Perseteruan
Aku berangkat menuju kontrakan dengan menumpang ojek on line. Sekitar 30 menit dalam perjalanan, aku sampai di rumah kontrakan tempat usahaku.Mbak Wiwin dan dua orang temannya sudah menunggu di depan rumah."Assalamualaikum, Mbak! Maaf ya, saya telat," sapaku kepada ketiga wanita hebat yang kini menjadi tulang punggung keluarganya."Waalaikumsalam, Mbak Ratna. Gak apa-apa, kami juga baru sampai, Kok," balas Mbak Fitri.Aku segera membuka pintu lalu masuk ke dalam rumah."Mbak-Mbak semua, sebelum kita memulai usaha kita pagi ini, mari sama-sama kita berdoa, semoga usaha yang kita lakukan mendapat berkah dari Allah, sehingga mendatangkan manfaat yang baik untuk keluarga kita," ucapku setelah berada di dalam rumah kontrakan. Kami semua diam seraya memanjatkan doa kepada Allah Sang Pemilik rezeki.Aku mulai menjelaskan apa-apa saja yang harus dikerjakan, lalu bagi pekerjaan sesuai tingkat kemahiran merekMembongkar Rahasia Chintya (1)Pagi-pagi sekali setelah memasak sarapan untuk Bang Faiz. aku pamit untuk berangkat lebih dulu. "Sarapanlah dulu, Dek. Nanti masuk angin, ucap Bang Faiz."Nanti saja di kontrakan, Bang. Mbak Fitri membawakan makanan untuk kami hari ini." Aku beralasan. Aku harus cepat-cepat sampai ke toko dimana Mbak Surti bekerja. "Ya sudah, hati-hati ya!" seru Bang Faiz. Aku mencium tangan Bang Faiz dengan takzim, lalu melangkah ke luar rumah. Ojek yang kupesan sudah menunggu di depan rumah.Tak lama berada di atas motor ojek. Aku tiba di depan toko waktu itu. Lama aku berdiri di depan toko ini. Karena masih pagi sekali, toko ini belum buka. Penantianku tak sia-sia. Akhirnya Mbak Surti keluar dari toko membawa sebuah keranjang. Mungkin dia hendak pergi berbelanja."Mbak Surti?" sapaku. "Masih ingat dengan saya?" ucapku sembari menghampiri Mbak Surti. Dia tampak serba salah."Maaf, Bu, saya harus pergi." Mbak Surti melangkah meninggalkanku. "Tunggu, Mbak!" seruku. A
Membongkar Rahasia Chintya (2)🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺Aku akan menghubungi Vera setelah sampai di rumah nanti.Setelah beberapa kali mengucap salam, akhirnya pintu rumah terbuka. Bik Jum menyambutku di depan pintu. Aku sudah sampai di rumah sekarang.Aku langsung masuk ke dalam kamar, lalu menekan nomor telepon Vera. Aku sudah tak sabar ingin menceritakan hal ini kepadanya."Halo, assalamualaikum, Ver" "Waalaikumsalam, apa kabar, Rat? Semuanya baik, kan?" ucap Vera."Alhamdulillah, aku baik dan semua masih bisa dijalani dengan ikhlas, Ver" "Syukurlah, ada apa meneleponku, Rat?" tanya Vera.Aku menceritakan semua kejadian yang kulihat tadi siang kepada Vera. Lalu mengirimkan foto lelaki yang bersama Chintya. "Oke, Rat. Aku akan cari info tentang laki-laki itu. Aku akan tanya pada Rio, dia juga kenal dengan Chintya. Mungkin aku bisa dapat info tentang laki-laki itu darinya. Kalau menurutku, Chintya pasti memiliki hubungan dengan lelaki itu," kata Vera lagi."Ya, Ver. Aku menunggu
Rekaman Percakapan ChintyaPagi-pagi sekali, Chintya pamit untuk membeli keperluan ulang tahun Keysha, kemarin tak jadi dibeli karena dia merasa kurang enak badan. Jadi dia pulang tanpa membawa apa-apa. Pintar sekali perempuan ini bersandiwara. Aku harus lebih hati-hati. Tapi, semua ini tak akan lama. Sebentar lagi, kedokmu akan terbongkar, Chintya. Sebelum berangkat ke rumah konveksi, aku menunjukkan hasil rekamanku tadi malam. "Coba Abang dengar baik-baik kata-kata, Chintya!" ucapku sembari menyodorkan hapeku yang berisi rekaman percakapan Chintya kepada Bang Faiz.Bang Faiz menempelkan benda pipih itu ke telinganya agar dapat mendengarnya lebih jelas. "Apa yang sedang kalian lakukan di sini? Kenapa belum berangkat ke toko, Faiz?" tanya Mama karena melihat kami masih duduk di kursi makan."Ini, Ma, coba Mama dengarkan rekaman ini!" Bang Faiz mem berikan hape itu kepada Mama.Mama melakukan hal yang sama seperti Bang Faiz, menempelkan hape itu ke telinganya. Mama terdiam setelah
