat lain yang aman untuk kita, seperti biasa. A
Read more

William si Pelindung

"Sebaliknya Seika, kalau kamu berada di posisiku?" atas dasar rasa tanggung jawab, William membalikkan pertanyaan. "Apa kamu mau diam saja, membiarkan si Kama itu sesuka hatinya menginjak-injak harga diri dan kehormatan kamu? Kita, sesungguhnya … Dia juga sudah membuatmu lulus lantak seperti ini, Seika. Jangan kamu pikir aku tidak tahu!" William berkacak pinggang, tak sedikit pun gentar menghadapi kemurkaan Seika. Menyalahkannya atas luka-luka dan memar di wajah Kama. "Kamu boleh mencintai siapa saja Seika tapi jangan mau diperbudak oleh rasa cinta itu sendiri. Jangan pernah terhasut oleh cinta buta!" tandas William tanpa memperdulikan bagaimana Seika berlinang air mata di sudut ruang keluarga, di samping jendela. "Sekarang kamu sendiri yang menanggung akibatnya, bukan?" Oleh karena tangis Seika yang semakin menjadi, William berjalan mendekat. Duduk berlutut di hadapannya. Mengusap-usap kepalanya penuh sayang. "Seika …?" Tak menunggu lama, Seika mengangkat wajah memandang remuk. T
Read more

Profesional

"Selamat pagi!" Seika memulai briving pagi ini dengan profesional. Sadar sepenuhnya, akan kehadiran Kama tak membuatnya goyah sedikit pun. "Mari kita awali briving pagi ini dengan berdoa terlebih dahulu. Menurut Agama dan Kepercayaan masing-masing, berdoa mulai." Serta merta aula Seikamara Publishing menjadi sunyi. Hanya suara jam dinding dinding besar di sudut kanan ruangan yang berdetak heroik. "Berdoa selesai!" Seika mengangkat wajah, memperhatikan satu per satu keluarga besar Seikamara Publishing yang sudah seperti keluarganya sendiri, termasuk Kama. Tak dapat dipungkiri masih ada perasaan iba saat melihat kondisiya yang cukup parah di lagian wajah. Perban terpasang di sana-sini. Sudut-sudut bibirnya pun masih terlihat lebam. "Ah, aku tak boleh lemah!" seru Seika dalam hati menyemangati diri sendiri. "Itu resiko yang harus dia dapatkan dan jelas, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan seluruh penderitaan!" "Baiklah Teman-teman, hari ini kita akan kedatangan tamu dari
Read more

Demi Tuhan

Tergesa-gesa, Seika berjalan ke luar kamar. Berderap menuruni tangga. Pagi ini dia sudah ada janji dengan menejer King Stationary untuk mendiskusikan masalah sponsor. "Noni, sarapan?" khawatir, Bibi menghentikan langkah setengah berlarinya. "Bibi perhatikan dari kemarin Noni belum makan?" Terpaksa Seika berhenti, memberikan penjelasan. "Seika makan di kantor saja Bi, ada banyak perkerjaan penting yang harus Seika selesaikan." Bibi manggut-manggut mengerti plus maklum. "Nanti Noni pulang jam berapa, mau dimasukkan apa nanti malam?" "Emh, Bibi … Nanti Seika telepon, ya? Sekarang Seika benar-benar harus berangkat, ada janji penting dengan perusahaan rekanan. Oke? See you, Bibi!" Tanpa menunggu reaksi apa pun lagi dari Bibi, Seika berlari ke luar. Sayang, dia ingat ada sesuatu yang tertinggal di kamar. Jadi, terpaksa kembali lagi dan hanya bisa menyeringai ketika berpapasan dengan Bibi di ruang tamu. "Sial, sial!" Kenapa dia harus melupakan buku agenda kerjanya? Itu yang membuat
Read more

Go, Kama, Go A Away!

"Ah, andai aku sekuat kamu, Seika!" "Kuat, kamu kuat kok, Hiranur." Seika berusaha memberikan semangat meskipun dirinya sendiri masih seperti remahan roti. "Aku yakin kamu bahkan bisa lebih kuat dari pada aku. Buktinya, selama ini kamu tegar melihat aku bersama Kama, bukan? Kamu baik-baik saja kan Hiranur, sampai akhirnya Tuhan berkehendak lain." "Seika, sebenarnya aku nggak setegar itu, kok." sanggah Hiranur jujur dan apa adanya. Dia berpikir tak ada lagi yang perlu untuk dirahasiakan. Toh, Kama sudah menjadi milik wanita lain. Dirinya dan Seika sama-sama tidak beruntung dalam hal ini. "Kadang-kadang aku cemburu, frustrasi dan sering berpikir untuk berbuat jahat. Maaf ya Seika, bahkan aku pernah berprinsip selama janur kuning belum melengkung, Bang Kama belum menjadi milik siapa pun. Jadi aku masih bebas untuk memperjuangkannya menjadi milikku." Seika tertawa kecil, sedih. "Lalu?" Hiranur ikut tertawa. "Tidak pernah berhasil dan akhirnya menyerah, pasrah. Eh, tahu-tahu Bang Kama
Read more

