Beranda / Romansa / Pernikahan Gila / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Pernikahan Gila : Bab 31 - Bab 40

59 Bab

Tiga Puluh Satu

"Apa yang kau lakukan tengah malam begini di luar? Ini bahkan malam pertamamu, jangan tampakkan ketidak seriusan kalian dengan pernikahan ini." Tiba-tiba Mahendra muncul di belakang Fajar, sambil menghisap rokoknya, entah sejak kapan mertuanya itu berhasil membawa kursi rodanya ke area taman.Fajar diam saja, dia tidak punya bahasa untuk menjelaskan keadaannya dengan Raya pada mertuanya itu."Kau mencintai anakku?" "Saya tidak tau," jawab Fajar menggelengkan kepalanya."Bagaimanapun masa lalu kalian, jaga lah dia dengan nyawamu, kita takkan tau apa yang akan terjadi ke depannya. Musuh semakin mendekat." "Aku berjanji, aku akan melakukan tanpa anda perintahkan, karena dia sekarang adalah istriku, tanggung jawabku dunia akhirat.""Bagus, dan sekarang tidak baik meninggalkannya sendiri."Fajar mengangguk, dengan perlahan dia undur diri terlebih dahulu. Membawa langkahnya dengan ragu menuju kamar Raya.Fajar mendorong pintu kamar yang di cat warna putih itu. Tidak dikunci, artinya Raya
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Dua

Suasana rumah Mahendra benar -benar menegangkan. Bangku hantam dan suara tembakan masih terdengar bersahutan, beberapa lawan terluka dan melarikan diri. Pengawal Mahendra adalah pengawal terpilih yang takkan mudah cidera, karena lawan mulai tersudut, mereka berupaya melarikan diri menggunakan mobil sport warna hitam. Pengawal itu berusaha mengejar namun dicegah oleh Mahendra."Biarkan saja! Kita akan memancing bosnya keluar." Mata Mehendra teralihkan ke pintu kamar Raya yang terbuka, gadis itu masih menutup telinganya karena belum pulih dari rasa kagetnya dengan peristiwa ini. Fajar membawa Raya ke ruang tamu dan memegang bahunya yang masih gemetar." Fajar, pergi bawa Raya sejauh -jauhnya, musuh sudah mulai bergerak, dia mengincar Raya," kata Mahendra sambil memberikan sebuah kunci mobil kepada Fajar.Raya yang mendengar dia menjadi incaran membuatnya semakin menggigil takut. Telapak kakinya dingin dan berkeringat. Fajar tak bertanya banyak, dia mengangguk, lalu memegang tangan Raya
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Tiga

Dua jam Fajar memacu mobilnya tanpa henti. Mobil itu memang di rancang untuk menaklukkan medan yang berat. Selama dua jam ini, mereka tidak menemui kendala apa pun. Hutan belantara berada di kiri kanan jalan perbatasan provinsi. Sesekali mereka berpapasan dengan truk besar membawa barang. Serta mobil tanki besar yang membawa minyak mentah.Raya yang sempat tertidur membuka matanya, memandang keluar dengan sedikit ngeri."Kita berada di mana?""Kita akan mengejar kapal yang akan berlayar ke sumatra," jawab Fajar masih fokus dengan jalan di depannya."Sejauh itu?""Iya, ayahmu menyuruhku membawamu ke Palembang, di sana ada tempat tinggal yang cukup aman untuk kita sementara." Raya merenung, kemudian bertanya lagi."Masih jauh, kah?""Sebentar lagi kita akan sampai di pelabuhan.""Kau tidak lelah? " Raya mengamati wajah suaminya itu. Udara dingin masuk menusuk ke dalam mobil yang kacanya dibiarkan terbuka."Tidak, hanya saja aku merasa lapar. "Raya tak berkata lagi, Fajar yang serius
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Empat