Tes DNAMalam ini semua telah berkumpul di ruang makan, duduk mengitari meja makan tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami. Hening, semua bungkam seakan ingin mengubur kejadian yang sudah terekam jelas di dalam hapeku. Apa mereka telah bersekongkol untuk menutup rapat masalah ini karena Chintya telah berhasil membujuk Mama? Apakah Mama menerima begitu saja penjelasan yang tak masuk akal dari Chintya?Kulirik ke arah Bang Faiz, dia masih sibuk menyendok makanan ke dalam mulutnya. Kenapa dia diam? Apa dia juga sudah di hasut oleh Mama, agar tak lagi mengungkit masalah itu? Apakah benar kalau Keysha adalah anak Bang Faiz?Tak dapat dipungkiri, kedekatan Bang Faiz dengan Keysha sudah dapat menjawab pertanyaanku. Tapi, alangkah lebih baik kalau dilakukan tes DNA saja. Agar kebenaran dapat dengan jelas terbukti dari pada hanya mereka-reka.Bisa jadi kan, Bang Faiz sangat sayang pada Keysha karena rasa sayangnya yang tak kesampaian pada putri kecil kami yang hilang, dan umurnya j
Hasil Tes DNAHari ini adalah hari ulang tahun Keysha. Sebuah pesta kecil telah dibuat untuk merayakan ulang tahun Keysha yang pertama. Tak banyak yang disiapkan Chintya. Tak ada hiasan ruangan. Tak ada balon berwarna-warni. "Cuma ini saja yang dimasak, Bik? tanyaku pada Bik Jum. "Iya, Bu. Kata Bu Chintya ini saja sudah cukup," jawab Bik Jum."Kue-kue atau puding dan semacamnya, gak ada Bik? Emang berapa orang yang diundang oleh Chintya?" tanyaku lagi. "Gak tau, Bu. Saya gak berani tanya-tanya," jawabnya lagi."Ya sudah, Bik." Aku meletakkan kotak kue ulang tahun di atas meja, yang kubeli tadi malam.Semua sudah berkumpul di ruangan ini. Bang Faiz menunggu di depan pintu. "Ngapain di situ Bang?" tanya Chintya kepada Bang Faiz."Nunggu tamulah! Kok belum ada yang datang?" tanya Bang Faiz balik."Aku gak ngundang siapa-siapa, Bang. Baru ulang tahun pertama juga, gak perlulah ngundang orang ramai. Cukup kita aja. Sayang uangnya dihambur-hamburkan. Ya kan, Ma?" Mama yang disebut Chint
FitnahAku harus mencari tahu tentang itu. Sekejam-kejamnya seorang manusia, rasanya tak mungkin membenci anak kandungnya sendiri. Kecuali ... kecuali Keysha bukan anak Chintya.Astagfirullah, mengapa aku bisa berpikir begitu? Kalau Keysha bukan anak Chintya, lalu anak siapa? DNA nya cocok dengan Bang Faiz. Apa Keysha putriku yang hilang?Deg! Darahku seketika berdesir. Gemuruh di dada tak dapat diredam. Aku kembali mengingat saat aku melahirkan Keysha. Aku yang harus dibawa kerumah sakit akibat ari-ari yang lengket, terpaksa meninggalkan bayiku di klinik bersalin bersama Mama dan Kak Intan. Baru saja aku sadar dari pengaruh obat bius yang disuntikan ke tubuhku. Aku sudah mendapat kabar kalau bayiku hilang diculik orang. Apa mungkin Mama telah menculik bayiku dan menyerahkannya kepada Chintya?Sementara waktu itu Chintya juga hamil. Lalu, kemana bayi Chintya? Ya Allah, aku semakin bingung. Bagaimana caranya aku membuktikan kalau Keysha adalah putriku yang hilang waktu itu? Aku haru