Selamat Tinggal, Kekasih

"Apa William, Kama … Apa?" antara terkejut dan tak percaya, Seika memberikan respon. "Oh, benarkah itu William?" "Ya, Seika. Kama mengembalikan mobil yang kamu belikan dulu, karena katanya dia sudah ada mobil sendiri. Dia juga mengembalikan semua barang pemberian kamu, Seika. Tapi aku belum cek sih, bagaimana kebenarannya. Semua barang itu dia simpan di bagasi mobil." Lebih dari vertigo berat rasanya, lebih dari gerd mendengar semua keterangan William. Sampai hati Kama melakukan semua itu, padahal Seika sama sekali tak mempermasalahkan. Mustahil menjilat ludah sendiri. "Aku harus bagaimana, William?" "Kamu?" "Iya, harus bagaimana?" William tertawa lepas. "Harus bisa menerima kenyataan. Sudah, santai saja. Dia kembalikan ya tidak masalah, terpenting bukan kamu yang meminta kembali. Oke?" Seika merendahkan suara. "Aku masih memakai cincin tunangan kami, William tapi dia sesuka hati mengembalikan semua pemberian aku." Lagi, William tertawa. "Kalau begitu, sederhana solusinya,
Read more

Cerita Yang Terbolak-balik

"Sei, tunggu!" Welas setengah berteriak. Sedari tadi mengkhawatirkan sahabat dekatnya itu. "Sei, Sei …!" tak menyerah begitu saja karena Seika berjalan cepat menuju area parkir mobil, Welas terus mengejarnya. Mau tak mau, Seika menghentikan langkah. Membalikkan badan, menanti Welas yang setengah berlari ke tempatnya berdiri. Tak sampai hati juga akhirnya melihat sahabat tersayang jungkir balik. Toh, dia begitu karena menyayanginya juga. "Sei … Kamu nggak apa-apa, kan?" napas Welas naik turun memburu. Sudah lama tidak jogging setiap sore dan bersepeda setiap Sabtu pagi, membuat kekuatan fisiknya sedikit melemah. "Aku khawatir banget, lho." Seika menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak Welas, aku oke." Welas menghela napas panjang. "Syukurlah Sei, aku lega sekarang. Any way kamu mau ke mana?" To the point Seika berterus terang. "Ke pantai, melarung masa lalu." "Eh, eh aku ikut dong Sei? Emh, kamu butuh body guard kan?" "Nggak." datar, Seika menampik. "Tukang foto, butuh nggak?" "N
Read more

Selalu Ada Maaf Untuk Cinta

"Ya, jangan merajuk lah, Bang!" Siti Hapsari memasang wajah cemberut. "Abang ini galak kali sama Siti. Apa salah Siti, Bang? Kalau tidak demi kebahagiaan Ayah pun tidak sudi Siti menikah dengan Abang. Abang kira Siti senang? Tidak, Bang!" Siti Hapsari pura-pura beringsut menjauh dari Kama. "Sebetulnya Siti pun sudah ada Bang Syamsul, kekasih Siti sejak sama-sama SMU dulu. Bukan hanya Abang yang sudah punya Seika, betul." Serta merta Kama bangkit dari tempat tidur. Antara sadar dan tidak, menggapai tangan Siti Hapsari yang halus, lembut, wangi. Menariknya hingga tubuh tinggi semampai sexy dalam balutan lingerie biru langit itu terjatuh ke dalam pelukan bidangnya. "Ti, jawab pertanyaanku sekarang!" Takut, senang, dipenuhi gairah Siti Hapsari mengangguk kecil. Tersenyum tegar. "Kita sama-sama terpaksa menjalani pernikahan ini, apa kau yakin kita bisa bertahan?" Seisi dada Siti Hapsari bergemuruh demi mendengar pertanyaan Kama. Apa kita bisa kita bertahan? Oh, sungguh Siti Hapsari t
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status