Raya hanya terpaku dengan apa yang dia rasakan, rasa penasaran cukup besar untuk menyentuh malah membakar dirinya sendiri. Dia meleleh bagaikan lilin yang dibakar api, jantungnya berdetak cepat tak terkendali.Tiba - tiba dengan dengan cepat Fajar menangkap tangan Raya, dengan menatap dalam bola mata Raya yang mulai resah. Gadis itu terlihat tidak rela dengan gerakan mencegah Fajar yang membuatnya berhenti.Raya meneguk ludahnya susah payah. Dia bertindak terlalu berani kali ini, namun pegangan tangan Fajar yang lebih kuat menyadarkannya. Fajar menggeleng, walaupun dia sangat menginginkan itu semua, namun pengalaman pertama takkan terjadi di sembarang tempat."Cukup!" Fajar memegang pergelangan tangan Raya yang bisa membunuhnya, dia hampir saja tidak bisa bertahan. Ya tuhan, ini hutan, dia adalah laki-laki beragama dan beretika, malam penuh pahala takkan terjadi di tempat yang tidak layak."Aku ... aku...." Raya tidak tau harus bilang apa, kesadaran dan logikanya menghempaskan dirinya
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Lima

Fajar menyelediki wajah Raya yang tak berani menatap wajahnya. Mereka tengah sarapan bersama pagi ini di dalam kamar. Setelah menghabiskan malam yang penuh pahala bagi keduanya, Raya bangun pagi-pagi sekali.Namun ada yang berbeda, pagi ini Raya malah meningkatkan kadar ke ketusannya pada Fajar. Dia bersandiwara seolah-olah semua kehangatan semalam tak berpengaruh sama sekali baginya.Fajar tersenyum geli melihat istrinya itu, Raya yang sekarang dengan Raya yang semalam sangat bertolak belakang. Dia lebih menyukai Raya yang semalam, yang lebih terus terang terhadap apa pun yang diinginkannya, dia begitu tak terduga dengan semua pelayanan yang dilakukannya."Memandangku takkan membuatmu kenyang." Raya mulai merasa terganggu walaupun dia sudah pura -pura tak melihat."Kau benar, aku semakin kelaparan," jawab Fajar membuang nafasnya. Raya menatap sekilas kemudian fokus kembali ke piring sarapannya yang berisi roti tawar berlapis keju dan coklat. Bahasa laparnya Fajar membuat perutnya mel
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Enam

Raya dan Fajar sudah berada di dalam kapal. Kondisi kapal cukup banyak penumpang, karena bertepatan dengan hari libur. Raya yang dari tadi diam saja dan mengacuhkan Fajar, dia kembali bersikap bagaikan nona dan memperlakukan Fajar sebagai pengawal. Bahkan dia menjaga jarak dengan suaminya itu.Fajar tidak mempermasalahkan hal itu. Dia sudah mengenal Raya cukup lama, wanita itu memiliki gengsi yang sangat tinggi, dia takkan mengalah terhadap suatu hal yang akan membuat harga dirinya menjadi jatuh.Saat ini Raya menyamarkan wajahnya dengan memakai kaca mata hitam dan selendang tipis yang menutup wajahnya, sedangkan Fajar juga memakai topi juga kaca mata hitam. Mereka perlu berhati hati dan waspada di tengah keramaian. Karena kali ini mereka bukan sedang pergi berlibur tapi melarikan diri dari serangan teror.Raya nampak bosan, kemudian melenggang ke arah tangga menuju deck paling atas di atas kapal. Fajar mengikutinya walaupun wanita itu sama sekali tidak mengajaknya.Hamparan laut biru
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Tujuh

Mereka sampai di kota Bandar lampung tiga jam kemudian. Fajar langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang, jarak tempuh kota Lampung menuju Palembang kira-kira membutuhkan waktu kurang lebih delapan jam. Sebenarnya, Pemerintah sudah memberikan fasilitas berupa jalan tol supaya jarak tempuh bisa lebih singkat, namun jalan tersebut belum dibuka secara resmi.Raya membuka selendang dan kaca mata hitamnya, mengikat asal rambutnya yang berantakan. Dia melihat, mood Fajar benar-benar buruk, laki-laki itu berubah sikap jadi datar dan dingin."Hmmm." Raya berdehem, dia mulai bosan dengan suasana seperti ini, membuat waktu lebih lama berjalan. Fajar meliriknya sekilas, lalu kembali Fokus dengan jalan di depannya.Raya mendengus, "Siapa wanita tadi?""Yang mana? Banyak wanita yang ku temui hari ini.""Apa? Ck ck, aku sudah tidak heran dengan kenyataan itu, yang aku lihat wanita yang duduk denganmu, dia memakai jilbab ungu muda.""Kenapa kau peduli? Bukankah aku adalah pengawalmu, tak s
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Delapan

