Home / Romansa / Pungguk Merindukan Bulan / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Pungguk Merindukan Bulan: Chapter 81 - Chapter 90

115 Chapters

Pria dari Masa Lalu

"Oh, my God!" William menepuk-nepuk dadanya kirinya. Dia baru saja sampai di Bakso Bathok, menyusul calon isteri tercinta dan adik sepupu tersayang. "Anda berdua suka membuat saya terkena heart attack, ya?" selorohnya sambil menghempaskan tubuh di depan Welas. Bukannya merasa bersalah saya bagaimana dua orang yang sangat penting dan berharga dalam hidupnya itu malah tertawa lirih, cekikikan. William menggeleng-gelengkan kepala keheranan, tentu saja. Kompak sekali dua sahabat dekat itu! Sayang, kadang-kadang kekompakannya di luar malaria manusia. Seperti ini misalnya, tertawa senang di atas penderitaan orang yang benar-benar care. "William … Mau minum apa, mau makan bakso juga?" Welas bertanya masih sambil tertawa. "Aku pesankan nanti." Lagi, William menggeleng-gelengkan kepala tetapi kali ini sambil mencuil pucuk dagu Welas. Sayang, gemas. "Kopi hitam pahit sama bakso kuah plus pangsit." "Malu ah, William?" Welas menjauhkan wajah dari sang Pujaan Hati. "Oke, aku pesankan dulu ya, k
Read more

Masih Tak Percaya

"Kalian tahu nggak, kenapa aku cinta banget sama Kama?" Seika tersenyum sedih, hancur. "Cinta mati, bahkan." lanjutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala lemah. William dan Welas saling pandang, sama-sama tersenyum empatik tetapi tak secuil kecil kata pun tergetar dari bibir mereka. Hanya diam, menunggu apa yang akan diungkapkan Seika pagi setelah ini. Berharap semoga dengan sharing seperti ini keadaan Seika semakin membaik. "I didn't know why … Yakin, kalau Kama adalah pribadi yang baik, setia, tulus, jujur, bertanggung jawab." terbata-bata Seika mengungkapkan seluruh isi hatinya. "Rasanya tak percaya, masih seperti mimpi bahwa ternyata dia sanggup berkata dusta, ingkar dan puncaknya adalah berkhianat. Oh, my God! Apa yang ada dalam benak Kama waktu itu ya William, Welas? Ck, semudah itu dia meninggalkan aku!" "Dan dia pasti akan menyesal seumur hidupnya, Sei!" simpul Welas sambil merapatkan selimut Seika hingga ke leher. "Jangankan kamu Sei, aku saja yang hanya kolega, nggak nya
Read more

Tersakiti Oleh Cinta

"Noni …?" Bibi menyambut kepulangan Seika dari rumah sakit dengan mata berbinar, wajah berseri-seri. "Oh Noni, selamat datang di rumah kembali dan jangan pernah jadi pasien di rumah sakit lagi. Oh, Bibi sedih sekali Noni sakit." Seika tersenyum, berjalan gontai di antara Welas dan William yang terus menjaga tanpa kenal lelah. "Seika nggak apa-apa kok, Bi. Nih, sudah sembuh. Hahahaha, sebenarnya Seika sudah nggak betah di sana tapi dokter mengharuskan sampai infus habis. Hehehehe, orang sehat kok, dirawat inap?" Gemas, Bibi menarik pucuk hidung Seika. "Makanya Noni jangan nakal, nurut apa kata Bibi. Bandel sih, pakai ke pergi ke pantai segala. Tanpa izin Bibi lagi, kan?" Welas, William dan Seika tertawa lepas. Bibi ikut tertawa diikuti oleh Pak Gading. Pak Raka sudah habis masa kontrak kerjanya, sudah tidak di sini lagi. Kalau masih ada, wah, bisa-bisa ruang tamu ini lebih meriah lagi. Sayang, Pak Gading juga sudah harus berhenti pekan depan tetapi sepertinya William mau menawarkan
Read more

