Home / Romansa / Pungguk Merindukan Bulan / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Pungguk Merindukan Bulan: Chapter 21 - Chapter 30

115 Chapters

Perjuangan Seorang Ayah

Menir Hank menatap Derya dengan super serius. Tak dibiarkannya lepas dari pagutan sorot matanya meskipun hanya satu detik. Ini bukan lagi perkara memisahkan Seika dari Kama tapi membuat Seika pulang kembali ke rumah, bagaimanapun caranya. "Saya bersedia, Menir." tukas Derya menciptakan sebentuk kelegaan dalam hati Menir Hank. "Saya akan buktikan pada Menir, kalau saya tak sebodoh yang Menir kira!" Menir Hank tersenyum masam. Mencebik, lalu menghisap pipa rokoknya lagi. "Bagus. Kadang-kadang rasa sakit hati justru lebih berenergi dari pada semangat diri, Derya. Saya pegang kata-kata kamu, jangan sampai tak berbuah. Karena jika itu terjadi, saya tidak akan segan-segan mengeluarkan kamu dari Real Publishing. Paham?" Mantap, Derya menjawab, "Paham, Menir." Menir Hank memberikan standing applause untuk Derya, tentu saja. Tidak hanya itu, dengan jumawa dia menarik laci meja kerja, mengambil amplop coklat besar yang sudah diisi dengan sejumlah uang yang cukup fantastis, tiga ribu Euro. B
Read more

Hiranur Mengejar Cinta

"Selamat pagi," ucap Hiranur sopan pada resepsionis Seikamara Publishing. Pandangan tersorot penuh, senyum tipis terlengkung manis. "Saya Hiranur, mau bertemu dengan Ibu Seika Eline. Bisa?" Resepsionis menanyakan apakah dia sudah membuat janji dengan Seika sebelumnya? Hiranur menggeleng-gelengkan kepala lalu memberikan sebuah alasan yang menurutnya logis. "Gawai Ibu Seika Eline tidak aktif sejak kemarin sore. Jadi saya tidak sempat membuat janji. Tolong Ibu, ini penting sekali." "Baik, Ibu. Kalau begitu silakan tunggu, saya konfirmasi dengan Ibu Seika Eline terlebih dahulu." kata si Resepsionis sambil menunjuk ke kursi di depan biliknya. "Ini pun Ibu belum datang ke kantor, Ibu. Belum ada di ruang kerjanya." Hiranur tersenyum masam. "Baik, terima kasih." Dalam hati Hiranur bertanya-tanya, ada apakah gerangan sehingga sampai sesiang ini Seika belum juga ada di kantor? "Kata Bang Derya paling lambat jam delapan? Emh, ada apa ya?" Chat To@Bang Derya [Pagi, Bang] [Maaf kalau Hira ga
Read more

Kost Puteri ANYELIR

"Abang!" dengan segenap rasa rindu yang membara di rongga dada, Hiranur memanggil. Mempercepat langkah ke arahnya. Akhirnya, setelah sekian lama tiada berjumpa. Pucuk dicinta ulam pun tiba. "Abang Kama!" Melihat itu, Welas banting setir, tentu saja. Terus mendorong Kama untuk segera pergi dengan mimik wajah paling galak yang dia miliki. Sehingga Kama pun memahami, itu bukan situasi yang biasa. Terlebih setelah Welas memberi tahu kalau Seika tidak masuk kantor hari ini tadi. Jelas, segala pemikiran Kama terarah fokus padanya. Ada apa? Bagaimana keadaannya? Mengapa tidak memberi kabar? Tanpa berkata apa-apa lagi, Kama bergegas ke luar kantor, menuju area parkir mobil. Sama sekali tak terpikir olehnya kalau Hiranur justru menelepon, meminta waktu untuk bertemu meskipun hanya beberapa menit saja. Kama mati kutu dalam detik-detik yang semakin cepat melaju. Terpaksalah dia mengangkat teleponnya sambil melompat masuk ke dalam mobil. "Ada apa, Hira?" tanya Kama sambil mengedarkan pand
Read more

