Home / Urban / Luka Seorang Istri / Season 2 part 1

Share

Season 2 part 1

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Dil, please kali ini saja, Mas lagi banyak kerjaan. Kamu bisa ‘kan urus anak-anak dulu, jangan taruh mereka dekat Mas. Lihat, dokumen yang baru keluar printer malah ketumpahan minuman. Kalau kamu memang enggak sanggup jaga mereka, bilang!”

“Apa memang sudah bosan jadi istri?” sentakku kala itu. Bagaimana aku tak kesal. Dia membiarkan anak-anak masuk ke ruang kerja menumpahkan minuman ke atas lembaran dokumen yang baru saja keluar dari printer. Sementara itu, dia justru asyik di dapur. Bukankah ini keterlaluan.

“Dilra, kamu dengar enggak!” Tidak lama setelah itu terdengar derap langkah seseorang mendekati pintu. Ada Dilra di balik sana. Saat itu anak-anak ketakutan memilih memeluk kaki Ibunya, dengan sangat erat.

“Seenggaknya kamu nyahutin kalau suami manggil.” Ini yang paling membuat amarahku kian memuncak Dilra justru balik menatap mataku dengan mata nanarnya. Jelas saja itu akan dengan mudah meluluhkan hat

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Marchel Luis
laki"nya lembek, sok"an bantui rumahh tangga org, sedangkan rumah tangganya gak baik" saja dari awal sampai akhir, males ngelanjut bacanya
goodnovel comment avatar
Yuvita Rachmi
deeuuuhh....peluk Dilra ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Luka Seorang Istri   Misteri di Kamar Sebelah

    “Hay sayang kenapa ke kantor enggak bilang dulu? Kamu jangan salah paham ya, kami enggak melakukan apa-apa,” ucapku sedikit gelagapan Sial kenapa aku begitu gugup. Aku dan Sekar gelagapan dibuatnya. Sampai-sampai gelas berisi air mineral harus jatuh. Sekar refleks menjerit, tak hanya itu dia bahkan mendekapku begitu erat. Aku langsung mendorongnya. Rupanya suara gelas tadi cukup memancing perhatian orang. Asistenku Vina langsung mengetuk pintu dan masuk begitu saja dengan wajah yang panik. Kenapa harus ada orang saat situasi seperti ini. Sekarang bukan hanya satu. Aku bisa melihat banyak kepala yang menyembul dari balik pintu.Aku mendorong Sekar dengan kasar.“Apan sih, enggak usah lebay deh. Cuma pecahan gelas kok.”“Kamu lihat apa Vina? Keluar!”“Oh iya Pak maaf saya lancang masuk ke dalam, saya pikir terjadi sesuatu.”“Keluar!”“Iya Pak, saya permisi Pak, Bu.”

  • Luka Seorang Istri   Istriku Cuma Satu

    “Istriku cuma satu kok?”“Loh terus yang di kamar sebelah itu siapa?” tanya Dokter Bima. Dahiku berkerut, tak ada wanita dewasa di sini. Kalau pun Asisten Rumah Tangga, Mungkinkah datang secepat itu. Tanpa pikir panjang aku memaksakan diri keluar, untuk melihat wanita di kamar sebelah, tentu dibantu Dokter Bima. Sayangnya tidak ada siapa pun di sana. Aku bergerak ke lantai bawah, mendekati suara anak-anak. Lalu mataku langsung tertuju pada seseorang yang duduk di sofa ruang tamu.“Sekar? Kamu kenapa bisa di sini?”Ekspresi Sekar tampak sangat tertekan. Matanya sesekali melirik ke arah dapur, aku mengikuti ke mana matanya tertuju. Tak ada siapa pun di sana. Kecuali anak-anak yang tengah bermain tepat di bawah mini bar.“Aku tadi lihat kamu kecelakaan di jalan, jadi aku inisiatif bawa kamu ke sini?”“Dari mana kamu tahu alamatku?”“KTP kamu.”“Terus Dilra di mana?”

