Beranda / Urban / Luka Seorang Istri / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Luka Seorang Istri: Bab 41 - Bab 50

64 Bab

Kemunduran Dilra

“Sa yang..”Belum sempat dia berkata tapi Dila sudah tak sadarkan Diri.“Mbak Rina, cepat ke sini, tolong saya!”Dina adalah asisten rumah tanggaku, tak lama dia langsung datang, wajahnya benar-benar panik, dengan cepat dia langsung turun ke bawah meminta pertolongan tetangga sekitar, tak kupedulikan tatapan orang-orang padaku. Usia kandungan Dilra menginjak 8 bulan, berat badannya berangsur naik tiap bulannya, hingga dia harus di gotong 3 orang agar.Kami membawa Dilra ke klinik terdekat untuk menghentikan pendarahan, alhamdulillah Dilra dan calon bayi kami masih bisa diselamatkan. Hanya saja kondisinya masih sangat lemah.Aku masuk ke ruangan Dilra, wajahnya pucat pasi bak mayat.“Maafkan Mas Dil, maaf karena Mas sudah meragukan kesetiaanmu, Mas pikir kamu enggak akan senekat ini Dil, untuk apa kamu lakukan ini demi aku, bodoh kamu Dil, bodoh.”Sembari memegang lengannya, aku terus menciumnya berkali-kali, hing
Baca selengkapnya

Membisu

"Oke kalau kamu enggak mau menulis, enggak masalah sayang, Mas akan taruh di sini.” Dilra enggan menjawab memilih berbaring di ranjang .Aku keluar dengan perasaan yang entah. Miris, mengetahui dua perempuan yang berarti dalam hidupku malah bernasib sama.“Papah?”“Ya Sayang?” “Bunda marah lagi?” tanya Dion.“Enggak, bunda cuma capek.” “Kenapa Bunda enggak mau ngomong? Aku kan sudah enggak nakal Pah."“Enggak sayang, begini saja deh Dion masuk saja, ajak Bunda bicara pelan-pelan, mau?”“Mau Pah.” Lewat celah kecil di balik pintu, aku mengawasi, Dion mulai memeluk bundanya dari belakang, setelah sebelumnya mengajak bicara namun tak ada respons. Dan ajaibnya. Dilra berbalik, mengusap wajah Dion dengan lembut, meski tak ada kata yang terucap, melihat rengkuhannya pada putra kecil kami, jelas sekali ada begitu banyak kasih sayang yang tersirat dalam diamnya.
Baca selengkapnya

Membangunkan Singa Lapar

"Ada beberapa kasus pasien yang seperti ini Pak, kita lihat saja setelah 3 hari ke depan, bisa jadi karena terlalu lama enggak bicara, jadi Bu Dilra harus kembali menyesuaikan diri lagi, pelan-pelan ya karena saya yakin seharusnya terapi kita berhasil.”Meninggalkan tempat psikiater itu, kami berjalan keluar dengan perasaan hampa. “Kenapa begini Dil?” Ssttt Arghhh!!!Aku memukul keras setir itu, meluapkan emosi yang merasuk. Dilra terkesiap, pandangannya lekat menatap khawatir ke wajahku.  “Mas, enggak masalah kalau harus menghadirkan Hiro ke sini, asalkan kamu bisa sembuh Mas lakukan Dil, bahkan kalau kamu mau menikah dengannya sekalipun Mas ikhlas.”  “Mas enggak sanggup lihat kamu kayak begini, ini sangat menyiksa, Dil.”Aku mendekap tubuhnya, tapi Dilra malah mendorong pelan memaksaku melepas rengkuhanku padanya, seraya menangkupkan telapak tangan di wajahku, telunjuknya mengusap pelan linangan air mata yang tur
Baca selengkapnya