Seikamara Publishing

Giliran Seika yang tertawa kecil. Setengahnya geli mendengar jawaban Kama, setengahnya lagi tersanjung sekaligus bersyukur. Kama sudah benar-benar sukses dalam hal ekonomi. Bukan hanya sukses tapi dengan senang hati memberikan apa yang dia butuhkan. Bahkan ketika itu alat transportasi yang tak murah, mobil. "Ya, aku transfer Kama …?" sesegera mungkin Seika memberikan penjelasan. "Iya memang, Papa sudah menarik semua fasilitas hidup aku tapi kan, aku juga punya tabungan sendiri. Kamu jangan khawatir ya, Kama? Aku benar-benar ada kok, yang untuk beli mobil." lanjutnya dengan penuh keyakinan. "Nanti, setelah mobil terbeli, bantu aku mencari rumah ya? Eh! Enaknya beli rumah yang sudah jadi atau beli tanah lalu kita bangun rumah ya, Kama?" Kama sangat mengenali bagaimana sepak terjang Seika. Jadi, dia tersenyum simpul, maklum. Apalagi dalam keadaan terusir seperti ini, jelas Seika langsung menyusun rencana-rencana baik untuk ke depannya. Sedangkan selama ini saja---dalam keadaan dimanja
Read more

William

Beruntung sekali Kama pagi ini, karena ternyata Seika tidak marah. Malah, dia meminta maaf karena sudah salah sangka dan cemburu berlebihan tadi. Tentu saja, Kama langsung tertawa bahagia. "Aku senang kok El, kalau kamu jealous kayak gitu!" ungkap Kama sambil merapikan rambut bagian depannya yang sudah panjang sealis mata. "Itu artinya kamu benar-benar love aku ya, kan?" Sebagaimana Kama, Seika juga tertawa bahagia. Malunya dia mengatakan, "Ya tapi jangan terlalu sering buat aku jealous ya, Kama? Nanti kalau jantungku rontok, bagaimana?" Mendengar permintaan manja dari sang Kekasih, Kama menyahut bijaksana setelah menyebarkan pandangan ke sekeliling, menghirup udara segar. "Ya, jangan sampai rontok dong El. Kalau sampai itu terjadi kan, bahaya banget? Aduh, bisa-bisa Menir Hank murka sampai ke sumsum tulang! Terus, aku dijadikan bahan bakar untuk perapian di sepanjang musim dingin. Hehehehe …!" "Hahahaha …!" mendengar kelakar Kama, Seika tertawa terpingkal-pingkal, terjungkal-j
Read more

Semua Berjuang

Derya dan Welas masih duduk berhadapan di sebuah restoran mewah yang berada di bilangan Jalan Palagan Tentara Pelajar. Keduanya terlihat sama-sama emosional setelah pembicaraan serius tentang rencana tunangan mereka. Welas sampai meneteskan air mata oleh karena perkataan Derya yang begitu dalam menusuk hati. Tetapi, tentu saja Derya tak memperdulikan itu. Dia bahkan sudah menyiapkan sebuah cincin cantik yang terbuat dari mas murni untuk melamar Welas malam ini. Tetapi sayang, Welas justru mementahkan semuanya dengan alasan masih ingin meniti karir. Selain itu, masih takut untuk menjalin hubungan asmara akibat trauma di masa lalu. "Apa kekuranganku, Welas?" Derya bertanya sambil menutup kasar kotak cincin cantik berkilauan itu. "Ya, kalaupun mau membatalkan kenapa mendadak begini? Aku, beli cincin ini bukannya di pedagang kaki lima di pasar tradisional atau pasar lokal, Welas. Pikir dong, pakai otak!" Welas bangkit dari tempat duduknya. Berdiri tegak di depan Derya, memandang mata
Read more

Derya vs Kama

Terpaksa. Tega tak tega, Kama terpaksa menelepon petugas bagian keamanan untuk mengusir Hiranur dari Seikamara Publishing. Sebenarnya Kama sudah bersikap dengan sebaik-baiknya pada Hiranur, menolak hantaran makan paginya pun dengan cara yang baik tetapi tidak mempan. Hiranur justru semakin bekeras, memaksa meninggalkan kotak makannya di meja ruang tamu. Tentu saja Kama keberatan. Sangat keberatan. Bukan saja demi menjaga perasaan Seika tetapi juga mencegah kejadian berikutnya. Kama yakin sekalinya dia menerima hantaran dari Hiranur, maka akan ada hantaran berikutnya dan begitu seterusnya. Meskipun tetangga kampung yang sudah saling mengenal sejak masa kanak-kanak dulu tetapi hal seperti itu tidak bisa dibenarkan. Kecuali Kama masih jomblo, tentu saja. "Baik Abang, baik … Abang jahat!" tuduh Hiranur sambil menuding-nuding wajah Kama yang bersemu merah, "Tak sangka Hira, kalau Abang akan bersikap setega ini. Sama-sama kita berangkat dari kampung untuk mencoba peruntungan di perantaua
Read more

