Beranda / Romansa / Pernikahan Gila / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Pernikahan Gila : Bab 21 - Bab 30

59 Bab

Dua Puluh Satu

Empat tahun kemudianRaya memijit keningnya, jam sepuluh malam, namun dia belum menyelesaikan pekerjaannya. Komputer masih menyala, dan mata Raya mulai perih dan kelelahan.Empat tahun dijalaninya dengan bekerja dan bekerja. Banyak hal yang dilaluinya selama ini, perusahaan yang memiliki banyak saingan dan musuh, namun berhasil di selesaikan dengan baik olehnya.Raya mengalihkan pandangan ke pintu ruangannya. Disana, Mario, laki -laki tampan yang rangkap jabatan sebagai bawahan dan teman dekatnya. Dia duduk di sofa, memandang Raya yang tampak lelah."Ayo kita pulang," kata Mario. Dia mendekati Raya, membantu gadis itu mematikan komputernya. Raya meregangkan ototnya, tersenyum sekilas pada Mario."Oke, kau yang bawa mobil! Aku lelah." Raya menyerahkan kunci mobilnya pada Mario. Mario mengangguk dengan senang hati. Dia tinggal di apartemen yang sama tapi berbeda lantai, sering berangkat bersama dan pulang bersama. Mario adalah laki-laki yang baik. Dia sangat tulus dan perhatian, memper
Baca selengkapnya

Dua Puluh Dua

Fajar menyelesaikan latihan khusus lebih cepat dari seharusnya. Dia adalah seorang anggota yang paling berhasil dalam menyelesaikan beberapa pekerjaan. Semua yang memakai jasanya merasa puas. Namun, dia menolak di kontrak lebih dari setahun. Tidak ada alasan khusus, hanya ingin berganti suasana.Hari ini kontraknya dengan pengusaha asal Swedia berakhir. Setahun laki-laki kaya itu memakai jasanya sebagai bodyguard. Dia mengajak Fajar berkeliling dunia, singgah keberbagai negara. Fajar bekerja dengan sangat profesional, dia memegang teguh kedisiplinan dan tanggung jawab. Keselamatan tuannya adalah prioritas utama.Hari ini Fajar sampai di kantor setelah setahun tidak pulang ke Indonesia. Kepala plontos dan tubuh tinggi berototnya, serta raut wajah yang semakin datar. Pesonanya tak bisa lagi ditampik oleh lawan jenis, usia hampir tiga puluh dan menjadi laki laki dewasa yang matang. Handoko memeluk Fajar, dia sangat merindukan anak buahnya itu. Fajar adalah sebuah kebanggaan, beberapa bu
Baca selengkapnya

Dua Puluh Tiga

Fajar merebahkan tubuhnya setelah menata perabot baru di apartemennya. Apartemen ini cukup luas, dengan tiga kamar tidur dan dua kamar mandi. Fajar menatap langit langit, matanya menerawang jauh. Dia sudah memiliki semuanya sekarang. Pekerjaan tetap dan juga uang, tapi belum juga dia bahagia.Fajar bangkit, memasang kemejanya tanpa dikancing. Lalu keluar dari apartemennya. Dia kaget, Raya ... di sana sedang memegang cangkir tehnya, meniupnya sekilas, matanya memandang jalan ibu kota.Fajar berdehem, menyadarkan Raya. Gadis itu langsung menerbitkan senyum, bukan Raya yang dulu. Raya yang ini kelewatan ramah. Dan, semakin asing."Belum tidur, Mas?" sapanya. Fajar menggeleng. Panggilan ' Mas ' itu sangat mengganggu."Kita belum sempat berkenalan, saya Raya, Mas?"Fajar terhenyak, wanita ini sudah dipastikan Raya, tak ada lagi alasan untuk meragukannya. Lalu buat apa perkenalan tak berguna ini. Ini terlalu berlebihan. Dia ingin berhenti pura -pura. Tangan Raya masih terulur, karena tak a
Baca selengkapnya

