Home / Fiksi Remaja / AKU VS IBUMU / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of AKU VS IBUMU: Chapter 1 - Chapter 10

44 Chapters

BAB. 1 Bayiku Hilang

Bayiku Hilang “Antarkan saja Ratna ke rumah orang tuanya, Faiz! Mama capek mengurusi orang stres seperti itu.” sayup-sayup kudengar suara Mama sedang menghasut Bang Faiz agar mengantarkanku pulang ke rumah Bapak dan Ibu. Padahal aku tak membebaninya di rumah ini. Aku masih bisa mengurus diriku sendiri. Pekerjaan rumah pun aku kerjakan seperti biasanya.Aku sedang berada di dalam kamar pagi ini. Seperti kemarin-kemarin, aku tak ikut bergabung bersama mereka di ruang makan untuk sarapan atau pun makan siang dan makan malam.  Memang setiap hari kuhabiskan dengan berdiam diri di dalam kamar ini sambil menangis. Itu mungkin yang membuat Mama mengatakan kalau aku ini stres. Kutajamkan lagi pendengaranku.“Tapi, kasihan Ratna, Ma! Dia pasti sangat sedih sekali, makanya dia sering berdiam diri di kamar. Dia tidak stres, Ma!” ucap Bang Faiz membantah perkataan Mama. Betul, Bang! Aku tidak stres. Aku hanya sedang ber
Read more

Bab. 2 Foto Suami Bersama Wanita

Foto Suami Bersama Wanita"Lah … lalu bayi yang didorong Bang Faiz, bayi siapa?" tanya Vera panik.“Entahlah Ver, aku pun tak tau. Begini saja, aku boleh minta tolong, Ver?” ucapku pelan.“Tentu bisalah! Apa sih yang nggak aku buat untuk sahabatku ini? Ngomong aja, aku bisa bantu apa?” ucap Vera bersemangat.“Tolong kamu ikutin kemana Bang Faiz bawa bayi itu. Sama siapa dia di tempat itu. Trus ... jangan lupa fotoin and kirim ke aku ya, Ver!” pintaku pada Vera. Aku harus tau bayi siapa yang sedang dibawa oleh Bang Faiz. “Oke, Rat. Tunggu ya, detektif Vera akan segera beraksi.” Setelah mengatakan itu, Vera menutup sambungan telepon.Hatiku berdebar tak menentu. Ingin marah tapi belum ada bukti kuat kalau Bang Faiz sedang berbuat macam-macam di sana. Sebaiknya kutunggu saja kabar dari Vera.Tak lama, gawaiku berbunyi lagi. Sebuah pesan gambar masuk ke aplikasi berwarna hijau d
Read more

Bab. 3 Kemana Popok Bayiku?

Kemana Popok Bayiku?Loh … lemarinya kok kosong?" ucapku terkejut ketika melihat isi dalam lemari bayiku sudah tak ada lagi. Kemana semua popok dan baju bayiku? Jangan-jangan ….Aku bergegas berlari ke luar kamar mencari Bang Faiz."Bang … Bang Faiz!" teriakku memanggil Bang Faiz."Hei … Ratna, baru sampai sudah teriak-teriak. Ada apa?" tanya Mama mertuaku ketus."Ratna mencari Bang Faiz, Ma. Mama melihatnya?" Mama hanya mengangkat bahu dan mencebikkan bibirnya."Untuk apa mencari Bang Faiz? Bukankah dari tadi dia bersama Kakak?" ucap Maya dari bang pintu kamarnya."Ada apa, Ratna? Abang ambil minum di dapur." Bang Faiz keluar dari dapur."Itu Bang, kemana semua popok-popok dan baju-baju bayi yang kusimpan di lemari? Lemarinya kosong!" ucapku panik."Oo … itu. Eeee … anu—""Mama sumbangkan ke panti asuhan." Mama memotong ucapan Bang Faiz."Mama menyumbangkanny
Read more

