Beranda / Romansa / Mas Ganteng / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Mas Ganteng: Bab 11 - Bab 20

101 Bab

Bab 11. Mis Ira

  Wajah Gerta yang semula tegang, kini langsung menggantungkan senyum. Lega hatinya mendengar nama tersebut. Sebab dia sangat mengenal dan juga sangat merindukan perempuan bernama Ira, setelah enam bulan lamanya tak bertemu. “Benerang, Opung? Siang ini?” tanyanya antusias untuk kembali memastikan.Opung mengangguk-angguk, diikuti suara tawa khasnya “Rencanya Opung mau membuat kejutan buat kamu, tapi karena melihat kamu ketakutan, Opung jadi nggak tega.”Mis Ira adalah sosok guru sekaligus teman bicara untuk Gerta. Sosoknya seperti pengganti mendiang Lareta—sosok seorang ibu, seorang guru dan seorang teman yang hangat. Semua ada dalam diri mereka berdua— Lareta dan Ira
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-05
Baca selengkapnya

Bab 12. Mis lebih cocok jadi ibu tirinya Olded

 “Apa kabar, Gerta?” tanya Ira penuh kerinduan.“Kabar aku baik, Mis. Mis sendiri apa kabar?” tanya balik Gerta tak kalah penuh kerinduan.“Mis juga sangat baik kabarnya dan sangat merindukan kamu di Spanyol.”“Aku juga merindukan Mis di sini.”Dua perempuan itu kini larut dalam pelukan hangat yang dipenuhi dengan kerinduan.Sebelumnya Ira adalah seorang guru sekolah anak-anak yang berprofesi sebagai kosultan anak-anak. Dulunya dia adalah seorang guru honorer ibu kota. Perjumpaannya dengan Lareta membawanya bertemu Gerta remaja yang saat itu sedang mengalami
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-05
Baca selengkapnya

Bab 13. Buku Anak Perempuan

  Seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan wajah yang masih muda datang ke perpustaan tua. Laki-laki itu tampak tidak asing dengan bangunan bertulisan Lareta itu. Sebab dia adalah pelanggan yang kerap datang untuk meminjam buku di perpustakaan tua milik Hernawan Sinto itu.Opung yang melihat kedatangan laki-laki bersepatu Yeezy boost 350 V2 zebra itu langsung menyambut ramah. “Selamat datang, Dego.”Dego tersenyum. “Apa kabar Opung? Lama nggak jumpa.”“Lama nggak jumpa karena kamu yang lama nggak ke sini, Dego,” kelakar Opung.Dego tertawa. “Iya juga, sih.”&ldquo
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-05
Baca selengkapnya

Bab 14. Membawa diam-diam buku Anak Perempuan

  “Ehem!” Opung berdeham keras.Tentu saja Dego langsung terpental kelabakan karena terkejut. Sial! apa gue ketahuan, ya?“Mau sampai kapan kamu berdiri memandangi ruangan itu?” tanya Opung melihat Dego terus mendongak menatap ruangan atas.Huft! Untunglah. Gue kira gue ketahuan menyelibkan buku kramat ini. Dego bernapas lega.Dego langsung menurunkan pandangannya dari ruangan atas. Berkali-kali dia memang celingukan melihat ruangan atas itu. Karena berharap dapat menemukan perempuan berjulukan Putri Tidur itu.Ya, meski ruangan atas itu tampak kosong tak berpenghuni, tetapi Dego da
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-05
Baca selengkapnya

Bab 15. Tiga belas tahun silam

  Saat itu hujan masih deras-derasnya. Pertengkaran hebat terjadi di sebuah rumah mewah di ruang tamu. Vas bunga pecah dan berserakan di mana-mana kepingannya. Hari itu dalah satu bulan menjelang pemilu wali kota.Seorang perempuan berusia empat puluh tiga tahun terduduk di lantai di pelukan anak laki-laki berseragam intelejen negara dengan tulisan nama Zuldan Bahir. Ekspresi wajah ibu dan anak itu sangat terluka. Sedangkan Rumi yang saat itu berusia tiga belas tahun hanya berdiri mematung dengan wajah nanar memandangi ayahnya yang tengah mengamuk.“Bawa dia pergi! Ke mana pun itu. Aku nggak mau tahu. Pokoknya jangan sampai dia diketahui oleh halayak umum. Karena dia itu anak aib yang cuma akan merusak karirku.” Suara laki-laki paruh baya
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-05
Baca selengkapnya