PergiKutatap wajah Bang Faiz lekat-lekat. Aku berharap dia membelaku di depan keluarganya. Karena, apa yang dituduhkan Mama itu semua tidak benar."Bang, Abang mengenal aku kan? Abang percaya padaku kan?" ucapku lirih. Air mata semakin deras mengalir dikedua pipi ini. Namun, Bang Faiz tak bergeming. Dia diam membisu."Sudahlah Ratna! Jangan bersandiwara. Akui saja perbuatanmu. Kebusukan tak bisa terus ditutup-tutupi. Mungkin saja sekarang kau sedang hamil, ya? Ya, hasil perselingkuhanmu dengan lelaki itu," kata Mama sembari mencebikkan bibirnya.Deg!Ternyata Mama mengambil kesempatan dengan kondisiku. Tadi pagi dia yang memergoki aku sedang muntah-muntah di kamar mandi. Aku saja belum memeriksakan diri ini, apakah benar sedang hamil atau tidak."Astagfirullah, Mama!? Demi Allah, Ratna tak melakukan hal itu, Ma!" ucapku lirih."Buktinya, kau menyembunyikan kehamilanmu dari Faiz, bukan? Kenapa? Pasti kau takut karena itu bukanlah benih dari Faiz!" ucap Kak Intan menimpali.Ya Allah, a
Hamil"Assalammualaikum!" ucapku di depan pintu. Aku sudah sampai di rumah Bapak dan Ibu sekarang. "Waalaikumsalam!" sahut suara Ibu dari dalam rumah. Kucium punggung tangan Ibu dengan takzim ketika sudah berhadapan dengan Ibu di depan pintu."Bu!" Aku menghambur ke pelukan Ibu. Menangis terisak mengeluarkan perih di hati ini. "Kenapa, Nak? Apa yang terjadi? Kenapa malam begini baru sampai sini? Kamu sendirian? Faiz tak mengantarmu?" cerca Ibu dengan berbagai pertanyaan. Ibu pasti bingung melihat kedatanganku malam-malam begini. Aku tak sanggup menjawab pertanyaan Ibu. Tenggorokan ini terasa tercekat. Sesak di dada kian menjadi ketika wanita yang telah melahirkanku itu mendekap erat tubuh ini. Rasanya, aku ingin menumpahkan seluruh air mataku di pelukannya, agar sakit yang dirasa segera hilang. Ibu membimbingku masuk ke dalam rumah."Menangislah, Nak. Menangislah sepuasmu! Agar rasa sakit di hatimu berkurang," ucap Ibu lembut."Ada apa, Bu? Kenapa Ratna nangis?" Bapak yang baru ke
PamitEnam bulan kemudian. Entah kemana perginya Bang Faiz. Sudah enam bulan dia tak menjenguk Keysha dan Zidan. Dia hanya melakukan panggilan video dengan kedua anaknya itu. Pernah aku membawa Keysha dan Zidan ke rumahnya, karena mereka sangat rindu dan ingin bertemu dengan ayah mereka. Tepatnya sebulan yang lalu. Tapi, kata penghuninya, Bang Faiz dan keluarganya sudah pindah, dan tak tau dimana alamat mereka sekarang. Sampai sekarang Bang Faiz belum menghubungi lagi.Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga Bang Faiz? Mengapa mereka menghilang tanpa kabar. Lalu, siapa yang melanjutkan usaha mereka? Apakah usaha itu juga sudah tak dijalankan oleh Bang Faiz lagi? "Mbak, Zidan demam! Suhu tubuhnya tinggi." seruan Mirna menyadarkanku dari lamunan. "Kok bisa? Barusan sebelum tidur, Zidan main mobil-mobilan, kan?" tanyaku sembari menyusul langkah Mirna menuju kamar Zidan."Gak tau, Mbak. Tadi waktu bangun Zidan nangis, dan ternyata badannya panas." ujar Mirna sedih."Ya, sudah! Kit
POV MamaSetelah keluar dari penjara. Aku berharap Faiz dan Chintya dapat bersatu layaknya satu keluarga yang utuh. Namun, kenyataan yang kuterima, Faiz menolak kehadiran Chintya. Padahal, dia sudah berpisah dengan Ratna untuk waktu yang cukup lama. Entah apa yang menyebabkan Faiz masih saja mengharapkan Ratna. Kalau dilihat dari penampilan, Chintya masih lebih menarik dari Ratna, secara dia selalu merawat penampilannya karena dia mempunyai banyak uang. Kecillah baginya kalau hanya sekedar perawatan kecantikan. Sedangkan Ratna, hanya gadis kampung yang kebetulan bernasib baik bisa menikah dengan Faiz. Berbagai cara sudah kulakukan untuk menyatukan Faiz dengan Chintya, tapi bukannya bersatu malah Faiz menjatuhkan talak pada Chintya tepat sehari setelah Chintya keluar dari penjara. Padahal, mereka sudah memiliki seorang anak. Selama Chintya di penjara, Faizlah yang merawat anak itu. Tapi, entah apa sebabnya, kini Faiz tak mau lagi merawat anak itu. Bahkan, Faiz mengusir Chintya dan
