Beranda / Fiksi Remaja / AKU VS IBUMU / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab AKU VS IBUMU: Bab 11 - Bab 20

44 Bab

Part. 11. Menghindar

Menghindar dari Bang FaizMengapa air mata ini mengalir lagi? Sudah seharian aku menangis, namun, setiap aku mengingat Bang Faiz, bulir-bulir bening itu semakin deras dan semakin banyak yang keluar. Beginikah rasanya dikhianati? Beginikah rasanya dibohongi? Sakit sekali ya, Allah. Rasanya, bagaikan luka yang disiram oleh air cuka. Ya, Bang faiz telah menyiramkan cuka itu ke atas lukaku. Luka itu bertambah dalam dan perih. Sampai subuh menjelang, semenit pun mata ini tak mau terpejam. Kejadian siang tadi terus menari-nari di pelupuk mata ini. Entah bagaimana aku dapat menyembuhkan luka ini. Luka kehilangan bayiku belum lagi sembuh, kini, hati ini tergores lagi oleh Bang Faiz. Kutarik napas dalam-dalam lalu kukeluarkan perlahan, semoga dengan begitu sesak di dada ini semakin berkurang. Kulirik Vera di sebelahku, dia masih tertidur pulas. Azan subuh sudah berkumandang. Aku bergegas beranjak dari atas ranjang lalu menuju kamar mandi untuk mandi
Baca selengkapnya

Part. 12. Pertemuan

PertemuanAku dan Vera menuruti lata-kata Bapak. Kami beranjak menuju kamarku. Tak tau sejak kapan aku tertidur, yang jelas saat kulirik jam di dinding kamarku sudah menunjuk di angka 3. Vera pun tak ada di dalam kamar. Apa dia sudah pulang tanpa pamit padaku?Aku beringsut dari tempat tidur, lalu beranjak ke luar kamar."Masih di sini rupanya, kukira sudah pulang," ucapku ketika melihat Vera sedang duduk menonton televisi bersama Ibu."Belumlah! Masak aku pulang tanpa pamit padamu," ucap Vera sembari melemparkan senyum."Makan dulu, Rat. Tadi belum makan, kan? Ajak Vera sekalian, bentar lagi dia mau pulang!" Mama menoleh pada Vera."Yok, Ver, makan dulu," ajakku sembari menarik tangan Vera.Selesai makan, Vera langsung pamit untuk pulang ke rumahnya."Hati-hati di jalan ya, Ver. Maaf, sudah terlalu merepotkanmu,"ucapku sendu."It's Ok! Kalau ada apa-apa langsung telepon aku, ya! Kapan pun aku siap membantumu." Aku tersenyum. Vera naik ke mobilnya
Baca selengkapnya

BAB. 13. POV FAIZ

POV. FAIZ Namaku Faiz, anak Kedua dari tiga bersaudara. Sejak tujuh tahun yang lalu aku dan kedua saudariku diasuh oleh Mama, karena Papa meninggal dunia akibat serangan jantung.Setelah menamatkan kuliah, aku tak melamar pekerjaan kemana-mana, karena ada usaha keluarga yang kami jalankan bersama. Usaha yang terbilamg cukup sukses dan menjadi penyokong ekonomi keluarga kami.Aku merupakan lelaki yang sangat beruntung karena dapat menikahi wanita yang sangat kusayangi dan mendambakannya menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Ratna, bunga desa yang menjadi rebutan banyak pria, berhasil kusunting menjadi istriku.Namun, kehidupan rumah tangga kami tak berjalan sesuai yang kami harapkan. Mama dan kedua saudariku tak menyukai kehadiran Ratna sebagai istriku. Mereka selalu memintaku untuk menceraikannya dan menikah dengan Chintya, anak sahabat Kak Intan yang cukup kaya.Chintya bahkan sering datang ke rumah atas permintaan Kak Intan. Dia ser
Baca selengkapnya