Bab. 4 Mencari Informasi

Mencari InformasiKukeluarkan satu per satu baju-baju kotor itu dari dalam keranjang. Sampai di baju paling akhir, aku terkejut melihat sehelai kain kecil yang tersisa di dasar keranjang. Ada sebuah celana bayi yang sudah kotor di situ."Celana bayi? Milik siapa ini?" ucapku lirih. Pikiranku kembali berkelana ke foto yang dikirimkan Vera waktu itu. Aku yakin, Bang Faiz menyimpan sebuah rahasia. Aku harus mencari tahu hal ini. Setelah mencuci semua baju-baju kotor Bang Faiz. Aku meletakkan baju-baju yang sudah dicuci di sudut ruangan di dapur. Mataku kembali menemukan sesuatu yang tak lazim ada di rumah ini. Ya … sebuah gantungan untuk menjemur baju-baju bayi. Milik siapa? Tak mungkin milik Kak Intan, Chika saja sudah kelas 2 SD. Sepeninggalku waktu itu, aku tak pernah memakai gantungan seperti itu untuk menjemur. Karena yang mencuci baju kotor di rumah ini adalah aku. Kecuali baju Kak Intan sekeluarga, dia sering mengantarkannya ke laun
Read more

Bab. 5 Bayi Chintya

Bayi Chintya"Wow, seru nih! Oya, sebelum ke inti pembicaraan kita. Aku ingin tau gimana ceritanya bayimu bisa hilang. Ceritain donk, penasaran!" Vera memelas. "Ya gitu! Waktu aku melahirkan di klinik bersalin itu memang tak begitu banyak orang. Aku melahirkan secara normal, tapi … ari-arinya gak mau keluar. Lengket di dalam. Setelah satu jam dilakukan tindakan oleh bidan, ari-ari tetap gak mau keluar. Darah sudah banyak keluar, sampai aku lemes gitu.""Truuuuss!" Vera sangat penasaran.""Trus, Bang Faiz minta agar aku dibawa ke rumah sakit. Akhirnya aku dibawa ke rumah sakit yang di jalan Gambir. Bayiku tinggal di klinik. Mama mertua dan Kak Intan yang menjaga. Sementara Bang Faiz menemaniku di rumah sakit. Kata Bang Faiz, saat aku belum sadar sehabis di kuret di dalam ruang tindakan, Mama menelepon dan mengabarkan kalau bayi kami hilang," terangku lagi."Bang Faiz diem aja? Gak ngelakuin apa-apa?" tanya Vera lagi."Ya Bang Fai
Read more

Bab. 6 Fakta Tentang Chintya

Fakta Baru Tentang Chintya Dalam beberapa detik, Keysha langsung diam dan tak menangis lagi. Kumasukkan kembali susu yang ada di dalam botol ke mulut mungil Keysia. Dia menghisapnya dengan lahap. Ketiga orang di hadapanku saling melempar pandangan. Aku tak tau maksud di balik pandangan mereka itu. Aku hanya mulas seuntai senyum menyaksikan pemandangan di hadapanku. "Akhirnya, Keysha tertidur," ucapku pelan. "Udah, sini … sini!" ucap Chintya sembari mengambil paksa Keysha dari tanganku. Bayi itu kembali menangis, membuat Chintya mengurungkan tindakannya. "Tidurkan Keysha di dalam kamar Mama," titah Mama. Aku menuruti saja. Kubawa Keysha masuk ke kamar Mama dan membaringkannya di atas ranjang. Ketiga orang itu mengikutiku dari belakang.  "Sudah, kau keluar saja, Ratna! Kerjakan apa yang harus kau kerjakan! Sedari tadi pergi dari rumah, pasti ada pekerjaanmu yang terbengkalai." Kali ini Kak Intan yang memberikan perintah.  "Kak
Read more

Bab. 7. Penyelidikan 1

Penyelidikan 1"Bang Faiz!" teriakku. "Abang mau kemana?" Bang Faiz menghentikan langkahnya lalu berbalik melihat ke arahku."Ini … anu …." Bang Faiz menggaruk kepalanya yang tak gatal."Anu apa, Bang?" tanyaku heran."Abang mau bantu Chintya membawakan tasnya. Lihatlah, dia kerepotan!" jawab Bang Faiz, semakin menambah kecurigaanku. Harusnya dia bisa menelepon Mbak Surti untuk membantunya, kan? "Tak perlu repot, Bang. Biar aku saja yang membantunya," aku berlari melewati Bang Faiz, lalu membantu Chintya membawakan tasnya.Aku tak boleh memberi kesempatan pada Bang Faiz dan Chintya berduaan. Sekuat-kuatnya iman Bang Faiz, kalau terus digoda, aku takut dia luluh juga. Semakin kuat iman seseorang, godaan yang datang pun akan semakin kuat pula. Bukankah, semakin tinggi pohon semakin kencang pula angin yang menerpanya?Setelah sampai di kamar tempat Chintya menginap. Seorang wanita paruh baya langsung menyambut da
Read more

