Home / Romansa / Pungguk Merindukan Bulan / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Pungguk Merindukan Bulan: Chapter 91 - Chapter 100

115 Chapters

Suka Bukan Cinta

"Aku, apakah aku menyukai Leon?" Seika membalikkan pertanyaan, membuat William tersenyum setengah mengerling. "Ya." sahut William sambil mencuil pucuk dagu adik sepupu tersayangnya itu. "Kamu menyukainya, bukan?" Malu-malu, Seika memalingkan wajah yang sudah bersemburat merah. Menggeleng-gelengkan kepala tetapi bukan berarti tidak. Mati-matian Seika menyembunyikan perasaan yang sebenarnya pada Leon. Bukan ingin membohongi William atau semacamnya tetapi masih malu untuk mengakui. Masih ragu juga, karena di separuh hatinya masih ada Kama. "Ayolah Seika, kita bukan anak kecil lagi!" "Ya, aku tahu." "Jadi?" "Apanya?" "Hahahaha Seika, Seika! Jangan kamu pikir kakak sepupu kamu ini bodoh, ya? Kalau nggak ada perasaan apa pun pada Leon, kenapa harus marah ketika Welas terlambat memberi ta---" Seika memangkas kata-kata William dengan sempurna. "Aku nggak suka dibohongi, William. Kamu tahu, kan?" Giliran William menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak Seika, Welas tidak berbohong. Dia
Read more

Menemui Mamak

"Maksud kamu, El?" Kama benar-benar tersentak dengan permintaan Seika. Sudah hampir satu tahun berlalu sejak perjodohan gila itu memberai ikatan cinta mereka dan baru sekarang Seika bertekad melakukannya. "Menemui Mamak, untuk …?" Seika tersenyum getir. "Untuk mencari jawaban kenapa begitu teganya Beliau mencampakkan aku begitu saja. Apa Mamak lupa, satu set perhiasannya bahkan masih kusimpan dengan rapi. Kujaga dengan baik sebagaimana pesannya Beliau dulu. Kama, tolong jawab aku, sebenarnya ada apa?" Kama menggeleng-gelengkan kepala, menyapu air mata yang memaksa menetes di wajah. "Aku juga nggak tahu El, sungguh. Semua terjadi begitu saja, bahkan Mamak sampai hati memalsukan kematiannya, kamu ingat?" "Ya. Aku ingat, Kama dan itulah mengapa aku berpikir harus menemui Mamak. Berbicara empat mata dengan Beliau. Meskipun itu takkan merubah kenyataan, setidaknya hati ini menjadi lega setelah tahu hal apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana, Kama?" Kama terdiam, tentu saja. Kebingun
Read more

Tamparan Keadaan

Tok, tok, tok! "Assalamu'alaikum!" lirih karena takut Hiranur mengucapkan salam setelah Seika mengetuk pintu rumah Mamak dengan penuh keyakinan yang memancar di mata blue ocean miliknya. "Assalamu'alaikum, Mak Cik!" Kikuk, Hiranur melirik ke arah Seika yang berdiri tegak di sebelah kirinya. "Semoga ada di rumah ya, Seika?" Seika mengangguk, tersenyum optimis. Jangankan Kama, Welas dan William, seisi dunia pun takkan mampu menghalangi tekadnya. Bagaimanapun, apa pun yang terjadi dia harus tetap ke sini, menjumpai Mamak. Titik. Sebenarnya Hiranur merasa sungkan menemani Seika ke rumah Mamak tetapi Seika memohon, memelas. Jelas, jika tidak karena berhutang budi pada Menir Hank yang berarti ayah kandung Seika, tidak mungkin bersusah payah seperti ini. Bukan hanya sakit baginya jika harus berhadapan dengan Mamak. Terlebih ketika Mamak memuji-muji Siti Hapsari sampai setinggi langit, setiap kali mereka berjumpa dan ada kesempatan berbicara. Wah, Hiranur seperti tercabik-cabik. "Mak C
Read more