Ending Season 1

"Jadi selama ini kamu bohong?”Dilra justru mengulum senyum manis.“Kenapa coba enggak jujur, kamu bikin Mas frustrasi tahu enggak?”“Maaf ya, aku cuma mau mencari momen yang tepat saja.” Tiba-tiba pintu kamar kami diketuk dari luar, rupanya Dion di balik sana, dengan kue tart yang ada di tangannya.“Happy birthday Papah,” katanya dengan penuh semangat, padahal ini sudah larut malam, di belakangnya sudah ada si Mbak lengkap dengan nampan berisi pisau juga beberapa piring kecil.Ya Tuhan rasanya baru kemarin aku menyalahkanmu , atas semua yang terjadi dalam hidup, merasa bahwa bahagia, seakan terus saja dibuat menjauh, tapi sekarang dengan mudahnya engkau membalikkan takdirku begitu saja.“Apa ini Dil?”Tanyaku seraya menatapnya nanar, hal-hal seperti ini membuatku emosional.“Selamat ulang tahun Mas, maaf ya membuatmu khawatir, terapinya berhasil kok.”Ya Allah D
Baca selengkapnya

Season 2 part 1

“Dil, please kali ini saja, Mas lagi banyak kerjaan. Kamu bisa ‘kan urus anak-anak dulu, jangan taruh mereka dekat Mas. Lihat, dokumen yang baru keluar printer malah ketumpahan minuman. Kalau kamu memang enggak sanggup jaga mereka, bilang!”“Apa memang sudah bosan jadi istri?” sentakku kala itu. Bagaimana aku tak kesal. Dia membiarkan anak-anak masuk ke ruang kerja menumpahkan minuman ke atas lembaran dokumen yang baru saja keluar dari printer. Sementara itu, dia justru asyik di dapur. Bukankah ini keterlaluan.“Dilra, kamu dengar enggak!” Tidak lama setelah itu terdengar derap langkah seseorang mendekati pintu. Ada Dilra di balik sana. Saat itu anak-anak ketakutan memilih memeluk kaki Ibunya, dengan sangat erat.“Seenggaknya kamu nyahutin kalau suami manggil.” Ini yang paling membuat amarahku kian memuncak Dilra justru balik menatap mataku dengan mata nanarnya. Jelas saja itu akan dengan mudah meluluhkan hat
Baca selengkapnya

Misteri di Kamar Sebelah

“Hay sayang kenapa ke kantor enggak bilang dulu? Kamu jangan salah paham ya, kami enggak melakukan apa-apa,” ucapku sedikit gelagapan Sial kenapa aku begitu gugup. Aku dan Sekar gelagapan dibuatnya. Sampai-sampai gelas berisi air mineral harus jatuh. Sekar refleks menjerit, tak hanya itu dia bahkan mendekapku begitu erat. Aku langsung mendorongnya. Rupanya suara gelas tadi cukup memancing perhatian orang. Asistenku Vina langsung mengetuk pintu dan masuk begitu saja dengan wajah yang panik. Kenapa harus ada orang saat situasi seperti ini. Sekarang bukan hanya satu. Aku bisa melihat banyak kepala yang menyembul dari balik pintu. Aku mendorong Sekar dengan kasar.“Apan sih, enggak usah lebay deh. Cuma pecahan gelas kok.”“Kamu lihat apa Vina? Keluar!”“Oh iya Pak maaf saya lancang masuk ke dalam, saya pikir terjadi sesuatu.”“Keluar!”“Iya Pak, saya permisi Pak, Bu.”
Baca selengkapnya

Istriku Cuma Satu

“Istriku cuma satu kok?”“Loh terus yang di kamar sebelah itu siapa?” tanya Dokter Bima. Dahiku berkerut, tak ada wanita dewasa di sini. Kalau pun Asisten Rumah Tangga, Mungkinkah datang secepat itu. Tanpa pikir panjang aku memaksakan diri keluar, untuk melihat wanita di kamar sebelah, tentu dibantu Dokter Bima. Sayangnya tidak ada siapa pun di sana. Aku bergerak ke lantai bawah, mendekati suara anak-anak. Lalu mataku langsung tertuju pada seseorang yang duduk di sofa ruang tamu.“Sekar? Kamu kenapa bisa di sini?”Ekspresi Sekar tampak sangat tertekan. Matanya sesekali melirik ke arah dapur, aku mengikuti ke mana matanya tertuju. Tak ada siapa pun di sana. Kecuali anak-anak yang tengah bermain tepat di bawah mini bar.“Aku tadi lihat kamu kecelakaan di jalan, jadi aku inisiatif bawa kamu ke sini?”“Dari mana kamu tahu alamatku?”“KTP kamu.”“Terus Dilra di mana?”
Baca selengkapnya

