Home / Romansa / Pernikahan Gila / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Pernikahan Gila : Chapter 41 - Chapter 50

59 Chapters

Empat Puluh Satu

Raya bangun terlambat dengan tubuh terasa remuk. Bahkan ini sudah jam sembilan pagi, sangat tidak pantas seorang tamu bangun kesiangan di rumah orang. Tapi apa daya, dia sangat lelah setelah melakukan ritual suami istri itu.Alangkah malunya dia jika ketahuan menghabiskan malam penuh kemesraan di rumah Tante Wulan. Tapi keberuntungan sedang berpihak, Tante Wulan tidak terlihat sedang berada di rumah, motor matic yang biasanya terparkir manis di halaman rumah tidak terlihat dari tadi.Raya baru saja selesai mandi, di kamar mandi tadi dia hampir saja menjerit saat melihat penampakan dirinya. Bekas itu bertebaran di sana sini. Raya sudah menggosok untuk menghilangkannya, tapi tidak berhasil, bekas itu malah berubah menjadi kebiruan.Raya mengendap-endap keluar dari kamar mandi. Mengawasi jika saja tante Wulan tiba-tiba muncul. Dia bernafas lega saat berhasil masuk ke dalam kamar. Namun perasaan lega itu tidak berlangsung lama, matanya menangkap tersangka yang mewarnai kulitnya itu sedang
Read more

Empat Puluh Dua

Fajar melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dia yakin saat ini mereka tengah di buntuti. Marsel memang laki-laki yang takkan menyerah sebelum mendapatkan apa yang di inginkannya. Fajar tidak tau pasti apa yang membuat Marsel sangat membenci Raya, sehingga dia berniat melenyapkan nyawa wanita itu.Mobil berpacu dengan waktu, Fajar tetap waspada dengan mobil yang mungkin akan muncul tiba-tiba di belakang mereka, Fajar tidak boleh lengah sedikit pun. Mereka tengah membelah jalan lintas antar propinsi. Propinsi yang paling dekat dengan palembang adalah propinsi Jambi, hanya daerah itu tujuan mereka sementara ini."Kita mau kemana?" tanya Raya masih dengan wajah cemas."Jambi.""Apa ada keluargamu di sana?""Tidak.""Lalu, kita akan tinggal dimana?""Jangan banyak bertanya, aku bisa menciummu sampai pingsan jika saja mulutmu masih mengoceh."Raya mengatupkan mulutnya karena ancaman itu. Dia tidak mau terlibat sentuhan fisik lagi dengan Fajar.Kondisi jalan cukup lengang, sekarang su
Read more

Empat Puluh Tiga

Fajar berubah kesal, mobil itu malah mengalami kebocoran ban di jalan sepi. Belum ada pertolongan saat ini, para pengguna lebih memilih pura pura tidak melihat saat Fajar meminta bantuan melalui kode jarinya. Maklum, jalan lintas sumatra masih rawan perampokan dengan menggunakan berbagai modus."Bagaimana ini?" gumam Raya. Dia ikutan keluar dari mobil memandang ban mobil dengan putus asa."Tidak ada tanda-tanda bengkel di dekat sini." keluh Fajar. Kemudian, mata Fajar membesar."Aku tau caranya.""Apa?"Fajar mengambil jaketnya dari dalam mobil. Lalu menyodorkan pada Raya."Gulung dan masukkan jaket ini ke perutmu!""Apa?" Raya memandang Fajar tak percaya."Kau pura-pura hamil, dan seolah -olah mau melahirkan, pasang wajah memelas mu, tidak ada orang yang akan tega melihatmu, apa lagi orang yang memiliki istri dan anak.""Aku tak mau, kau saja!" ketusnya sambil melipat tangannya."Kalau aku yang hamil, aku akan disangka gila, bukannya menolong, orang malah lari, lakukan sekali ini saj
Read more