  • Luka Seorang Istri   Obsesi Sekar

    “Ya enggak usah dengar mereka, biarkan aja, biasanya juga begitu 'kan." “Iya biasanya memang begitu, tetapi sekarang,yakin hatimu juga tetap begitu? Aku tahu apa yang kamu katakan soal sekar di pesta itu. Aku juga tahu setiap hari kamu makan di tempat Sekar, pasti karena dia yang masak.” “Kamu itu salah paham Dilra, siapa sih yang ngomong sama kamu? Semua itu enggak benar. Mas makan di sana, cuma mau cari suasana baru.” “Awalnya aku berusaha buat percaya, tetapi setiap hari semua seperti terbantahkan, lalu sampai kapan aku harus membiarkanmu tenggelam dalam dosa?” “Please Dil, ngomong aja langsung, tujuan kamu apa? Jangan membuatku menduga-duga.” “Kamu ingin menikahi dia tanpa melepaskan aku 'kan?” “Aku enggak segila itu Dilra, dia masih sah istri orang. Aku enggak seserakah itu. Cemburu kamu itu berlebihan.” Aku melepas rengkuhanku lalu berbalik memunggunginya. “Kamu mau bersumpah? Di depa

  • Luka Seorang Istri   Ayo Bicara

    “Mas sudah bertobat, itu Cuma masa lalu kan? Enggak ada kaitannya sama rumah tangga kita sekarang?”“Enggak akan ada kalau saja kalian melakukannya tanpa meninggalkan jejak, kalau sudah ada anak terus mau bagaimana? Sekarang posisiku sama dia sama.”“Kami enggak punya pernah anak, sayang dengerin Mas, itu semua belum tentu benar.”“Benar atau salah kalian pernah tidur bareng, kalau aku enggak datang tepat waktu, pas di kantor, apa kejadian itu bakal terulang Mas?”“Please, sudah jangan dibahas lagi, Demi Tuhan Dilra Mas enggak ada niat selingkuh, mana mungkin Mas tega melakukan itu, Mas Sayang sama kamu Dil. Kasih Mas kesempatan sekali lagi, jangan tingalkan Mas lagi, enggak boleh pokoknya, kamu harus di sini, kita akan tinggal bareng-bareng, sama anak-anak, selamanya.”Aku meraih lengannya, dia tak menolak tapi hanya beberapa detik saja lengan itu kembali ke posisi semula.“Aku ingin sen

  • Luka Seorang Istri   Mencari Kebenaran

    “Ini enggak seperti yang kamu duga Dil, untuk apa Mas melakukan ini di luaran, padahal di rumah masih ada kamu.”“Mana aku tahu, seharusnya aku yang tanya hal itu. Mas yang melakukan dosanya, sekarang Mas minta aku buat merawat kamu, sedangkan setiap kali aku melihatmu. Aku mulai membayangkan bagaimana kalian melakukan hal itu …, sakit Mas!” ucap Dilra dengan pandangan kosong, lalu setelahnya dia kembali menenggelamkan kepalanya di antara ke dua lutut. Bahunya berguncang hebat. Namun, begitu lenganku melingkar di pundaknya, Dilra justru menggeser tubuhnya ke ujung ranjang.“Kita masih tidur satu ranjang Mas, kenapa kamu harus melakukannya dengan orang lain?” lirihnya tanpa menatapku. Kali ini pandangannya lurus ke arah jendela rumah kami yang terbuka lebar. Semilir angin seketika menerpa wajahku. Seolah menampar, kemudian mengembalikan kesadaranku yang lari entah ke mana. Berkali-kali aku mencoba mengingat detail kejadian saat

  • Luka Seorang Istri   Dejavu

    .“Enggak usah ngikutin gue, punya harga diri dikit kek jadi cewek. Masih bini orang ‘kan?” sentakku kasar. Aku bisa melihat Sekar yang biasanya tak pantang menyerah. Kali ini wanita itu hanya diam. Seharusnya kalau tahu begini, sudah kulakukan sejak dulu. Hilang sudah rasa simpatiku padanya, sepertinya dia golongan orang yang tidak mempan diajak bicara baik-baik. Apakah mungkin karena selama ini terbiasa diperlakukan kasar oleh suaminya? Ah, siapa yang mau peduli. Bukankah dia hanya wanita serakah yang tidak pandai menempatkan diri.~Aku pulang ke rumah. Rupanya Dilra sudah menunggu, terlihat begitu aku pulang Dilra sedang duduk di taman, padahal tidak ada anak-anak di sana.“Aku baik-baik saja kok Dil, kamu enggak usah khawatir,” ucapku seraya mengulurkan lenganku, lantas istriku menyambutnya dengan takzim. Seperti kebiasaan kami Dilra akan menunduk setelah mencium tanganku, tetapi kali ini rupanya dia sengaja menjauhkan k

  • Luka Seorang Istri   Bolehkah Aku Iri?

