POV. FAIZ
Namaku Faiz, anak Kedua dari tiga bersaudara. Sejak tujuh tahun yang lalu aku dan kedua saudariku diasuh oleh Mama, karena Papa meninggal dunia akibat serangan jantung.Setelah menamatkan kuliah, aku tak melamar pekerjaan kemana-mana, karena ada usaha keluarga yang kami jalankan bersama. Usaha yang terbilamg cukup sukses dan menjadi penyokong ekonomi keluarga kami.Aku merupakan lelaki yang sangat beruntung karena dapat menikahi wanita yang sangat kusayangi dan mendambakannya menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Ratna, bunga desa yang menjadi rebutan banyak pria, berhasil kusunting menjadi istriku.Namun, kehidupan rumah tangga kami tak berjalan sesuai yang kami harapkan. Mama dan kedua saudariku tak menyukai kehadiran Ratna sebagai istriku. Mereka selalu memintaku untuk menceraikannya dan menikah dengan Chintya, anak sahabat Kak Intan yang cukup kaya.Chintya bahkan sering datang ke rumah atas permintaan Kak Intan. Dia serBerdamaiBaiklah, aku izinkan Abang memberi penjelasan. Tapi setelah itu, aku minta Abang segera mengurus perceraian kita," tegasku pada Bang Faiz. Bang Faiz mengangguk dan mulai bercerita.Mata Bang Faiz tampak berkaca-kaca. Dia menunduk sembari menyapu kedua matanya yang basah oleh air mata."Chintya mengancam, kalau Abang menceraikannya, dia akan membawa Keysha pergi jauh dari Abang. Abang tak sanggup kalau harus berpisah dengan Keysha, Rat." Bang Faiz menatap sendu."Kalau begitu sudah jelas, kan, Bang? Abang tak perlu bersusah hati memikirkan aku. Abang audah cukup bahagia bersama Chintya. Kalian sudah memiliki seorang putri yang cantik. Tinggalkan aku, lepaskan aku. Aku pun tak akan sanggup kalau harus berbagi suami," tegasku. "Sekali lagi Abang mohon, maafkan Abang, Rat. Tolong mengerti keadaan Abang. Semua ini bukan kemauan Abang. Semuanya terjadi begitu saja, di luar kesadarannya Abang," tambahnya lagi."Sudahlah, Bang.
Memulai UsahaSekarang aku harus mempersiapkan hati dan perasaanku untuk menghadapi cibiran-cibiran dari Mama, Maya dan Kak Intan. Mulai sekarang, aku harus lebih pintar menghadapi mereka. Aku yakin, sepulangnya aku nanti ke rumah itu, Mama dan Kak Intan akan semakin gencar melakukan hal-hal yang dapat memisahkan aku dengan Bang Faiz."Assalammualaikum" ucap Bang Faiz di depan pintu. Kami sudah sampai di depan rumah Bang Faiz sekarang."Waalaikumsalam," sahut Kak Intan dari dalam rumah. Pintu rumah pun terbuka lebar."Pulang juga kau rupanya. Kupikir kau sudah tak akan pulang ke rumah ini lagi!" ucap Kak Intan ketus."Kakak ngomong apa? Tolong, bersikap sopan pada Ratna, Kak! Dia istriku, Adik kakak juga," ucap Bang Faiz membelaku."Sopan? Mau sopan gimana lagi? Kakak harus menyembahnya? Silahkan masuk tuan putri! Begitu maksudnya? Faiz, bagi kakak, adik ipar yang terbaik itu adalah Chintya. Dia cantik, kaya r
Permintaan ChintyaMbak Surti diam, seperti memikirkan sesuatu. "Mbak Surti kok diam?" tanyaku pada Mbak Surti."Iy—iya, Pak. Maunya sih begitu. Tapi ternyata setelah beberapa waktu di kampung, uang saya habis untuk keperluan ini itu. Makanya saya mencari pekerjaan lagi."Kenapa tak menghubungi saya atau Chintya?" tanya Bang Faiz lagi."I—itu, anu, Pak. Saya malu," ucapnya menunduk. "Ada-ada saja Mbak Surti ini. Keysha sudah lengket sama Mbak Surti, harusnya kalau Mbak Surti butuh pekerjaan tinggal bilang ke saya, pasti langsung saya terima," tegas Bang Faiz. "Iya, Pak!" Mbak Surti lalu meminta izin untuk melanjutkan pekerjaannya. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan Mbak Surti. Lain waktu aku akan menemui Mbak Surti lagi, sendirian. Setelah membeli mesin jahit yang kuinginkan, kami segera kembali ke rumah kontrakan tadi, karena mesin-mesin jahit itu akan segera diantar ke sana.Menjelang