Selalu Ada Tempat Mengadu

[Ya Tuhan, Kama … Sebenarnya aku malu menceritakan ini sama kamu tapi harus. Baru semalam kejadiannya. Derya mau melamar aku, sudah bawa cincin tunangan tapi aku tolak. Ayahku punya feeling buruk tentang dia, Kama. Untung aku mengikuti saran Ayah, kalau nggak? Eh, tahu nggak sih, Kama? Bahkan Sekar, adik kembarku saja nggak sreg setiap kali melihat dia datang ke rumah.] Kama membaca pesan Welas dengan hati-hati dan teliti, jangan sampai salah memahami. [Nah, kalau aku secara pribadi aneh saja gitu, masa tiba-tiba dia naksir aku sih? Tiba-tiba jatuh cinta padahal dulu waktu masih sama-sama di RP sering banget lho, bully aku. Yang manggil aku dengan Super Girl lah, Glasses Woman lah, Cewek Tembus Pandag. Ya pokoknya aku merasa aneh banget, waktu ujug-ujug dia datang terus mendekat. Mustahil. BTW apa ya maksud dia bermain sandiwara seperti itu, Kama?] Sejenak, Kama berpikir keras. Membalas pesan Welas dengan bahasa paling sederhana dari yang dia miliki. [Karena kamu sahabat dekat Seik
Read more

Semakin Memanas

Di ruang kerjanya, Welas seperti kejatuhan rudal. Sekujur tubuh langsung dibanjiri keringat dingin. Dalam hati merapalkan doa-doa, semoga tidak terjadi kesalahpahaman antara Kama dan Seika. Semoga baik-baik saja semuanya. Sungguh, dia tak menginginkan sesuatu yang tak diinginkan terjadi pada mereka. "Ya, El." Kama memilih jujur. Baginya kejujuran adalah hal yang paling utama dalam hidup ini. Katakanlah kebenaran walaupun pahit. "Tadi pagi Hiranur ke kantor. Niatnya mengirimkan makan pagi untukku tapi kutolak. Dia mendesak, memaksa tapi aku berkeras sampai akhirnya menugaskan bagian sekuriti untuk mengusir dia pergi. Mengancam juga sih, awas kalau ke depan masih datang ke kantor lagi atau mengganggu aku lagi." Seika baru membuka mulut mau memberikan tanggapan tapi Kama sudah terlanjur mengambil alih saluran telepon. "Demikan laporan kejujuran mengenai kedatangan Hiranur ke Seikamara Publishing. Saya Kama, melaporkan dari ruang kerja. Untuk informasi selengkapnya Anda bisa menanyai s
Read more

Selalu Ada Intrik

Merasa ada kejanggalan, ditemani oleh Welas, Kama memeriksa rekaman CCTV di Seikamara Publishing. Siapa sosok yang ada di belakang Hiranur? Maksudnya, yang telah memotret peristiwa Hiranur mengantarkan makan pagi untuk Kama. Sepanjang yang dia ingat, hanya ada mereka berdua lalu petugas bagian sekuriti itu pun setelah dia menelepon, memanggil ke ruang tamu. Apa karena dia cukup emosional waktu itu, sehingga tak melihat ada orang lain di sana? "Tapi foto itu diambil di dalam ruangan, lho!" gumam Kama sambil mengingat-ingat beberapa foto yang dikirimkan Seika padanya. "Ini benar-benar aneh bin ajaib! Harusnya yang memotret kami juga ada di ruang tamu, kan? Ruang tamu bagian dalam, kalau menilik dari baca ground fo---" "Ha, ya ampun Kama … Lihat ini!" tunjuk Welas pada layar komputer. "Ha, ternyata Derya!" Dengan marah yang semakin intensif membakar hati, Kama melihat ke arah yang ditunjukkan Welas. "Iya, benar. Berarti ada yang nggak beres sama petugas bagian sekuriti, ini. Perlu se
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status