    “Enggak usah ngikutin gue, punya harga diri dikit kek jadi cewek. Masih bini orang ‘kan?” sentakku kasar. Aku bisa melihat Sekar yang biasanya tak pantang menyerah. Kali ini wanita itu hanya diam. Seharusnya kalau tahu begini, sudah kulakukan sejak dulu. Hilang sudah rasa simpatiku padanya, sepertinya dia golongan orang yang tidak mempan diajak bicara baik-baik. Apakah mungkin karena selama ini terbiasa diperlakukan kasar oleh suaminya? Ah, siapa yang mau peduli. Bukankah dia hanya wanita serakah yang tidak pandai menempatkan diri.~Aku pulang ke rumah. Rupanya Dilra sudah menunggu, terlihat begitu aku pulang Dilra sedang duduk di taman, padahal tidak ada anak-anak di sana.“Aku baik-baik saja kok Dil, kamu enggak usah khawatir,” ucapku seraya mengulurkan lenganku, lantas istriku menyambutnya dengan takzim. Seperti kebiasaan kami Dilra akan menunduk setelah mencium tanganku, tetapi kali ini rupanya dia sengaja menjauhkan

  • Luka Seorang Istri   Tamu Tak diundang

    “Pak, di luar ada tamu yang tanyain Bapak, anu Pak …,” kata Mbak Rina tampak raut ketakutan di wajahnya.“Siapa sih?”“Rombongan gitu loh Pak, saya jadi takut mereka malah bikin onar, habisnya tampilannya itu kayak Pereman,” kata Mbak Rina seraya begidik ngeri. Kami semua saling menatap. Aku bisa menangkap raut Dilra yang juga berubah khawatir dalam sekejap. Kami semua sedang sarapan, siapa gerangan yang bertamu sepagi ini?“Biar Mas yang buka, kamu sama Mbak Rina bawa anak-anak ke kamar dan langsung kunci aja. Kalau dirasa ada sesuatu yang membahayakan kalian telepon satpam kompleks.”“Sebaiknya enggak usah dibuka, toh sepertinya kita juga enggak kenal.”“Kita enggak bakal tahu tujuan mereka apa, kalau enggak ditemuin.”“Aku khawatir kesalamatan kamu, Mas.”“Iya Pak, dari pada nantinya bikin onar. Mending turutin kata Ibu saja, soalnya di

Latest chapter

  • Luka Seorang Istri   Ending

    Saat merasakan tubuhnya mulai bergetar Dilra segera menepi. Untunglah Ilham sigap mengambilkan air untuknya. “Maaf bikin kalian repot.” “Sudah tugas kami menjaga Ibu,” kata mereka kompak. Adam baru saja menyusul ke sini, karena penasaran melihat Ilham berlarian di tengah kebun. Dilra menatap hamparan kebun nanas miliknya dengan mata nanar. “Panggil Bi Nunik ke sini ya. Aku kayaknya enggak kuat jalan sendiri,” ucapnya lemah. “Bi Nunik lagi nyusul ke sini Bu, tadi ikut panik juga lihat Ilham lari.” “Ayo, Bu. Saya bantu jalan sampai rumah.” “Makasih, Bi.” “Di rumah sudah saya siapkan makanan, Bu. Kesukaan Ibu semua, coba dimakan sedikit-sedikit. Biar ada tenaga.” “Nanti saya makan, kalau perut saya enakkan. ‘Kan sayang makanan enak yang Bibi masak, malah dimuntahkan lagi.” Dilra masih saja mencoba tersenyum pada Bi Nunik, meski saat itu dadanya semakin sesak. Sampai-sampai mereka terpaksa menghentikan jalannya.