Dua Puluh Empat

Fajar bangun pagi-pagi sekali. Hari ini sesuai kesepakatan kemaren dengan Handoko, dia akan punya tuan baru. Bagi Fajar itu lebih baik, dari pada dia seperti orang linglung dan kebingungan dengan pemikirannya sendiri. Raya, selalu tentang Raya. Dia tidak tidur semalaman memikirkan kalau wanita itu sudah punya pacar. Sedangkan dia sendiri masih seperti dulu, belum berhasil mengalihkan perhatiannya pada wanita lain. Fajar menghembuskan nafas, menetralkan kemarahan yang mulai mengusik jiwanya. Bagaimanapun, dia pernah menjadi suami Raya. Dia terkekeh sendiri, suami pura-pura, apa yang dibanggakan dari status itu.Fajar baru saja ingin masuk kedalam lift, saat lift kembali di cegat oleh wanita yang sama. Kali ini tampilannya lebih formal, stelan kantor membungkus tubuhnya, dengan kacamata dan rambut dikuncir kuda. Fajar diam saja, mereka sempat bersitatap sebentar, namun Raya lebih dulu membuang muka. Menaikkan dagunya dan menampakkan ketidak sukaannya pada Fajar. Dia kembali menjadi Ray
Baca selengkapnya

Dua Puluh Lima

Fajar terkejut dengan orang yang duduk di depannya. Namun, secepatnya dia kembali memasang raut datar. Laki -laki itu, adalah ayahnya Raya. Dia terlihat biasa saja, tidak kaget dengan kemunculan Fajar. Atau dari awal dia sudah tau kalau Fajar yang akan bekerja dengannya.Ayah Raya mendorong kursi rodanya. Ada yang berbeda, laki-laki itu terlihat Ramah sekarang. Wajahnya dihiasi senyuman. Tak ada kesan jahat sama sekali, orang ini lah yang membuat ibunya meninggalkan ayahnya. Namun, entah di mana keberadaan wanita yang melahirkannya itu sekarang. Fajar menguasai dirinya, dia harus melupakan masa lalu sejenak, menjaga keprofesionalannya dalam menjalankan tugas. Pantang bagi seorang pengawal menampakkan berbagai macam bentuk emosi di wajahnya. "Kita bertemu lagi," katanya tenang. Fajar hanya mengangguk, menunjukkan sikap perofesionalnya. Bagaimana pun, laki-laki ini akan menjadi tuannya selama setahun kedepan."Bagaimana kabarmu?""Saya baik, Pak," jawab Fajar datar. Dia sangat baik se
Baca selengkapnya

Dua Puluh Enam

Raya memandang Fajar dengan kesal. Apa kesalahannya di masa lalu sehingga diberi ujian seberat ini. Tetangga menyebalkan itu sekarang malah serumah dengannya, mengekori Raya kemana pergi. Raya menjadi tidak bebas untuk melakukan apa yang diinginkannya. Dia seperti tahanan di rumahnya sendiri.Saat ini mereka singgah dulu ke apartemen, mengambil beberapa barang yang di perlukan. Untuk sementara, Raya tinggal di rumah ayahnya kembali. Sampai keadaan membaik.Fajar mengangkat semua barang yang sudah dimasukkan Raya ke dalam kopernya. Isinya lumayan banyak, rata-rata seragam kantor dan baju santai.Fajar rangkap jabatan saat ini, sebagai supir dan pengawal. Hidupnya benar -benar lucu, dia tak mengira akan kembali berjumpa lagi dengan Raya, apa lagi dengan keadaan wanita itu sekarang."Aku bisa mati bosan jika selalu bersamamu, kau ini memang orang paling aneh di dunia," celutuk Raya. Fajar diam saja, andai saja dia tahu apa yang telah terjadi pada mereka di masa lalu."Berapa umurmu?""Ha
Baca selengkapnya

Dua Puluh Tujuh

Fajar mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Dia hanya berniat mengerjai wanita itu supaya dia tidak bosan, tapi akibatnya malah seserius ini. Raya belum juga sadar, Fajar memegang bahu Raya yang bersandar di pahanya. Hitungan sepuluh menit mereka sampai di rumah, tanpa menunggu lama Fajar menggendong Raya, berjalan cepat menuju kamar gadis itu. Untung saja Mahendra tidak melihatnya. Masalah ini dia sendiri yang penyebabnya, jadi dia juga yang harus menyelesaikan. Perlahan Fajar merebahkan Raya ketempat tidur, mengusapkan sedikit minyak kayu putih pada wanita itu.Fajar menutup pintu kamar Raya dan menguncinya. Ini dilakukan demi keamanan. Penjaga sempat bertanya, namun Fajar memberikan isyarat bahwa semua baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Raya membuka matanya. Menatap langit- langit kamar dan kemudian terakhir ke wajah Fajar. Tatapan tidak senang terlihat jelas di wajahnya.Raya duduk, bersandar di kepala Ranjang. Menerima air putih yang disodorkan Fajar. Dia harus mengo
Baca selengkapnya