BertahanSakit rasanya hati ini mendengar ucapan Mama. Mama benar-benar ingin menyingkirkan aku dari rumah ini. Baiklah Ma! Kita lihat saja nanti, sebaik apa menantu yang Mama puji-puji itu. Tanpa menunggu yang lain selesai makan, aku langsung bangkit dan beranjak meninggalkan ruang makan. Aku masuk ke dalam kamar.Netraku kembali mengembun, dadaku terasa sesak. Sedari tadi aku menahan agar air mata ini tak jatuh di hadapan mereka. Aku harus kuat. Aku sudah mengambil keputusan, aku tak mau membuat Bapak dan Ibu sedih dengan keadaanku. Pintu kamar terbuka. Bang Faiz masuk dan langsung duduk di sampingku."Maafkan Abang, Dek! Abanglah penyebab semua ini. Abang mohon, Adek bisa bertahan dan tetap kuat menghadapi Mama!" ucapnya lirih. Digenggamnya kedua tangan ini."Iya, Bang. Bantu Ratna untuk terus bisa bertahan." Kutatap kedua manik suamiku. Ada penyesalan terpancar di matanya."Bagaimana kalau kita cari rumah yang
PerseteruanAku berangkat menuju kontrakan dengan menumpang ojek on line. Sekitar 30 menit dalam perjalanan, aku sampai di rumah kontrakan tempat usahaku. Mbak Wiwin dan dua orang temannya sudah menunggu di depan rumah. "Assalamualaikum, Mbak! Maaf ya, saya telat," sapaku kepada ketiga wanita hebat yang kini menjadi tulang punggung keluarganya."Waalaikumsalam, Mbak Ratna. Gak apa-apa, kami juga baru sampai, Kok," balas Mbak Fitri. Aku segera membuka pintu lalu masuk ke dalam rumah."Mbak-Mbak semua, sebelum kita memulai usaha kita pagi ini, mari sama-sama kita berdoa, semoga usaha yang kita lakukan mendapat berkah dari Allah, sehingga mendatangkan manfaat yang baik untuk keluarga kita," ucapku setelah berada di dalam rumah kontrakan. Kami semua diam seraya memanjatkan doa kepada Allah Sang Pemilik rezeki.Aku mulai menjelaskan apa-apa saja yang harus dikerjakan, lalu bagi pekerjaan sesuai tingkat kemahiran merek
Membongkar Rahasia Chintya (1)Pagi-pagi sekali setelah memasak sarapan untuk Bang Faiz. aku pamit untuk berangkat lebih dulu. "Sarapanlah dulu, Dek. Nanti masuk angin, ucap Bang Faiz."Nanti saja di kontrakan, Bang. Mbak Fitri membawakan makanan untuk kami hari ini." Aku beralasan. Aku harus cepat-cepat sampai ke toko dimana Mbak Surti bekerja. "Ya sudah, hati-hati ya!" seru Bang Faiz. Aku mencium tangan Bang Faiz dengan takzim, lalu melangkah ke luar rumah. Ojek yang kupesan sudah menunggu di depan rumah.Tak lama berada di atas motor ojek. Aku tiba di depan toko waktu itu. Lama aku berdiri di depan toko ini. Karena masih pagi sekali, toko ini belum buka. Penantianku tak sia-sia. Akhirnya Mbak Surti keluar dari toko membawa sebuah keranjang. Mungkin dia hendak pergi berbelanja."Mbak Surti?" sapaku. "Masih ingat dengan saya?" ucapku sembari menghampiri Mbak Surti. Dia tampak serba salah."Maaf, Bu, saya harus pergi." Mbak Surti melangkah meninggalkanku. "Tunggu, Mbak!" seruku. A