Bab. 14. Berdamai

BerdamaiBaiklah, aku izinkan Abang memberi penjelasan. Tapi setelah itu, aku minta Abang segera mengurus perceraian kita," tegasku pada Bang Faiz. Bang Faiz mengangguk dan mulai bercerita.Mata Bang Faiz tampak berkaca-kaca. Dia menunduk sembari menyapu kedua matanya yang basah oleh air mata."Chintya mengancam, kalau Abang menceraikannya, dia akan membawa Keysha pergi jauh dari Abang. Abang tak sanggup kalau harus berpisah dengan Keysha, Rat." Bang Faiz menatap sendu."Kalau begitu sudah jelas, kan, Bang? Abang tak perlu bersusah hati memikirkan aku. Abang audah cukup bahagia bersama Chintya. Kalian sudah memiliki seorang putri yang cantik. Tinggalkan aku, lepaskan aku. Aku pun tak akan sanggup kalau harus berbagi suami," tegasku. "Sekali lagi Abang mohon, maafkan Abang, Rat. Tolong mengerti keadaan Abang. Semua ini bukan kemauan Abang. Semuanya terjadi begitu saja, di luar kesadarannya Abang," tambahnya lagi."Sudahlah, Bang.
Baca selengkapnya

Bab. 15. Memulai Usaha

Memulai UsahaSekarang aku harus mempersiapkan hati dan perasaanku untuk menghadapi cibiran-cibiran dari Mama, Maya dan Kak Intan. Mulai sekarang, aku harus lebih pintar menghadapi mereka. Aku yakin, sepulangnya aku nanti ke rumah itu, Mama dan Kak Intan akan semakin gencar melakukan hal-hal yang dapat memisahkan aku dengan Bang Faiz."Assalammualaikum" ucap Bang Faiz di depan pintu. Kami sudah sampai di depan rumah Bang Faiz sekarang."Waalaikumsalam," sahut Kak Intan dari dalam rumah. Pintu rumah pun terbuka lebar."Pulang juga kau rupanya. Kupikir kau sudah tak akan pulang ke rumah ini lagi!" ucap Kak Intan ketus."Kakak ngomong apa? Tolong, bersikap sopan pada Ratna, Kak! Dia istriku, Adik kakak juga," ucap Bang Faiz membelaku."Sopan? Mau sopan gimana lagi? Kakak harus menyembahnya? Silahkan masuk tuan putri! Begitu maksudnya? Faiz, bagi kakak, adik ipar yang terbaik itu adalah Chintya. Dia cantik, kaya r
Baca selengkapnya

Bab. 16. Permintaan Chintya

Permintaan ChintyaMbak Surti diam, seperti memikirkan sesuatu. "Mbak Surti kok diam?" tanyaku pada Mbak Surti."Iy—iya, Pak. Maunya sih begitu. Tapi ternyata setelah beberapa waktu di kampung, uang saya habis untuk keperluan ini itu. Makanya saya mencari pekerjaan lagi."Kenapa tak menghubungi saya atau Chintya?" tanya Bang Faiz lagi."I—itu, anu, Pak. Saya malu," ucapnya menunduk. "Ada-ada saja Mbak Surti ini. Keysha sudah lengket sama Mbak Surti, harusnya kalau Mbak Surti butuh pekerjaan tinggal bilang ke saya, pasti langsung saya terima," tegas Bang Faiz. "Iya, Pak!" Mbak Surti lalu meminta izin untuk melanjutkan pekerjaannya. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan Mbak Surti. Lain waktu aku akan menemui Mbak Surti lagi, sendirian. Setelah membeli mesin jahit yang kuinginkan, kami segera kembali ke rumah kontrakan tadi, karena mesin-mesin jahit itu akan segera diantar ke sana.Menjelang
Baca selengkapnya

Bab. 17. Bertahan

BertahanSakit rasanya hati ini mendengar ucapan Mama. Mama benar-benar ingin menyingkirkan aku dari rumah ini. Baiklah Ma! Kita lihat saja nanti, sebaik apa menantu yang Mama puji-puji itu. Tanpa menunggu yang lain selesai makan, aku langsung bangkit dan beranjak meninggalkan ruang makan. Aku masuk ke dalam kamar.Netraku kembali mengembun, dadaku terasa sesak. Sedari tadi aku menahan agar air mata ini tak jatuh di hadapan mereka. Aku harus kuat. Aku sudah mengambil keputusan, aku tak mau membuat Bapak dan Ibu sedih dengan keadaanku. Pintu kamar terbuka. Bang Faiz masuk dan langsung duduk di sampingku."Maafkan Abang, Dek! Abanglah penyebab semua ini. Abang mohon, Adek bisa bertahan dan tetap kuat menghadapi Mama!" ucapnya lirih. Digenggamnya kedua tangan ini."Iya, Bang. Bantu Ratna untuk terus bisa bertahan." Kutatap kedua manik suamiku. Ada penyesalan terpancar di matanya."Bagaimana kalau kita cari rumah yang
Baca selengkapnya