Bab16. Gerta lima belas tahun silam

  Tepat November akhir, ketika gerimis malam hari menyapu jalanan ibu kota bagian utara, Hernawan Sinto tampak dalam perjalanan pulang dari percetakkan buku. Tangan kanannya mengimpit tas hitam seraya berjalan menunduk, akibat gerimis yang mengganggu penglihatannya.Samar-samar Hernawan mendengar percekcokan dan tangisan anak kecil. Membuatnya celingukan mencari asal suara tersebut. Gerimis memang cukup menganggu kacamatanya untuk melihat jarak jauh.Samar-samar Hernawan melihat sebuah mobil sedan abu-abu terparkir di trotoar jalan. Langkahnya kemudian mencoba mendekat. Namun, naru beberapa langkah, langkahnya kemudian terhenti saat melihat pertengkaran seorang laki-laki dan perempuan di dalam mobil yang hanya diterangi lampu mobil. Tampak juga perempuan itu terlihat menangis.“Turun!
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-05
Baca selengkapnya

Bab 17. Mulai sekarang nama kamu adalah Gerta

    Siang harinya ternyata benar. Ketika anak perempuan itu terbangun setelah sepuluh jam tidak sadarkan diri. Frans mendiagnosanya hilang ingatan dan mengalami gangguan disosiati, akibat trauma berat pada usia anak-anak. Kekerasan yang dialami anak perempuan itu adalah penyebab utamanya. “Dia akan mengalami gengguan kecemasan, gangguan tidur, atau bahkan bisa depresi. Risiko itu sudah pasti terjadi untuk penderita disosiatif. Aku menyarankan, sebaiknya kalian membawanya ke dokter kejiwaan,” saran Frans. “Bisakah kamu yang menjadi dokternya, Frans?” pinta Hernawan Sinto saat berbincang di ruang perpustakaan. “Aku bukan dokter di bidang ini, Hernawan. Aku cuma dokter hewan biasa yang ….” “Kami mohon,” pinta Lareta.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-06
Baca selengkapnya

Bab 18. Awal persahabatan Rumi dan Dego

  Perbukitan hijau menjulang menghadap langsung ke lautan di sepanjang jalan. Laut biru lepas bergelut gulungan ombak tampak indah di sepanjang tepian. Di tambah angin yang dengan senang hati menjadi pengusir sengatan matahari dan menciptakan harmonisasi yang indah untuk dinikmati. Belum lagi aroma laut yang menjadikan alam begitu sangat berarti untuk menghibur diri.“Halah, mulut lo. Perempuan cantik juga pasti lo bilang maha karya Tuhan, Go,” celetuk Rumi seusai meneguk kaleng bir.Dego tertawa. “Perempuan cantik kan emang maha karya Tuhan, Rum.”“Dasar mulut penggombal,” gumam Rumi.Beberapa saat mereka terdiam memanjakan mata dengan keindahan yang membentang di hadapan. Kelelahan perlahan memudar dari bena
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-06
Baca selengkapnya

Bab 19. Tiga puluh delapan jam tertidur

  “Cobalah buat keluar, Gerta. Pelan-pelan … sedikit demi sedikit. Jangan takut.”Samar-samar suara Ira terdengar di sela-sela mimpi Gerta. “Cobalah buat melawan rasa takut itu pelan-pelan. Kamu bisa … kamu pasti bisa. Dunia luar itu nggak semenakutkan itu.”Sesaat Gerta ingat, jika suara itu adalah percakapannya dengan Ira beberapa hari yang lalu.“Bebaskan jiwa kamu, Gerta. Jangan takut.”Kelopak mata Gerta kemudian terbuka. Aroma lavender yang sebelumnya tercium, kini perlahan memudar. Membuatnya melirik vas bunga, di mana bunga lavender itu sudah layu dan warnanya sudah memudar. Sementara dia tidak tahu, berapa lam
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-06
Baca selengkapnya

Bab 20. Entah takdir dan garis hubung seperti apa yang menantiku di luar sana jika aku memberanikan diri untuk menampakkan diri

 Gerta kemudian ikut mengamati pemandangan itu seraya memikirkan kata bijak Opung. Takdir dan garis hubung? Mungkinkah takdir dan garis hubungku ada di salah satu dari mereka?Ya, kata-kata takdir dan garis hubung sangat menarik hati dan pikiran Gerta.“Opung juga bagian dari takdir dan garis hubung aku ‘kan?” tanya Gerta seraya melingkarkan tangannya di lengan Opung dan bergelayut manja.“Iya, benar. Kita berdua juga termasuk takdir dan garis hubung itu. Mangkanya kita berdua tetap bersama-sama sampai hari ini.” Opung membalas rangkulan putri kesayangannya itu.Dalam masa-mas
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-07
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status