Membongkar Rahasia Chintya (2)🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺Aku akan menghubungi Vera setelah sampai di rumah nanti.Setelah beberapa kali mengucap salam, akhirnya pintu rumah terbuka. Bik Jum menyambutku di depan pintu. Aku sudah sampai di rumah sekarang.Aku langsung masuk ke dalam kamar, lalu menekan nomor telepon Vera. Aku sudah tak sabar ingin menceritakan hal ini kepadanya."Halo, assalamualaikum, Ver" "Waalaikumsalam, apa kabar, Rat? Semuanya baik, kan?" ucap Vera."Alhamdulillah, aku baik dan semua masih bisa dijalani dengan ikhlas, Ver" "Syukurlah, ada apa meneleponku, Rat?" tanya Vera.Aku menceritakan semua kejadian yang kulihat tadi siang kepada Vera. Lalu mengirimkan foto lelaki yang bersama Chintya. "Oke, Rat. Aku akan cari info tentang laki-laki itu. Aku akan tanya pada Rio, dia juga kenal dengan Chintya. Mungkin aku bisa dapat info tentang laki-laki itu darinya. Kalau menurutku, Chintya pasti memiliki hubungan dengan lelaki itu," kata Vera lagi."Ya, Ver. Aku menunggu
Rekaman Percakapan ChintyaPagi-pagi sekali, Chintya pamit untuk membeli keperluan ulang tahun Keysha, kemarin tak jadi dibeli karena dia merasa kurang enak badan. Jadi dia pulang tanpa membawa apa-apa. Pintar sekali perempuan ini bersandiwara. Aku harus lebih hati-hati. Tapi, semua ini tak akan lama. Sebentar lagi, kedokmu akan terbongkar, Chintya. Sebelum berangkat ke rumah konveksi, aku menunjukkan hasil rekamanku tadi malam. "Coba Abang dengar baik-baik kata-kata, Chintya!" ucapku sembari menyodorkan hapeku yang berisi rekaman percakapan Chintya kepada Bang Faiz.Bang Faiz menempelkan benda pipih itu ke telinganya agar dapat mendengarnya lebih jelas. "Apa yang sedang kalian lakukan di sini? Kenapa belum berangkat ke toko, Faiz?" tanya Mama karena melihat kami masih duduk di kursi makan."Ini, Ma, coba Mama dengarkan rekaman ini!" Bang Faiz mem berikan hape itu kepada Mama.Mama melakukan hal yang sama seperti Bang Faiz, menempelkan hape itu ke telinganya. Mama terdiam setelah
PamitEnam bulan kemudian. Entah kemana perginya Bang Faiz. Sudah enam bulan dia tak menjenguk Keysha dan Zidan. Dia hanya melakukan panggilan video dengan kedua anaknya itu. Pernah aku membawa Keysha dan Zidan ke rumahnya, karena mereka sangat rindu dan ingin bertemu dengan ayah mereka. Tepatnya sebulan yang lalu. Tapi, kata penghuninya, Bang Faiz dan keluarganya sudah pindah, dan tak tau dimana alamat mereka sekarang. Sampai sekarang Bang Faiz belum menghubungi lagi.Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga Bang Faiz? Mengapa mereka menghilang tanpa kabar. Lalu, siapa yang melanjutkan usaha mereka? Apakah usaha itu juga sudah tak dijalankan oleh Bang Faiz lagi? "Mbak, Zidan demam! Suhu tubuhnya tinggi." seruan Mirna menyadarkanku dari lamunan. "Kok bisa? Barusan sebelum tidur, Zidan main mobil-mobilan, kan?" tanyaku sembari menyusul langkah Mirna menuju kamar Zidan."Gak tau, Mbak. Tadi waktu bangun Zidan nangis, dan ternyata badannya panas." ujar Mirna sedih."Ya, sudah! Kit
POV MamaSetelah keluar dari penjara. Aku berharap Faiz dan Chintya dapat bersatu layaknya satu keluarga yang utuh. Namun, kenyataan yang kuterima, Faiz menolak kehadiran Chintya. Padahal, dia sudah berpisah dengan Ratna untuk waktu yang cukup lama. Entah apa yang menyebabkan Faiz masih saja mengharapkan Ratna. Kalau dilihat dari penampilan, Chintya masih lebih menarik dari Ratna, secara dia selalu merawat penampilannya karena dia mempunyai banyak uang. Kecillah baginya kalau hanya sekedar perawatan kecantikan. Sedangkan Ratna, hanya gadis kampung yang kebetulan bernasib baik bisa menikah dengan Faiz. Berbagai cara sudah kulakukan untuk menyatukan Faiz dengan Chintya, tapi bukannya bersatu malah Faiz menjatuhkan talak pada Chintya tepat sehari setelah Chintya keluar dari penjara. Padahal, mereka sudah memiliki seorang anak. Selama Chintya di penjara, Faizlah yang merawat anak itu. Tapi, entah apa sebabnya, kini Faiz tak mau lagi merawat anak itu. Bahkan, Faiz mengusir Chintya dan