Bab. 18. Perseteruan

PerseteruanAku berangkat menuju kontrakan dengan menumpang ojek on line. Sekitar 30 menit dalam perjalanan, aku sampai di rumah kontrakan tempat usahaku. Mbak Wiwin dan dua orang temannya sudah menunggu di depan rumah. "Assalamualaikum, Mbak! Maaf ya, saya telat," sapaku kepada ketiga wanita hebat yang kini menjadi tulang punggung keluarganya."Waalaikumsalam, Mbak Ratna. Gak apa-apa, kami juga baru sampai, Kok," balas Mbak Fitri. Aku segera membuka pintu lalu masuk ke dalam rumah."Mbak-Mbak semua, sebelum kita memulai usaha kita pagi ini, mari sama-sama kita berdoa, semoga usaha yang kita lakukan mendapat berkah dari Allah, sehingga mendatangkan manfaat yang baik untuk keluarga kita," ucapku setelah berada di dalam rumah kontrakan. Kami semua diam seraya memanjatkan doa kepada Allah Sang Pemilik rezeki.Aku mulai menjelaskan apa-apa saja yang harus dikerjakan, lalu bagi pekerjaan sesuai tingkat kemahiran merek
Baca selengkapnya

Bab 19. Membongkar Rahasia Chintya (1)

Membongkar Rahasia Chintya (1)Pagi-pagi sekali setelah memasak sarapan untuk Bang Faiz. aku pamit untuk berangkat lebih dulu. "Sarapanlah dulu, Dek. Nanti masuk angin, ucap Bang Faiz."Nanti saja di kontrakan, Bang. Mbak Fitri membawakan makanan untuk kami hari ini." Aku beralasan. Aku harus cepat-cepat sampai ke toko dimana Mbak Surti bekerja. "Ya sudah, hati-hati ya!" seru Bang Faiz. Aku mencium tangan Bang Faiz dengan takzim, lalu melangkah ke luar rumah. Ojek yang kupesan sudah menunggu di depan rumah.Tak lama berada di atas motor ojek. Aku tiba di depan toko waktu itu. Lama aku berdiri di depan toko ini. Karena masih pagi sekali, toko ini belum buka. Penantianku tak sia-sia. Akhirnya Mbak Surti keluar dari toko membawa sebuah keranjang. Mungkin dia hendak pergi berbelanja."Mbak Surti?" sapaku. "Masih ingat dengan saya?" ucapku sembari menghampiri Mbak Surti. Dia tampak serba salah."Maaf, Bu, saya harus pergi." Mbak Surti melangkah meninggalkanku. "Tunggu, Mbak!" seruku. A
Baca selengkapnya

Bab 20. Membongkar Rahasia Chintya (2)

Membongkar Rahasia Chintya (2)🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺Aku akan menghubungi Vera setelah sampai di rumah nanti.Setelah beberapa kali mengucap salam, akhirnya pintu rumah terbuka. Bik Jum menyambutku di depan pintu. Aku sudah sampai di rumah sekarang.Aku langsung masuk ke dalam kamar, lalu menekan nomor telepon Vera. Aku sudah tak sabar ingin menceritakan hal ini kepadanya."Halo, assalamualaikum, Ver" "Waalaikumsalam, apa kabar, Rat? Semuanya baik, kan?" ucap Vera."Alhamdulillah, aku baik dan semua masih bisa dijalani dengan ikhlas, Ver" "Syukurlah, ada apa meneleponku, Rat?" tanya Vera.Aku menceritakan semua kejadian yang kulihat tadi siang kepada Vera. Lalu mengirimkan foto lelaki yang bersama Chintya. "Oke, Rat. Aku akan cari info tentang laki-laki itu. Aku akan tanya pada Rio, dia juga kenal dengan Chintya. Mungkin aku bisa dapat info tentang laki-laki itu darinya. Kalau menurutku, Chintya pasti memiliki hubungan dengan lelaki itu," kata Vera lagi."Ya, Ver. Aku menunggu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status