Bab. 8 Penyelidikan 2

Penyelidikan 2Air mata seketika membasahi kedua pipi ini. Perih rasanya. Sekian lama merajut kasih, membina mahligai rumah tangga. Haruskah berakhir karena hadirnya orang ketiga? Aku tak rela, sungguh ini tak adil bagiku. Tega Abang mengkhianati perkawinan kita.*** Malam menjelang. Tepat jam sepuluh malam, Mama, Maya dan Kak Intan sekeluarga tiba di rumah. "Assalamualaikum! Ratna ... Ratna! Buka pintu!" teriak Mama sembari mengetuk-ngetuk pintu dengan keras. Aku buru-buru membuka mukena, karena baru saja selesai melaksanakan shalat Isya dan mengadukan nasibku pada Sang Khaliq.Aku berlari menuju pintu lalu memutar pegangan pintu. Pintu terbuka. "Lama amat sih, Ratna! Ngapain aja di dalam? Molor? Jam segini udah tidur.' Ketus mama"Ratna baru selesai shalat, Ma," ucapku pelan"Alaaah ... alasan!" Ucap Kak Intan menimpali. Matanya membulat menatapku."Sudah ayo masuk! Mama capek, mau istirahat!
Read more

Bab. 9. Fakta Yang Menyakitkan

Fakta yang menyakitkanKucoba menetralisir gemuruh di dalam dada ini. Mungkin saja lelaki yang menyahut itu adalah suaminya. Pintu megah dan berukuran tinggi itu terbuka.Jantungku seperti berhenti berdetak. Darahku rasanya berhenti mengalir. Jantungku tak mampu lagi memompa oksigen ke seluruh aliran darah. Tubuhku terasa lemas. Aku hampir tak mampu berdiri, menyaksikan pemandangan di hadapanku sekarang. Bang Faiz berdiri tegak menyambut kedatangan kami. Matanya membulat menatap kami. "Ra—Ratna!? ucapnya pelan."Bang Faiz!?" Bibirku bergetar mengucapkan namanya. Seketika netra ini dipenuhi butiran-butiran bening yang siap meluncur dengan bebas.Kutekan berkali dada ini, rasanya sesak sekali. Tenggorokanku seperti tercekat. Aku tak mampu berkata-kata lagi."Siapa yang datang, Bang?" Tiba-tiba seorang wanita muncul di belakang tubuh Bang Faiz. "Kok nggak disuruh ma—," kata-katanya terputus begitu melihat kehadiranku.
Read more

Bab. 10. Pertengkaran

PertengkaranTerakhir dia datang kemarin bersama anaknya. Ternyata ... anak itu anak hasil perselingkuhannya dengan Bang Faiz. Ya, Allah bodohnya aku. Tapi, mengapa hati ini begitu tersentuh ketika melihat anak itu menangis, bahkan aku merasakan rindu yang teramat padanya dan ingin selalu melihat dan memeluknya. Mungkin karena anak itu seumuran dengan anakku. Semoga kelak anakku bisa kembali ke pelukanku."Ayok, Rat, turun!" Ajakan Vera membuyarkan lamunanku. "Iy—iya, Ver."Kami bergegas turun dari taxi, lalu masuk ke dalam kos-kosan Vera. Kami mengemas barang-barang yang akan kami bawa ke rumah Vera. Setelah semuanya beres, aku melaksanakan salat maghrib sejenak, karena waktu salat telah tiba. Vera sedang libur, dia sedang datang bulan.Setelah dirasa semua baramg masuk ke dalam tas. kami segera beranjak meninggalkan kos-kosan itu dan menuju terminal bus.Sekitar 15 menit menunggu, bus yang akan kami tumpangi tiba di terminal. Kami segera naik ke dalam bu
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status