Pembelaan Dari Bang FaizBang Faiz berhasil menangkap tubuh Zidan, tetapi dia terpeleset oleh tumpahan air tersebut. Bang Faiz terjatuh bersama Zidan. Kepalanya membentur sudut meja. Kepala Bang Faiz berdarah, dan sepertinya dia tidak sadarkan diri. Semua orang di ruangan menjerit. Lalu berlari menghampiri Bang Faiz dan Zidan. Darah di kepala Bang Faiz mengalir cukup deras. "Bawa ke rumah sakit saja, Rat!" ucap Vera panik."Iya, kamu benar Ver. Ayo, kita angkat Faiz ke mobil," seru Andi kepada beberapa orang laki-laki yang siap membantu Andi.Bang Faiz diangkat ke mobil, lalu dibawa ke rumah sakit. Gegas aku meminta kepada pembawa acara untuk menutup acara. Tak lupa aku mengucapkan permohonan maaf atas kejadian barusan. "Kita susul ke rumah sakit, ya, Ver!" ujarku kepada Vera setelah tamu-tamu pulang semuanya."Iya, kita harus segera berangkat, Rat. Anak-anak di rumah saja. Biar Mirna yang jaga."Aku dan Vera segera melaju dengan mobil yang dikendalikan oleh Vera. Di tengah perjala
Musibah Di Acara Ulang TahunKring!Ponselku berdering. Segera kuraih benda pipih yang tergeletak di atas meja rias itu, lalu mengangkat dan menempelkannya di telinga."Halo, Ver, kangen tau! Gitu ya, mentang-mentang pengantin baru, susah dihubungi," cercaku kesal. Semenjak menikah Vera sudah jarang mengunjungiku di sini. Bahkan di telepon pun susahnya minta ampun."Bukan gitu. Maafkan diriku, Sayang! Masih sibuk kemarin ngurus pindah rumah. Aku kan istri yang baik, jadi harus ikut kemana pun suamiku pergi, ya, kan?" "Iya, lah, yang pengantin baru. Paham kok, paham! Hahaha!""Jadikan besok acaranya? Aku baru baca chat darimu tadi kemarin pagi. Maaf, ya! Tapi besok, aku usahain untuk datang. Janji deh!""Gitu dong. Janji, ya! Keysha nungguin loh. Kangen Tante Vera katanya. Kami tunggu loh, ya!" "Iya, iya. Salam sama Keysha ya, besok Tante Vera datang. Assalammualaikum." Panggilan telepon dengan Vera berakhir. Empat tahun sudah berlalu. Keysha dan Zidan sudah semakin besar. Keysha se
Perceraian"Ma—maafkan, Abang, Rat. Abang tak ingin melanjutkan gugatan itu. Abang menunggu persetujuanmu. Abang mohon, berilah kesempatan kepada Abang untuk menebus semua kesalahan Abang kepadamu. Izinkan Abang merawat anak-anak kita bersamamu. Abang menyesal, Rat. Sungguh, Abang sangat tersiksa dengan semua ini. Abang ingin kita seperti dulu lagi."Aku diam dan mencoba mencerna kata demi kata yang telah diucapkan oleh Bang Faiz. Apa katanya tadi? Dia ingin kembali? Dia ingin aku menerimanya lagi? Dia minta kesempatan itu? Sudah hilangkah rasa malunya?"Maaf, Bang. Aku rasa, aku sudah cukup memberimu kesempatan dulu. Aku sudah memohon kepada Abang agar mencari tau dulu tentang kebenarannya. Tapi apa? Abang tak mau percaya kata-kataku. Abang tak memperdulikan permohonanku. Abang tetap kekeh d ngan tuduhan Abang," ujarku sedih. Aku masih ingat setiap jengkal kejadian itu. Luka karenanya masih menganga lebar dan terasa peri."Abang tau, Rat. Abang sudah menyadari kesalahan itu. Abang be