Tiga puluh menit. Raya menunggu tiga puluh menit di dalam mobil, namun belum ada tanda-tanda Fajar akan segera masuk. Laki-laki itu, entah sudah berapa batang rokok yang dihabiskannya. Raya sendiri baru tau laki-laki itu perokok, selama ini dia belum pernah melihatnya. Fajar, dilihat dari sisi manapun dia begitu tampan. Sikap ketus dan dinginnya membuat dia menarik dengan caranya sendiri. Bahkan caranya menghisap rokok dan membuang asapnya dia masih terlihat keren. Raya menggelengkan kepala, bukan memuji laki-laki itu tujuannya saat ini.Raya mendengus dan membuka pintu mobil. Berjalan lambat dan berdiri di samping Fajar, ikut menatap sungai Musi yang mulai berwarna keperakan karena Matahari mulai turun dan bewarna jingga. "Ini sudah sore." Pernyataan itu lebih menjurus kepada perintah. Fajar kembali menghisap rokoknya dalam kemudian membuangnya sembarangan walaupun baru sepertiga dari sebatang rokok itu yang dibakar.Fajar tak menanggapi ujaran Raya, dia harus mengorek isi hati wan
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Sembilan

Mereka sedang berkumpul di ruang tamu setelah makan malam beberapa menit yang lalu. Raya sempat tertidur selepas magrib karena kelelahan setelah menempuh perjalanan cukup lama. Fajar dengan Raya, sama sekali belum bicara setelah percakapan terakhir di kamar tadi.Setelah pengakuan cinta dari Fajar, laki-laki itu berubah seratus delapan puluh derjat. Dia lebih memilih bungkam dan menjaga jarak dengan Raya."Bagaimana kabar ayahmu?" Tante Wulan memecahkan suasana yang sunyi. Sebagai orang yang sudah tua, dia tau pasti hubungan dua orang di depannya berjalan tidak baik. Raya lebih banyak membuang muka dari pada memandang suaminya sendiri."Alhamdulillah, Tante. Ayah sehat. Hmmm ... Alissa kemana ya, Tan? Belum tampak dari tadi.""Oh, dia sedang magang di sebuah pusat perbelanjaan, karena lokasinya cukup jauh, jadi Alissa tinggal di kos saja," kata Tante Wulan sambil membuka toples berisi makanan ringan."Oo...." Raya mengangguk, dia jadi kehabisan topik."Oh ya. Fajar kan nama suamimu? M
Baca selengkapnya

Empat Puluh

Fajar masih menelaah wajah Raya, gadis itu sangat resah. Matanya terpejam dan terbuka bergantian. Wanita itu, terlalu ego dengan dirinya sendiri. Dia tidak mau berterus terang dengan jelas. Hanya tatapan matanya yang memohon kepada Fajar." Raya." Fajar memanggilnya lembut. Dia mengenal dengan utuh istrinya itu. Dia tau apa yang sedang diinginkannya. Bukan air minum , bukan rasa haus tapi sebuah penyatuan yang layak mereka lakukan. Mereka baru mengenal ibadah suami istri itu baru sekali, layaknya penganten baru, sekali di ibaratkan baru membuka kulit ari."Aku membencimu." Raya menangis tapi tidak menolak semua sentuhan Fajar pada dirinya. Dia menjambak rambut pendek laki-laki itu sampai acak-acakan. Fajar membungkam mulut judes itu, baru saja Raya ingin membalas, Fajar lebih dulu melepaskannya."Siapa aku, Raya? katakan siapa aku.""Kau suamiku, apa lagi? Lakukan tugasmu sekarang juga!" Raya tidak tau apa yang sedang merasukinya. Tapi, rasa ini sudah tidak bisa di bendung lagi. Rasa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status