Kejujuran Hati Mamak

"Sebetulnya, tidak masalah jika Menir Hank tak merestui hubungan kalian waktu itu." Mamak mulai mengungkapkan isi hatinya. Matanya masih tergenang tangis, begitu juga hati, masih tergenang darah. Kama, Seika dan Hiranur menyimak dengan perasaan masing-masing. Kama sendiri masih tak percaya, kalau Mamak bisa sesakit ini menerima penolakan Menir Hank atas niat baiknya menikahi Seika. Padahal dia sudah mulai bisa memaafkan, terlebih karena Menir Hank sudah meninggal dunia. Untuk apa merawat benih sakit hati? Sementara itu, Hiranur justru tersenyum jahat dalam hati. Senyum yang dibenci namun tak mampu untuk dicegah. Apapun itu, terpenting dia dan Seika sama-sama tak bisa memiliki Kama. Sambil terus memperhatikan Mamak, dalam hati Hiranur tertawa puas. Seika? Gadis berdarah campuran Indonesia - Belanda itu sudah seperti keruntuhan langit dan segala isinya. Sedih, sakit dan tak pernah menyangka kalau papanya akan sejahat itu pada keluarga Kama. Walaupun Mamak belum berkata apa-apa la
Read more

Misteri Yang Terungkap

"Ah, sorry Kama, aku harus pulang sekarang. Yogyakarta bukan sedekat Medan kalau dari sini. Aku harus mengejar waktu." Seika menghempaskan kedua tangan Kama yang memegangi pundaknya. Membuka pintu mobil, menyeret tubuhnya masuk, duduk di belakang setir. Dia sudah menyewa mobil itu untuk satu minggu lamanya. Bagi Seika, perjalanan pulang pergi Medan - Kaloy benar-benar menguras tenaga. Jiwa dan raga. "El, El!" menyadari kenekatan Seika, Kama meminta kesempatan untuk berbicara. "Satu menit, El. Please …?" "OK. Apa?" Seika menutup kaca pintu mobil hingga setengah. "Sekarang kamu boleh mengembalikan perhiasan ini tapi aku yakin suatu hari nanti pasti kembali kepadamu lagi!" Satu menit telah berlalu, sesegera mungkin Seika menutup rapat-rapat kaca pintu mobil. Membukanya kembali, melongokkan kepala ke luar. Menumpahkan seluruh perasaan bersalah di wajah, tersenyum sedih. "Atas nama Papa, aku minta maaf, Kama. Karena Papa tidak merestui kita, beginilah akibat yang harus kita dapatka
Read more

Oh, My God!

Alih-alih menanggapi semua perkataan Leon yang baginya drama, Seika memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Tak sampai tiga detik berikutnya, dia sudah menghubungi William, voice call. Seika lupa kalau kakak sepupunya itu sedang berada di Belanda, menyelesaikan beberapa proyek yang mangkrak selama ditinggal di Indonesia. Artinya, di sana masih jam empat pagi, karena ini musim semi. Selisih waktunya lima jam lebih dulu Indonesia. "Sorry, William!" dengan sedikit perasaan bersalah, Seika bergumam lirih. "Aduh, apa sih yang penting dan spesial itu? Ugh, aku nggak pernah nyangka kalau ternyata Leon bisa seusil itu!" Tut, tut, tuuuttt! Jurus andalan, menghubungi Welas. Siapa lagi? Bibi sudah terlalu tua untuk dia libatkan dalam setiap masalah yang ada. Masih bisa memang, karena Bibi orangnya sportif. Semangat hidupnya juga luar biasa. Tapi Seika sudah mulai belajar memilah dan memilih, tidak perlu sedikit-sedikit melibatkannya. Belajar dewasa juga. Karena tidak diangkat, Seika
Read more

Seika Menghilang

Menyisir kota Medan. Itulah yang akhirnya dilakukan oleh Kama. Dia merasa bagaimanapun juga, Seika seperti ini karena masalah dengannya yang tak kunjung usai. Jadi, harus memastikan bahwa Seika dalam keadaan selamat, sehat dan baik-baik saja. Tak kurang satu apa pun juga. Kalaupun tidak bisa membicarakan masalah itu, setidaknya dia tahu, Seika tidak dalam bahaya. Itu intinya. Ya, walaupun harus menunda kepulangan ke Yogyakarta sampai benar-benar menemukan Seika, sih. Tidak masalah selama kandungan Siti Hapsari belum mengirimkan alarm kehamilan. "Kamu Kama, kan?" sapaan yang lebih pantas disebut dengan teguran itu sungguh mengejutkan, membuat Kama sedikit geragapan. "Ya, saya Kama." mantan supir Real Publishing itu berusaha agar tetap tenang. Jangan sampai terlihat seperti meraba dalam kegelapan. "Maaf, Anda siapa, ya?" Penuh percaya diri, Leon mengulurkan tangan. "Saya Leon, Leonardo. Calon suami Seika Eline." Dug! Sejelas itu degup jantung kama mendengar pengakuan Leon. Bagai
Read more

Siapa Yang Berdusta?