Cerita-cerita Baru

"Oh, oke." sahut William lembut, tegas sekaligus khawatir. "Aku segera pulang. Tolong temani Welas sebentar ya, Seika?" "Oke, William. Aku balik ke ruang keluarga lagi." Seika turun dari ayunan. "Kamu jangan lama-lama, ya?" William menyahut oke lalu memutuskan sambungan telepon. Sekarang, Seika berderap menuruni anak tangga, kembali ke ruang keluarga. "Welas, gimana?" Seika to the point, memperhatikan Welas dengan penuh kasih sayang. "Kamu nggak apa-apa, kan?" Welas menghela napas panjang, mengusap-usap pinggul. "Nggak Sei, cuman pinggangnya pegel banget." Seika menggigit bibir bawah kuat-kuat. "Oh, mau aku bantu usap-usap? Emh, pakai minyak zaitun ya biar lebih nyaman?" Welas mengangguk. "Aku tiduran miring di sofa saja ya, Sei?" "Oke, Welas. Sebentar ya aku ambil minyak zaitunnya di kotak P3K dulu?" "Oke, Sei." Tak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, Seika berjalan ke wastafel samping kamar mandi tamu. Kotak P3K tergantung di sana. "Minyak zaitun, minyak zaitun … Nah,
Read more

Jangan Turuti Hawa Nafsu

"Ah kau, Ti!" Kama tak mampu mencegah dirinya sendiri untuk tidak kesal. "Suka kali lah mereka-reka cerita tentang Seika Eline. Suka kali kau tengok aku menderita. Apa kau pun ingin tengok aku hancur berkalang tanah, Ti? Sangsi aku Ti, dengan semua sikap baik kau selama ini. Jangan-jangan semua itu hanyalah sandiwara belaka?" Mengunduh respon seperti itu dari suaminya, Siti Hapsari mengurungkan niat untuk menunjukkan di mana Seika Eline berada, tentu saja. Nanti, kalau betul-betul Kama jatuh pingsan dan tak pernah bangun lagi, bagaimana? Mengerikan, menyedihkan sekali rasanya menjadi janda saat hamil tua seperti sekarang ini. Ya, dalam keadaan tidak mengandung pun kalau bisa jangan sampai. "Ya nggak lho, Bang." Siti Hapsari berusaha untuk menetralisir suasana. "Yang Siti minta Bang, kita sama-sama panjang umur murah rezeki. Berkah melimpah ruah, Bang. Bukan macam Abang cakap tadi." Kama tersenyum sedih. "Ya sudah yuk Ti, kita belanja lagi. Apa saja tadi yang belum terbeli? Kain bed
Read more

Balasan Untuk Derya

"Tolong bebaskan saya, Menir Willy!" Derya semakin meradang. Resmi sudah dia menjadi narapidana dan terpaksa mendekam di hotel prodeo. Sebongkah penyesalan yang kini mengisi hatinya pun sudah tiada berguna lagi. William berkeras, bersikukuh dengan segala tuntutannya. Bagaimana mungkin Derya berkelit dari pasal berlapis yang begitu kuat menjeratnya? "Hanya Menir Willy yang bisa membebaskan saya. Tolong Menir Willy, saya mohon!" Melihat Derya yang terlihat seperti cacing kepanasan, William tersenyum simpul. "Sorry Derya, saya tidak bisa menolong Anda. Ini adalah keadilan terbaik untuk kita. Semoga Anda bisa banyak belajar dari kejadian ini." Derya masih belum menyerah, terus memohon supaya William membebaskannya. "Saya tahu Menir Willy tapi saya mohon … Saya janji, ketika bebas nanti saya tidak akan mengusik ketenangan hidup keluarga almarhum Menir Hank lagi. Sungguh menir Willy, saya mohon." "Kalau begitu, sampai jumpa tiga puluh enam tahun lagi, Derya!" cakap William penuh keyakin
Read more

Hiranur Remuk Hati

"OK, no problem jika keputusan kamu sudah bulat, Hiranur." William mencoba menenangkan Hiranur. Melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Dalam hati bergumam gembira, karena masih ada waktu sekitar sepuluh menit lagi untuk berbicara dengannya. "Saya hanya memberikan pengarahan saja, kok. Kamu tidak harus mengikutinya karena saya percaya kamu lebih memahami situasi dan kondisinya dari pada saya. Saya harap pengunduran diri kamu ini adalah keputusan yang tepat, Hiranur." Tangis Hiranur sudah menyusut, sudah tidak terlalu sulit untuk berbicara namun masih diam. Entah mengapa, berat rasanya untuk melanjutkan langkah. Berat sekali rasanya untuk menekan tombol pengunduran diri yang dia ciptakan sendiri. Hiranur semakin bingung dan ketakutan. "Hiranur, apakah kamu baik-baik saja?" "Emh ya, Pak William." William memperhatikan Hiranur lebih dalam lagi. "Jadi, apa keputusan kamu? Saya masih menunggu, masih ada sekitar delapan menit lagi. Saya sudah berjanji pada Welas
Read more

Sumpah, Demi Tuhan!