Pembelaan Dari Bang FaizBang Faiz berhasil menangkap tubuh Zidan, tetapi dia terpeleset oleh tumpahan air tersebut. Bang Faiz terjatuh bersama Zidan. Kepalanya membentur sudut meja. Kepala Bang Faiz berdarah, dan sepertinya dia tidak sadarkan diri. Semua orang di ruangan menjerit. Lalu berlari menghampiri Bang Faiz dan Zidan. Darah di kepala Bang Faiz mengalir cukup deras. "Bawa ke rumah sakit saja, Rat!" ucap Vera panik."Iya, kamu benar Ver. Ayo, kita angkat Faiz ke mobil," seru Andi kepada beberapa orang laki-laki yang siap membantu Andi.Bang Faiz diangkat ke mobil, lalu dibawa ke rumah sakit. Gegas aku meminta kepada pembawa acara untuk menutup acara. Tak lupa aku mengucapkan permohonan maaf atas kejadian barusan. "Kita susul ke rumah sakit, ya, Ver!" ujarku kepada Vera setelah tamu-tamu pulang semuanya."Iya, kita harus segera berangkat, Rat. Anak-anak di rumah saja. Biar Mirna yang jaga."Aku dan Vera segera melaju dengan mobil yang dikendalikan oleh Vera. Di tengah perjala
Musibah Di Acara Ulang TahunKring!Ponselku berdering. Segera kuraih benda pipih yang tergeletak di atas meja rias itu, lalu mengangkat dan menempelkannya di telinga."Halo, Ver, kangen tau! Gitu ya, mentang-mentang pengantin baru, susah dihubungi," cercaku kesal. Semenjak menikah Vera sudah jarang mengunjungiku di sini. Bahkan di telepon pun susahnya minta ampun."Bukan gitu. Maafkan diriku, Sayang! Masih sibuk kemarin ngurus pindah rumah. Aku kan istri yang baik, jadi harus ikut kemana pun suamiku pergi, ya, kan?" "Iya, lah, yang pengantin baru. Paham kok, paham! Hahaha!""Jadikan besok acaranya? Aku baru baca chat darimu tadi kemarin pagi. Maaf, ya! Tapi besok, aku usahain untuk datang. Janji deh!""Gitu dong. Janji, ya! Keysha nungguin loh. Kangen Tante Vera katanya. Kami tunggu loh, ya!" "Iya, iya. Salam sama Keysha ya, besok Tante Vera datang. Assalammualaikum." Panggilan telepon dengan Vera berakhir. Empat tahun sudah berlalu. Keysha dan Zidan sudah semakin besar. Keysha se
Perceraian"Ma—maafkan, Abang, Rat. Abang tak ingin melanjutkan gugatan itu. Abang menunggu persetujuanmu. Abang mohon, berilah kesempatan kepada Abang untuk menebus semua kesalahan Abang kepadamu. Izinkan Abang merawat anak-anak kita bersamamu. Abang menyesal, Rat. Sungguh, Abang sangat tersiksa dengan semua ini. Abang ingin kita seperti dulu lagi."Aku diam dan mencoba mencerna kata demi kata yang telah diucapkan oleh Bang Faiz. Apa katanya tadi? Dia ingin kembali? Dia ingin aku menerimanya lagi? Dia minta kesempatan itu? Sudah hilangkah rasa malunya?"Maaf, Bang. Aku rasa, aku sudah cukup memberimu kesempatan dulu. Aku sudah memohon kepada Abang agar mencari tau dulu tentang kebenarannya. Tapi apa? Abang tak mau percaya kata-kataku. Abang tak memperdulikan permohonanku. Abang tetap kekeh d ngan tuduhan Abang," ujarku sedih. Aku masih ingat setiap jengkal kejadian itu. Luka karenanya masih menganga lebar dan terasa peri."Abang tau, Rat. Abang sudah menyadari kesalahan itu. Abang be