Dua Puluh Delapan

Malam yang sepi. Walaupun banyak penjaga yang berkeliaran di sekitar rumah, namun tetap saja tidak ada mengubah suasana menjadi hangat. Ini lah hidup yang paling membosankan bagi Raya, dia seolah menjadi tahanan rumah yang tidak bebas kemana dia suka. Dia tidak tau pasti, bagaimana masa lalu ayahnya sehingga sang Ayah memiliki banyak musuh yang berbahaya.Raya mendecih melihat Fajar yang masih setia berdiri dengan memasang raut datarnya. Setelah peringatan yang membuatnya shock, laki-laki itu bertingkah seolah-olah tak ada yang terjadi di antara mereka.Raya mengalihkan perhatiannya , saat sang ayah mendekatinya dengan kursi rodanya. Mahendra melihat suasana hati Raya sedang tak baik. Setidaknya dia ingin bertanya apa yang membuat Raya sekacau ini."Raya.""Iya, Ayah.""Ada apa?" pancing Mahendra. Raya tidak langsung menjawab. Banyak sekali beban di pikirannya saat ini dan tidak tau apa yang harus dikatakan lebih dahulu."Aku sudah melakukan apa yang ayah perintahkan," jawabnya lesu,
Baca selengkapnya

Dua Puluh Sembilan

Mahendra memanggil Fajar secara khusus. Setelah Raya menemuinya tadi pagi dan mengatakan akan menikah dengan Fajar, Mahendra meminta keterangan dari mulut Fajar sendiri. Baginya, Raya bukan lagi anak anak yang berusia masih remaja. Gadis itu bahkan hampir tiga puluh tahun. Dia ingin pernikahan ini bukan lagi atas dasar paksaan. Bagaimanapun, perusahaan butuh pewaris dan Raya satu -satunya harapan yang akan melahirkan pewaris itu. Selain Fajar, tak ada lagi laki-laki yang dekat dengan anaknya.Fajar dipersilahkan duduk di depan meja kerja Mahendra. Laki-laki tua itu mulai memberikan pertanyaan."Apa benar kalian ingin menikah?""Seperti yang Anda ketahui.""Aku perlu menjelaskan sesuatu padamu sebelum ini terjadi." Mahendra menarik nafas. Ada beban berat di hatinya, dan permasalahan itu harus di sampaikannya saat ini."Ibumu ... tidak pernah menikah denganku," katanya lemah. Fajar mengatupkan rahangnya dengan kuat. Hatinya langsung panas saat nama ibunya disebut. Terbayang olehnya bagai
Baca selengkapnya

Tiga Puluh

Pernikahan itu pun terjadi. Saat gema suara sah di gaungkan, saat itu pula dua manusia yang memiliki tujuan berbeda sudah terikat secara sah sebagai suami istri. Fajar menengadahkan tangan dengan khusyuk saat kepala KUA melafaskan doa setelah ijab kabul. Dia mensyukuri dalam hati, Raya sudah resmi jadi miliknya, dunia akhirat adalah tanggung jawabnya. Fajar mengulurkan tangan pada Raya, dan disambut gadis itu dengan wajah bingung. Dia tidak mengerti apa maksud Fajar, sampai laki-laki itu berbisik."Cium tangan suamimu!"Raya hanya mendengus malas, baginya pernikahan ini tak berarti sama sekali. Dia malah bosan dengan petuah-petuah kepala KUA yang bicara panjang lebar bagaimana cara menjadi suami dan istri yang baik.Dengan enggan Raya meraih tangan Fajar, meletakkan di mulutnya, tidak sampai menyentuh. Namun dia kaget saat lehernya di raih suaminya itu, satu kecupan mendarat di kening dan pipinya. Raya tidak terima, namun Fajar kembali berbisik."Mencium pipi dan kening gratis, tidak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status