"Ha, apa?" batin Kama tak kalah terkejut dari yang tadi. "Jadi, El juga mencariku? Oh, benarkah itu?" Melihat Kama bergeming, seakan-akan terekat kuat di trotoar, Seika tak tinggal diam. Jangan sampai menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Dia tak yakin kalau setelah ini masih akan bertemu dengannya lagi. To the point dia menceritakan semua yang terjadi dengan jujur dan apa adanya. Mulai semenjak meninggalkan Kaloy, sampai beberapa menit yang lalu, sebelum akhirnya menemukan Kama di sini. "Aku serius Kama, seperti itulah kejadiannya." Seika menyedekapkan tangan, membiarkan rambut panjang pirangnya yang tergerai bebas, dimain-mainkan oleh angin malam. "Ya, sebenarnya aku pun bingung. Kadang-kadang juga takut. Jujur, aku tak bisa pergi dari kamu, Kama. Ya, walaupun tahu kalau kamu sudah menikah. Sudah mau punya anak, hahahaha …!" Kama tertawa lirih, bingung. Pria yang terkenal super tampan plus kharismatik itu bahkan tidak tahu harus bagaimana, harus sedih ataukah bahagia? Akhirnya
Read more

Derya is Back

"Selamat malam, Kama!" sedikit gemetar oleh rasa takut yang mendadak menjajah hati, Leon turun dari mobil. Bersikap selayaknya seorang kesatria pembela kebenaran, Kama menyahut tegas. Berwibawa namun tidak jumawa. "Selamat malam, Leon. Maaf mengganggu." Leon memasang wajah polos. Begitu polosnya sehingga tak segaris senyum pun terlukis. Demi menutupi perasaan takut yang kian menjadi-jadi, dia mengangkat kedua bahu. Sedikit mencebik untuk memancing keberanian supaya muncul ke permukaan. "Ada keperluan apa sehingga menemui saya malam-malam begini, Kama?" "Oh, tidak! Saya hanya harus sedikit menegur kesalahan Anda. Jangan sekali-kali menyebarkan berita yang tak pasti kebenarannya, terutama jika itu berkaitan dengan Seika Eline. Saya tahu persis bagaimana rasanya mencintai seseorang tetapi memaksakan kehendak, jelas bukan perbuatan terpuji, bukan? Bagaimana, apakah Anda setuju dengan saya?" Leon mati kutu, tentu saja sehingga hanya bisa bergeming di tempatnya berdiri. Tak secuil kec
Read more

Semua Bisa Marah

"Emh, Abang belum pulang, Mak. Mungkin sebentar lagi." akhirnya Siti Hapsari memilih untuk menutupi yang sebenarnya terjadi. Terlalu berbahaya juga jika dia menjawab dengan jujur dan apa adanya. Bisa-bisa Kama murka, meledak-ledak. "Belakangan ini Abang banyak lembur di kantor." "Apa, lembur di kantor?" suara Mamak sudah lebih menggelegar dari pada petir saat hujan deras. "Istri lagi hamil besar, sudah mau melahirkan pun masih bisa lembur? Apa sebetulnya yang dia cari?" Siti Hapsari jelas terdiam, tak berani memberikan tanggapan. Merasa bersalah juga dia, menyesal karena sudah mengarang-ngarang cerita yang ternyata berakibat fatal. "Ti!" "Saya, Mak?" "Baik-baik di sana kau, ya? Besok pagi Mamak berangkat ke Jogja." "A---Apa Mak, Mamak mau ke mari?" "Lho, kenapa rupanya? Nggak boleh Mamak nengok anak-anak dan cucu Mamak?" "Bu---Bukan begitu, Mak. Bo---Boleh kok, Mamak ke mari, dengan senang hati. Abang juga pasti senang Mamak datang. Maaf ya Mak, Siti terlalu senang tadi wakt
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status