Empat Puluh Empat

Mereka sedang duduk di kedai kecil yang menjual makanan ringan beserta gorengan hangat. Perut yang belum sempat diisi sudah meronta- ronta minta makan. Segelas teh manis dengan sepiring gorengan tandas dalam sekejap. Wajah dan penampilan mereka benar-benar kusut, keringat dan debu menempel di wajah mereka.Raya awalnya tidak mau mencoba memakan jajanan pinggir jalan itu dengan alasan penjual dan tempatnya kurang bersih. Tapi melihat Fajar yang melahap semuanya , dia pun mencobanya dengan penasaran. Satu gigitan dia menelaah rasa gorengan tersebut. Lumayan, pikirnya. Gigitan kedua, enak. Akhirnya dia menghabiskan satu gorengan berupa bakwan itu tanpa pikir panjang lagi."Aku mau lagi," ucapnya entah kepada siapa. Fajar dari tadi bersikap cuek padanya. Tidak tertarik menjawab komentar Raya. Raya menjadi kesal, penjual masih asik dengan wajan dan minyak panas di hadapannya. Raya berdiri mendekati keranjang yang dibuat dari anyaman bambu untuk meniriskan bakwan yang habis digoreng, keran
Read more

Empat Puluh Lima

Di tengah keputus asaan Raya, pertolongan datang tidak disangka- sangka. Seorang pria tua pedalaman yang biasa disebut suku Kubu di Jambi menyelamatkan mereka. Laki- laki tua itu kebetulan sedang berburu burung Balam di hutan, tanpa pikir panjang laki-laki yang yang menyuruh Raya memanggilnya 'pak Wo' itu mengangkat tubuh berat Fajar masuk ke dalam mobil."Tidak ada rumah sakit di sekitar sini, jarak rumah sakit kurang lebih tiga jam lagi, suamimu bisa mati kehabisan darah." Bahasa indonesia yang lancar dan fasih, berbeda dengan perkiraan Raya. Dia mengira suku Kubu itu tidak bisa berbaur dengan manusia modren."Pak wo bisa menyetir?" Laki-laki itu mengangguk. "Kita kerumah saya saja." Benar benar laki-laki yang tulus, mereka meninggalkan penjahat itu tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Raya yakin, mereka belum mati, tapi mengurus Fajar lebih utama saat ini.Raya hanya bisa mendekap kepala suaminya itu. Darah segar terus megalir dari punggung di bawah bahunya. Raya sangat taku
Read more

Empat Puluh Enam

Raya menyelami mata sayu dan lelah milik Fajar, tak ada tatapan bercanda dan mengejek seperti biasanya. Tanpa suara, tanpa perdebatan. Semakin lama dia menantang mata itu, hatinya semakin berdesir hebat, ada rasa berbunga-bunga yang tidak bisa dijabarkan bagaimana wujudnya.Raya memutuskan kontak mata lebih dulu, menggelengkan kepalanya dan menunduk menatap lantai kayu yang dilapisi tikar anyaman rotan. Raya bangkit, merapikan baskom berisi air hangat dan memeras handuk basah itu. Kemudian mengangkat mangkok bubur sekalian baskom kecil itu menuju dapur rumah panggung. Semua gerakan itu tidak luput dari pandangan Fajar, bagaimana lengan ramping dan mulus itu terulur membawa dua barang secara bersamaan. Bagaimana rambut indah itu tergerai bebas dan disematkan ke telinga kirinya. Wanita itu, layak di juluki bidadari yang sedang tersesat di Bumi. Belum habis renungan Fajar, Raya kembali muncul di pintu kamar, menutup pintu yang mulai lapuk itu dengan perlahan dan berjalan bimbang ke arah
Read more

Empat Puluh Tujuh

Entah berapa lama, saat mereka berhenti hanya untuk mengambil nafas. Kemudian melanjutkan lagi dengan cara yang lebih manis dan indah. Raya menempelkan keningnya pada kening Fajar, menetralkan detak jantungnya yang menggila.Ringisan Fajar menyadarkannya, bahwa memadu kasih tidak tepat saat ini. Suaminya itu baru saja selamat dari maut."Apa aku menyakitimu?" tanya Raya cemas. Mengamati wajah Fajar yang terssenyum hangat. Laki-laki itu menggeleng, tadi lukanya sempat tertekan ke bantal karena Raya menumpukan badannya ke tubuhnya, hal itu membuat luka itu terasa nyeri kembali."Kau baik-baik saja?" Raya mengusap pipi Fajar berlahan, menikmati kasarnya bakal janggut yang belum sempat dicukur."Aku sangat baik.""Syukurlah." Raya mengehela nafas lega, saat Raya menjauh, Fajar menahan pergelangan tangannya."Jangan menjauh, tetaplah di sini." Fajar menunjuk dadanya. Raya mengamati wajah Fajar, tidak ada jaminan baginya untuk tidak melakukan apa apa dengan laki-laki itu jika mereka terus s
Read more