"El … Eline!" panggil Kama sambil memasukkan kunci mobil ke dalam saku celana. "Seika Eline!" panggilnya lagi dengan raut wajah dipenuhi rindu. Hatinya berdebar-debar hebat, sementara jantung berdegup sangat kencang. Lebih kencang dari pada genderang mau perang. "Seika Eline!" Merasa ada yang memanggil, Seika menghentikan langkah persis di depan pintu utama toko buku LOVE READING. Memutar setengah badan, menghadap ke belakang dan sedikit menyesal. Jika tahu yang memanggil itu tadi Kama, mustahil dia menyisihkan waktu. "Aduh, gimana ceritanya sih, aku bisa pangling suara Kama? Apakah ini definisi mengukur dalam-dalam segala kenangan bersamanya?" Seika bergumam dalam hati. "Oh, hai, El!" Kama mendahului menyapa, memaksa henti gemuruh di rongga dada. "Maaf kalau aku ganggu, El?" Seika benar-benar menghadap Kama sekarang. Mengulum senyum sopan santun. "Ada perlu apa, Kama?" Kama menangkupkan tangan di dada. Tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan emas yang baru saja diberikan Seika. "P
Read more

Cinta Mati

"Sei, Seika!" Welas mengulangi panggilan, "Kamu tidur?" Seika tetap diam, meringkuk di tempat tidur. Mendekap bayang-bayang Kama yang begitu jelas berbaring di sampingnya. Seakan-akan itu bukan bayangan, Seika meletakkan kepala di dada bidangnya sambil berbisik lirih memanggil, "Kama … Kenapa semua ini harus terjadi, Kama? Sekarang aku nggak berani lagi untuk mengatakan cinta atau perasaan apa pun yang ada dalam diriku padamu. Nggak berani Kama, karena tahu ada Siti Hapsari yang harus kamu jaga dengan sebaik-baiknya. Maafkan aku Kama, maafkan aku. Tak semudah membalikkan telapak tangan untuk bisa berhenti mencintai kamu!" Untuk memastikan apakah Seika tidur atau terjaga tetapi tak mendengar panggilannya, Welas mengetuk pintu sekali lagi. "Sei!" Tok, tok, tok! "Sei?" "Kenapa Welas, ada apa?" William yang khawatir akan kondisi adik sepupunya menyusul Welas. Mendekatkan telinga ke daun pintu kamar Seika. Welas menggeleng-gelengkan kepala, berbisik lirih, "Dari tadi nggak ada sahu
Read more

Just for Kama?

"Hai, Eline!" Pagi-pagi sekali, Leon sudah bertandang ke rumah Seika. Misi utamanya untuk mengetahui bagaimana keadaan sang Pujaan Hati. Berikutnya, memperkuat usaha untuk mendapatkan seluruh cintanya. "This is for you." penuh keyakinan Leon menyerahkan buket tulip putih padanya. "Specially, lovely for you." selain buket tulip putih---bunga favorit Seika---Leon juga menyerahkan senyum paling manis yang dia miliki. Senyum paling tulus. Sayang, tak seperti yang diharapkan Leon, Seika justru terlihat tidak senang, membuang muka. Menyedekapkan tangan sebagai pertanda bahwa dia tak bisa menerima pemberian Leon. "Eline …?" tak patah arang, Leon berjalan ke hadapan Seika, mengangsurkan buket cantiknya. "Tolong terima, ya?" pemilik cinta tulus murni pada Seika itu lalu mengulum senyum manis. Meskipun pedih di dalam tetapi tak ingin menunjukkan rasa itu padanya. Cukup dirinya. "Sorry, Leon …!" "Tapi kenapa, Eline?" Leon tersenyum getir. Tanpa senyuman Seika menggeleng-gelengkan ke
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status