Obsesi Sekar

“Ya enggak usah dengar mereka, biarkan aja, biasanya juga begitu 'kan." “Iya biasanya memang begitu, tetapi sekarang, yakin hatimu juga tetap begitu? Aku tahu apa yang kamu katakan soal sekar di pesta itu. Aku juga tahu setiap hari kamu makan di tempat Sekar, pasti karena dia yang masak.” “Kamu itu salah paham Dilra, siapa sih yang ngomong sama kamu? Semua itu enggak benar. Mas makan di sana, cuma mau cari suasana baru.” “Awalnya aku berusaha buat percaya, tetapi setiap hari semua seperti terbantahkan, lalu sampai kapan aku harus membiarkanmu tenggelam dalam dosa?” “Please Dil, ngomong aja langsung, tujuan kamu apa? Jangan membuatku menduga-duga.” “Kamu ingin menikahi dia tanpa melepaskan aku 'kan?” “Aku enggak segila itu Dilra, dia masih sah istri orang. Aku enggak seserakah itu. Cemburu kamu itu berlebihan.” Aku melepas rengkuhanku lalu berbalik memunggunginya. “Kamu mau bersumpah? Di depa
Baca selengkapnya

Ayo Bicara

“Mas sudah bertobat, itu Cuma masa lalu kan? Enggak ada kaitannya sama rumah tangga kita sekarang?”“Enggak akan ada kalau saja kalian melakukannya tanpa meninggalkan jejak, kalau sudah ada anak terus mau bagaimana? Sekarang posisiku sama dia sama.”“Kami enggak punya pernah anak, sayang dengerin Mas, itu semua belum tentu benar.”“Benar atau salah kalian pernah tidur bareng, kalau aku enggak datang tepat waktu, pas di kantor, apa kejadian itu bakal terulang Mas?”“Please, sudah jangan dibahas lagi, Demi Tuhan Dilra Mas enggak ada niat selingkuh, mana mungkin Mas tega melakukan itu, Mas Sayang sama kamu Dil. Kasih Mas kesempatan sekali lagi, jangan tingalkan Mas lagi, enggak boleh pokoknya, kamu harus di sini, kita akan tinggal bareng-bareng, sama anak-anak, selamanya.”Aku meraih lengannya, dia tak menolak tapi hanya beberapa detik saja lengan itu kembali ke posisi semula.“Aku ingin sen
Baca selengkapnya

Mencari Kebenaran

“Ini enggak seperti yang kamu duga Dil, untuk apa Mas melakukan ini di luaran, padahal di rumah masih ada kamu.”“Mana aku tahu, seharusnya aku yang tanya hal itu. Mas yang melakukan dosanya, sekarang Mas minta aku buat merawat kamu, sedangkan setiap kali aku melihatmu. Aku mulai membayangkan bagaimana kalian melakukan hal itu …, sakit Mas!” ucap Dilra dengan pandangan kosong, lalu setelahnya dia kembali menenggelamkan kepalanya di antara ke dua lutut. Bahunya berguncang hebat. Namun, begitu lenganku melingkar di pundaknya, Dilra justru menggeser tubuhnya ke ujung ranjang.“Kita masih tidur satu ranjang Mas, kenapa kamu harus melakukannya dengan orang lain?” lirihnya tanpa menatapku. Kali ini pandangannya lurus ke arah jendela rumah kami yang terbuka lebar. Semilir angin seketika menerpa wajahku. Seolah menampar, kemudian mengembalikan kesadaranku yang lari entah ke mana. Berkali-kali aku mencoba mengingat detail kejadian saat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status