Empat Puluh Delapan

Raya belum mengedipkan matanya, lalu dengan susuah payah dia menelan air liurnya sendiri. Diikuti oleh matanya yang mengerjap tidak fokus. "Hmmm ... kita, sedang di kampung, tidak ada hotel di sini." Suara Raya nyaris berisik. Fajar menghela nafasnya, membuangnya kemudian. Ini masih terlalu pagi untuk berfikir ke arah situ. "Kau merindukanku? Kau menginginkannya juga?" Pancing Fajar. Raya meremas jari-jarinya sendiri. Kemudian mengangkat wajah putus asanya, tentu saja dia sangat merindukan laki-laki itu. Hubungan tempat tidur adalah ke istimewaan yang paling indah yang dia dapatkan dari suaminya itu.Raya akhirnya mengangguk, mengabaikan rona merah yang menjalar di pipinya. Fajar tersenyum sumringah, baru kali ini Raya jujur dengan dirinya."Sepertinya kita harus bersabar dulu," kata Fajar mengelus lengan Raya, dia melihat bulu-bulu halus di lengan itu meremang."Mendekatlah, Raya!""Eh?"Raya kembali kebingungan, entah apa yang terjadi padanya saat ini, bunga bunga itu terus saja be
Read more

Empat Puluh Sembilan

Raya menahan nafasnya sendiri, tatapan itu , dengan lancangnya seperti mengaduk-aduk perutnya. Fajar belum memutuskan kontak mata dan meminta jawaban serta persetujuan dari Raya. Gadis itu sudah gelisah dengan rona merah menjalar ke pipi hingga telinganya."Hmmm? apa tidak apa-apa, jika...,""Aku rasa tidak apa-apa, Raya.""Bagaiamana kalau...," Raya memutuskan kalimat saat pintu di ketuk perlahan. Disusul dengan Mak Wo yang masuk tergesa-gesa. Dua manusia yang siap untuk berlayar itu terkulai tak berdaya dengan bahu merosot. Apa lagi Fajar. Wajahnya langsung kuyu dan kecewa."Kok pulang lagi, Mak?" Ada nada kurang terima dari suara Fajar kerena mak wo menggagalkan rencananya."Sakit kaki mak kambuh lagi, Pak Wo sudah melarang, tapi mak bosan hanya duduk-duduk di rumah," jawab wanita tua itu sambil memungut minyak gosok dan membalurkannya ke betisnya, minyak gosok yang tercium seperti bau sereh."Mak harus banyak istirahat," lanjut Fajar, dia bersumpah, ini sudah tidak bisa ditahan la
Read more

Lima Puluh

Fajar menyambut Raya dengan tidak siap sehingga mereka sama-sama tercebur kembali ke dalam air sungai, beberapa saat kemudian kepala mereka muncul. Raya menarik tangan Fajar ke tepian, yang diikuti oleh pria itu dengan wajah sedikit bingung.Mereka kembali duduk di batu besar, tanpa Raya melepaskan genggaman tangannya. Gadis yang dasternya sudah basah kuyup itu melempar senyum manisnya pada pada Fajar dan di balas oleh pria itu dengan tertegun tidak percaya. Raya bertingkah sangat manis, persis seperti awal mereka bertemu saat Raya amnesia."Raya," lirih Fajar, yang dipanggil hanya memberikan kode dengan anggukan kecilnya. "Kau baik-baik saja?" Fajar menyelidiki dengan mata menyipit."Apa aku terlihat sakit saat ini?" jawab Raya sambil mengibaskan rambutnya."Aku agak heran dengan sikap manismu, apa lagi pelukan tidak terduga yang baru saja aku dapatkan. Itu tidak sepertimu, Raya.""Terus?" pancing Raya."Hmmm, tidak, aku hanya senang jika kau begini."Raya tidak menjawab, namun dia
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status