  • Luka Seorang Istri   Tunggu Aku

    “Ibu, mau ke mana?”“Nyusul Pak Adam.”“Enggak usah, tunggu di mobil saja. Paling lagi diberi penyuluhan sama satpam, sebentar lagi pasti balik.”Dilra tak mampu menutupi kekhawatirannya. Bukan hanya pada Adam juga pada nasibnya dan anak-anak. Pikirannya carut marut, menerka-nerka, siapa kemungkinan yang ingin mencelakakannya.Sebelum pergi ke luar kota dia sempatkan untuk kembali ke rumah lamanya. Melepas rindu juga untuk beberapa barang yang akan dia butuhkan. Langkahnya pelan memandangi setiap sudut rumah beserta isinya, sementara anak-anak berlarian ke ruang bermain. Mengumpulkan barang mereka, sebanyak mungkin. Tiba di depan pintu kamarnya langkahnya terhenti saat mendapati seseorang baru saja masuk tanpa mengetuk. Rupanya Mbak Rina, dia menghampiri majikannya, saling memeluk melepas rindu setelah sekian lama tak berjumpa.Wanita itu mulai mengajak tuannya beristirahat di dalam kamar. Namun, sebelum pergi, d

  • Luka Seorang Istri   Waspada

    Ruangan pengap dan lembap berukuran 3x3 dengan dinding yang sebagian berlumut, juga langit-langit yang berlubang menandakan rumah ini memang sudah lama tak terjamah. Pencahayaan yang hanya mengandalkan dari senter, membuatnya semakin suram. Hari ini bahkan harus menjadi saksi biksu, pertumpahan darah yang tak bisa dielakkan lagi. Sorot mata membunuh itu masih menatap tajam pada perempuan yang meringkuk seraya memegangi perutnya. Pakainya telah berubah warna menjadi merah darah. Sayup-sayup terdengar kata tolong keluar dari bibirnya yang memucat.“Sudah kukatakan jangan mengusikku, apalagi dia!” Suara bariton kini mendominasi ruangan. Lengan yang berlumur darah itu mencengkeram dagu, wanita lemah di depannya, memaksa agar dia melihat bagaimana perbuatannya membuat wanita yang berada dalam pangkuannya tergeletak tak berdaya.“Aku enggak akan segan, bahkan untuk menghabisimu.” Wanita itu ingin bicara, tetapi rasa sakit di bagian perut membuatnya te

  • Luka Seorang Istri   Nekat

    “Loh, Mas mau ke mana?”“Makasih buat infonya, tolong kabari saya kalau Dilra hubungi kamu.”Tanpa persiapan apa pun Galang pergi ke kota Bandung. Untunglah di perjalanan dia sempat tertidur sebentar, setidaknya tenaganya sedikit memulih.“Pak kalau mau tidur enggak apa-apa. Nanti saya bangunkan kalau sudah sampai Bandung," kata Demian, salah satu staff di kantornya.“Enggak perlu, barangkali saya lihat anak istri saya di jalanan.”“Tapi mata Bapak kelihatan capek.”“Enggak apa, saya baik-baik saja.”Galang tetap membuka matanya lebar-lebar. Menengok ke kiri dan kanan dengan gelisah. Sayangnya yang di cari tak ada di sini. Dia benar-benar hanya membuang waktu.Minggu berlalu Galang masih berada di kota kembang. Seperti orang gila dia terus mencari keberadaan anak dan istrinya. Selama di sana dia menetap di rumah Ibu Rima. Malam hari dia baru pulang untuk tidur, l

  • Luka Seorang Istri   Tetaplah Seperti Ini

    Esok hari Galang terbangun, namun tak mendapati Dilra di sampingnya. Dia turun untuk mencari, rupanya Dilra tengah di dapur.“Sayang, masih terlalu pagi kok udah masak aja.”“Lagi kepengen aja, aku buat rendang.”“Tahu aja makanan kesukaan, Mas.”“Makanya itu karena masaknya makan waktu, jadi aku mulainya lebih awal.”Galang meletakkan wajahnya di bahu Dilra yang terbuka, wanita itu memakai daster yang mengekspose kedua bahunya yang putih mulus tanpa celah. Tak cukup sampai situ, Galang melingkarkan perutnya di perut Dilra.“Jangan begini.”“Habisnya kamu bikin Mas pengen nempel terus.”Dilra hanya tersenyum, lekas dia berbalik, sebelum pria itu membuatnya harus kembali mandi.“Mas, belum subuh ‘kan?”

  • Luka Seorang Istri   Ada Apa denganmu?

