“Mau kutemani?” tanyanya.“Enggak usah, kalau kamu enggak ikhlas.”“Ikhlas itu soal hati, tahu apa Mas soal itu, ayo pergi minta maaf.”“Kamu bilang, Ibu menghinamu lalu sekarang mau minta maaf, apa namanya kalau bukan munafik Dil?” Dilra malah tertawa, dia terus tertawa sampai aku yang melihatnya merasa ketakutan sendiri. Dan kau tahu apa yang selanjutnya terjadi, dia terus tertawa hingga tanpa sadar air mata telah mengalir membasahi pipinya.“Dil, kamu baik-baik saja kan?”“Ya,” tawanya langsung berhenti, begitu saja, sontak membuat jantungku seperti berhenti berdetak. “Ayo minta maaf,” ajaknya lagi, kali ini Dilra mengusap pelan jejak basah bekas linangan air matanya, tangannya langsung melingkar di lenganku, menariku keluar kamar, hingga mendekat ke arah tangga, kami berhenti, itu pun karena aku menahannya.“Dil gak usah, cukup! Biar Mas aja yang minta maaf.” Perlahan Dilra melepas lingkaran tangannya.Matanya kembali berembun, kau tahu apa yang pal
Baca selengkapnya