Keysha Sakit."Mungkin sebaiknya, Faiz tidur di sini untuk malam ini. Aku khawatir, nanti Keysha terbangun dan mencari papanya lagi," ujar Vera memberi saran. Bang Faiz menatap ke arahku meminta persetujuan.Aku sebenarnya ragu memberi izin kepada Bang Faiz untuk menginap di sini. Tapi, kasihan juga d ngan Keysha. Kalau dia terbangun tengah malam dan mencari papanya, bagaimana? "Kalau Bang Faiz mau, aku tidak keberatan. Kasihan Keysha, mungkin dia rindu pada papanya," jawabku setuju. Biarlah Bang Faiz menginap di sini untuk malam ini. Toh, di rumah ini aku tidak sendiri. Ada Mbak Mirna dan Vera. "Makasih ya, Rat," sahut Bang Faiz."Iya, Bang. Kami ada di luar, kalau Keysha bangun panggil aku ya!" pesanku kepada Bang Faiz. Aku dan Vera beranjak meninggalkan kamar Keysha. Lalu tidur di sofa ruang tamu yang tak jauh dari kamar itu.Sebenarnya aku ingin sekali tidur di samping Keysha, menemaninya sembari merawatnya. Namun ada rasa tak nyaman di hati ini kalau bersama-sama dengan Bang
Rumah Baru"Wow! Rumahnya besar juga, ya, Mbak. Taman bunganya masih tertata dengan rapi," ujar Mirna. Kami sedang berada di depan sebuah rumah yang baru kubeli dua hari lalu."Ya, Mir. Mudah-mudahan kita betah di rumah ini, ya!" sahutku dengan senyum penuh bahagia. Akhirnya aku bisa membeli rumah dengan hasil keringatku sendiri."Kelihatannya rumah ini sangat nyaman, Mbak," ucap Mirna lagi."Mudah-mudahan begitu. Ini semua untuk Keysha dan calon adiknya nanti," ujarku sembari mengusap perutku yang sudah mulai membuncit.Aku memutuskan untuk membeli sebuah rumah yang letaknya tak begitu jauh dengan ruko konveksi. Kondisiku yang sudah tak memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh, bolak-balik dari rumah Bapak ke sini, mendorongku untuk membeli rumah ini.Ya, perutku sudah semakin membesar. Rasanya sudah semakin berat untuk ke sana kemari. "Kita masuk, yuk!" ajak Mirna sembari menggendong Keysha. Aku mengikuti langkah kaki Mirna dari belakang. Kubuka pintu rumah ini dengan mengucap
Chintya POV"Apa? Bang Faiz menikahi gadis kampung itu?" ujarku ketika Kak Intan mengabarkan lewat panggilan telepon, kalau Bang Faiz akan menikahi Ratna, gadis kampung itu. "Iya, Chin! Kami gak bisa melarangnya lagi. Faiz mengancam akan pergi dari rumah kalau kami menghalanginya," sahut Kak Intan. Hatiku serasa hancur. Semua angan dan mimpiku untuk menikah dengan Bang Faiz kandas sudah. Bang Faiz lebih memilih Ratna. Gadis kampung yang sok lugu itu. Padahal, kalau secara fisik, aku lebih dari Ratna. Aku juga berasal dari keluarga kaya, dan tentunya sepadan dengan keluarga Bang Faiz. Susah payah aku menuruti semua kata-kata Tante Mayang dan Kak Intan. Semua sudah kulakukan. Namun apa? Bang Faiz tetap menikahi dia."Pokoknya, aku tak terima, Bang Faiz harus jadi milikku!" Aku berkata sendiri sembari mengepalkan tangan ini lalu memukulkannya ke meja rias di depanku.*Diawal pernikahan Bang Faiz dengan Ratna, tante Mayang seperti menghilang. Aku tak mendapat kabar apa-apa. Mungkin T
Ratna POVKabar baik baru saja kuterima dari Bik Surti. Lukman, adik Bik Surti sudah bersedia menemui Bang Faiz dan menceritakan kejadian sebenarnya kepada Bang Faiz. Aku tak tau bagaimana pendapat Bang Faiz. Entah dia percaya atau tidak, yang penting kebenaran itu telah disampaikan kepadanya. Dan aku sebagai pemilik nama yang dituduhkan telah berbuat tidak senonoh ternyata hanyalah korban dari sebuah fitnah keji yang telah disusun oleh Mama mertuaku sendiri bersama maduku, istri ke dua suamiku. Untung saja Lukman itu mata duitan. Tidak seperti Bik Surti yang menolak materi dan rela kehilangan pekerjaan karena rasa perikemanusiaannya. Lukman ternyata sangat mudah berkhianat. Dengan tawaran satu kali lipat dari bayaran yang diberikan Chintya kepadanya, dia berpaling dan mengkhianati Chintya. Dia mau jujur atas perbuatannya kepada Bang Faiz. *Hari ini aku dapat bernafas dengan lega. Perempuan itu yang telah merebut Bang Faiz dariku dan menorehkan luka yang begitu dalam di hati in