Keysha Sakit."Mungkin sebaiknya, Faiz tidur di sini untuk malam ini. Aku khawatir, nanti Keysha terbangun dan mencari papanya lagi," ujar Vera memberi saran. Bang Faiz menatap ke arahku meminta persetujuan.Aku sebenarnya ragu memberi izin kepada Bang Faiz untuk menginap di sini. Tapi, kasihan juga d ngan Keysha. Kalau dia terbangun tengah malam dan mencari papanya, bagaimana? "Kalau Bang Faiz mau, aku tidak keberatan. Kasihan Keysha, mungkin dia rindu pada papanya," jawabku setuju. Biarlah Bang Faiz menginap di sini untuk malam ini. Toh, di rumah ini aku tidak sendiri. Ada Mbak Mirna dan Vera. "Makasih ya, Rat," sahut Bang Faiz."Iya, Bang. Kami ada di luar, kalau Keysha bangun panggil aku ya!" pesanku kepada Bang Faiz. Aku dan Vera beranjak meninggalkan kamar Keysha. Lalu tidur di sofa ruang tamu yang tak jauh dari kamar itu.Sebenarnya aku ingin sekali tidur di samping Keysha, menemaninya sembari merawatnya. Namun ada rasa tak nyaman di hati ini kalau bersama-sama dengan Bang
Rumah Baru"Wow! Rumahnya besar juga, ya, Mbak. Taman bunganya masih tertata dengan rapi," ujar Mirna. Kami sedang berada di depan sebuah rumah yang baru kubeli dua hari lalu."Ya, Mir. Mudah-mudahan kita betah di rumah ini, ya!" sahutku dengan senyum penuh bahagia. Akhirnya aku bisa membeli rumah dengan hasil keringatku sendiri."Kelihatannya rumah ini sangat nyaman, Mbak," ucap Mirna lagi."Mudah-mudahan begitu. Ini semua untuk Keysha dan calon adiknya nanti," ujarku sembari mengusap perutku yang sudah mulai membuncit.Aku memutuskan untuk membeli sebuah rumah yang letaknya tak begitu jauh dengan ruko konveksi. Kondisiku yang sudah tak memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh, bolak-balik dari rumah Bapak ke sini, mendorongku untuk membeli rumah ini.Ya, perutku sudah semakin membesar. Rasanya sudah semakin berat untuk ke sana kemari. "Kita masuk, yuk!" ajak Mirna sembari menggendong Keysha. Aku mengikuti langkah kaki Mirna dari belakang. Kubuka pintu rumah ini dengan mengucap
Chintya POV"Apa? Bang Faiz menikahi gadis kampung itu?" ujarku ketika Kak Intan mengabarkan lewat panggilan telepon, kalau Bang Faiz akan menikahi Ratna, gadis kampung itu. "Iya, Chin! Kami gak bisa melarangnya lagi. Faiz mengancam akan pergi dari rumah kalau kami menghalanginya," sahut Kak Intan. Hatiku serasa hancur. Semua angan dan mimpiku untuk menikah dengan Bang Faiz kandas sudah. Bang Faiz lebih memilih Ratna. Gadis kampung yang sok lugu itu. Padahal, kalau secara fisik, aku lebih dari Ratna. Aku juga berasal dari keluarga kaya, dan tentunya sepadan dengan keluarga Bang Faiz. Susah payah aku menuruti semua kata-kata Tante Mayang dan Kak Intan. Semua sudah kulakukan. Namun apa? Bang Faiz tetap menikahi dia."Pokoknya, aku tak terima, Bang Faiz harus jadi milikku!" Aku berkata sendiri sembari mengepalkan tangan ini lalu memukulkannya ke meja rias di depanku.*Diawal pernikahan Bang Faiz dengan Ratna, tante Mayang seperti menghilang. Aku tak mendapat kabar apa-apa. Mungkin T
Ratna POVKabar baik baru saja kuterima dari Bik Surti. Lukman, adik Bik Surti sudah bersedia menemui Bang Faiz dan menceritakan kejadian sebenarnya kepada Bang Faiz. Aku tak tau bagaimana pendapat Bang Faiz. Entah dia percaya atau tidak, yang penting kebenaran itu telah disampaikan kepadanya. Dan aku sebagai pemilik nama yang dituduhkan telah berbuat tidak senonoh ternyata hanyalah korban dari sebuah fitnah keji yang telah disusun oleh Mama mertuaku sendiri bersama maduku, istri ke dua suamiku. Untung saja Lukman itu mata duitan. Tidak seperti Bik Surti yang menolak materi dan rela kehilangan pekerjaan karena rasa perikemanusiaannya. Lukman ternyata sangat mudah berkhianat. Dengan tawaran satu kali lipat dari bayaran yang diberikan Chintya kepadanya, dia berpaling dan mengkhianati Chintya. Dia mau jujur atas perbuatannya kepada Bang Faiz. *Hari ini aku dapat bernafas dengan lega. Perempuan itu yang telah merebut Bang Faiz dariku dan menorehkan luka yang begitu dalam di hati in