    Aku hanya diam menikmati suasana kota di sore hari. Sampai kami tiba di lampu merah, untungnya jalanan belum terlalu padat, ini masih pukul 4 sore setengah jam lagi mungkin akan berbeda.Motor menepi di dekat alun-alun, di sini cukup ramai.“Enggak apa-apa ‘kan duduk di sana sebentar ya.” Aku menunjuk pada bangku di taman.“Memangnya kenapa, di mana pun jadi, Mas. Ayo,” ajaknya. Aku masih menggenggam lengan Dilra. Kami duduk menikmati pemandangan anak-anak remaja yang tengah bermain skate board.“Tinggal dulu ya, Mas mau beli minum buat kamu.” Di sana Dilra lebih banyak diam, hanya bicara tiap kali aku menanyakan sesuatu. Aku masih belum menyerah, mencoba mengalihkan perhatiannya pada beberapa remaja yang berpakaian ala korea. Mereka sepertinya sedang shooting video. Orang-orang ramai berkeremun di dekat anak-anak itu. Aku bisa melihat Dilra pun sesekali terkekeh melihat aksi para penari yang begitu en

  • Luka Seorang Istri   Kencan

    “Aku yang egois mengedapankan perasaanku meski itu menyakiti Ayah. Aku yang membuatnya meninggal, Ren.” Dilra masih saja menyalahkan dirinya sendiri.“Kamu yakin ingin meninggalkan suamimu?” tanya Irene.“Harus, Ren. Cepat atau lambat.”“Sanggup?” bukannya menjawab Dilra malah menangkupkan wajahnya pada ke dua telapak tangan.“Yakinkan dirimu, Dil. Bisa jadi kalau Ayah masih hidup dia akan merestui hubungan kalian. Selama melihat putrinya bahagia.”“Enggak mungkin, Ayah membenci Mas Galang dan keluarganya. Dia bahkan memilih mati jika aku nekat rujuk, tapi Allah … memanggilnya lebih dulu,” katanya. Dilra terisak, ah andai aku tidak sedang menyamar sudah kupeluk dia. Saat itu ponsel Dilra berdering. Sepertinya panggilan dari anak-anak.“Loh, memangnya Papah pergi ke mana? Bunda enggak pergi sama Papah kok,” kata Dilra.Gawat. Sepertinya aku

  • Luka Seorang Istri   Niat Sesungguhnya

    Hari yang ditunggu tiba. Sekalinya dapat job malah di luar kota dengan 2 lokasi berbeda. Sebenarnya aku ingin ikut tetapi di akhir bulan. Kantor selalu banyak pekerjaan. Aku tak mungkin meninggalkannya. Tadi pagi saat Dilra berpamitan. Sesungguhnya aku ingin sekali menahannya. Namun, itu sama saja membuatnya lari dari tanggung jawab. Jam makan siang tiba entah ini teleponku yang ke berapa. Dilra hanya tertawa melihatku terus menerus menghubunginya lewat sambungan video.“Aku masih sendiri, Mas. Enggak ada siapa pun, paling nanti ada Irene yang temani aku,” katanya. Aku hanya tersenyum lalu kembali mematikan telepon. Ingin sekali kutanya kapan dia akan bertemu Hiro, tetapi aku takut dia kira aku begitu protektif. Ini hari pertama dia bekerja seharusnya aku mendukungnya.“Pak, permisi, Ehem!” Ternyata seseorang baru saja berdehem. Itu Vina sekretari

  • Luka Seorang Istri   Mas Izinkan

    Setahuku akan ada petugas keamanan yang berkeliling setiap 3 jam sekali apalagi setelah keributan yang terjadi di rumahku kemarin siang, keamanan kompleks pasti lebih diperketat. Jadi kurasa kami tak perlu capek-capek mengusirnya. Sudah pasti dia akan kembali di usir. Entah tadi malam dia ke mana, hingga sepagi ini sudah ada di depan rumah. “Mas, lebih cepat dikit,” kata Dilra. “Santai ajalah Dek, kenapa juga harus buru-buru,” sahutku. Andai saja aku bisa melambatkan waktu rasanya aku ingin selalu di sampingmu Dil. Setelah mengutarakan keinginanmu untuk kembali bekerja. Hatiku selalu was-was, seolah kamu akan pergi jauh meninggalkanku dan anak-anak. “Kenapa berhenti, Mas?” kata Dilra. Di depan kami ada sebuah tanah lapang yang cukup besar. Dilra langsung turun lantas memeriksa keadaanku. Dia pikir aku selemah itu. Kalau memang khawatir harusnya kamu di rumah saja, jangan pernah bekerja. Biar aku saja. Aku bahkan rela bekerja lebih giat lagi, demi bisa m

DMCA.com Protection Status