“Ehem!” Opung berdeham keras.
Tentu saja Dego langsung terpental kelabakan karena terkejut. Sial! apa gue ketahuan, ya?
“Mau sampai kapan kamu berdiri memandangi ruangan itu?” tanya Opung melihat Dego terus mendongak menatap ruangan atas.
Huft! Untunglah. Gue kira gue ketahuan menyelibkan buku kramat ini. Dego bernapas lega.
Dego langsung menurunkan pandangannya dari ruangan atas. Berkali-kali dia memang celingukan melihat ruangan atas itu. Karena berharap dapat menemukan perempuan berjulukan Putri Tidur itu.
Ya, meski ruangan atas itu tampak kosong tak berpenghuni, tetapi Dego da
Saat itu hujan masih deras-derasnya. Pertengkaran hebat terjadi di sebuah rumah mewah di ruang tamu. Vas bunga pecah dan berserakan di mana-mana kepingannya. Hari itu dalah satu bulan menjelang pemilu wali kota.Seorang perempuan berusia empat puluh tiga tahun terduduk di lantai di pelukan anak laki-laki berseragam intelejen negara dengan tulisan nama Zuldan Bahir. Ekspresi wajah ibu dan anak itu sangat terluka. Sedangkan Rumi yang saat itu berusia tiga belas tahun hanya berdiri mematung dengan wajah nanar memandangi ayahnya yang tengah mengamuk.“Bawa dia pergi! Ke mana pun itu. Aku nggak mau tahu. Pokoknya jangan sampai dia diketahui oleh halayak umum. Karena dia itu anak aib yang cuma akan merusak karirku.” Suara laki-laki paruh baya
Tepat November akhir, ketika gerimis malam hari menyapu jalanan ibu kota bagian utara, Hernawan Sinto tampak dalam perjalanan pulang dari percetakkan buku. Tangan kanannya mengimpit tas hitam seraya berjalan menunduk, akibat gerimis yang mengganggu penglihatannya.Samar-samar Hernawan mendengar percekcokan dan tangisan anak kecil. Membuatnya celingukan mencari asal suara tersebut. Gerimis memang cukup menganggu kacamatanya untuk melihat jarak jauh.Samar-samar Hernawan melihat sebuah mobil sedan abu-abu terparkir di trotoar jalan. Langkahnya kemudian mencoba mendekat. Namun, naru beberapa langkah, langkahnya kemudian terhenti saat melihat pertengkaran seorang laki-laki dan perempuan di dalam mobil yang hanya diterangi lampu mobil. Tampak juga perempuan itu terlihat menangis.“Turun!
Siang harinya ternyata benar. Ketika anak perempuan itu terbangun setelah sepuluh jam tidak sadarkan diri. Frans mendiagnosanya hilang ingatan dan mengalami gangguan disosiati, akibat trauma berat pada usia anak-anak. Kekerasan yang dialami anak perempuan itu adalah penyebab utamanya. “Dia akan mengalami gengguan kecemasan, gangguan tidur, atau bahkan bisa depresi. Risiko itu sudah pasti terjadi untuk penderita disosiatif. Aku menyarankan, sebaiknya kalian membawanya ke dokter kejiwaan,” saran Frans. “Bisakah kamu yang menjadi dokternya, Frans?” pinta Hernawan Sinto saat berbincang di ruang perpustakaan. “Aku bukan dokter di bidang ini, Hernawan. Aku cuma dokter hewan biasa yang ….” “Kami mohon,” pinta Lareta.
Perbukitan hijau menjulang menghadap langsung ke lautan di sepanjang jalan. Laut biru lepas bergelut gulungan ombak tampak indah di sepanjang tepian. Di tambah angin yang dengan senang hati menjadi pengusir sengatan matahari dan menciptakan harmonisasi yang indah untuk dinikmati. Belum lagi aroma laut yang menjadikan alam begitu sangat berarti untuk menghibur diri.“Halah, mulut lo. Perempuan cantik juga pasti lo bilang maha karya Tuhan, Go,” celetuk Rumi seusai meneguk kaleng bir.Dego tertawa. “Perempuan cantik kan emang maha karya Tuhan, Rum.”“Dasar mulut penggombal,” gumam Rumi.Beberapa saat mereka terdiam memanjakan mata dengan keindahan yang membentang di hadapan. Kelelahan perlahan memudar dari bena
“Cobalah buat keluar, Gerta. Pelan-pelan … sedikit demi sedikit. Jangan takut.”Samar-samar suara Ira terdengar di sela-sela mimpi Gerta.“Cobalah buat melawan rasa takut itu pelan-pelan. Kamu bisa … kamu pasti bisa. Dunia luar itu nggak semenakutkan itu.”Sesaat Gerta ingat, jika suara itu adalah percakapannya dengan Ira beberapa hari yang lalu.“Bebaskan jiwa kamu, Gerta. Jangan takut.”Kelopak mata Gerta kemudian terbuka. Aroma lavender yang sebelumnya tercium, kini perlahan memudar. Membuatnya melirik vas bunga, di mana bunga lavender itu sudah layu dan warnanya sudah memudar. Sementara dia tidak tahu, berapa lam
Gerta kemudian ikut mengamati pemandangan itu seraya memikirkan kata bijak Opung. Takdir dan garis hubung? Mungkinkah takdir dan garis hubungku ada di salah satu dari mereka?Ya, kata-kata takdir dan garis hubung sangat menarik hati dan pikiran Gerta.“Opung juga bagian dari takdir dan garis hubung aku ‘kan?” tanya Gerta seraya melingkarkan tangannya di lengan Opung dan bergelayut manja.“Iya, benar. Kita berdua juga termasuk takdir dan garis hubung itu. Mangkanya kita berdua tetap bersama-sama sampai hari ini.” Opung membalas rangkulan putri kesayangannya itu.Dalam masa-mas
Di luar perpustakaan tua, seorang pengantar koran baru saja sampai. Beruntung cuaca tidak mendung, jadi laki-laki memakai kemeja denim oversized berpadu kaus hitam, celana wide leg dan sepatu abu-abu itu tidak perlu memakan waktu lama untuk menyelesaikan pekerjaannya.Rumi mengambil satu gulungan dan meletakkan di kotak pos surat. Setelahnya pandangannya tak sengaja tertuju pada perempuan di balik jendela perpustakaan yang terbuka—perempuan berambut panjang terurai dan berbaju putih dengan wajah tertunduk.“Kok ada perempuan?” tanya Rumi pada dirinya sendiri.Rumi mencoba mencari posisi leluasa di balik semak-sema
Sebuah mobil SUV abu-abu terparkir di trotoar persimpangan jalan sejak dua jam lamanya. Laki-laki dengan tangan kanan menyangga di jendela terus menunggu di dalam mobil. Matanya terus mengamati toko surat kabar yang berdiri di seberang jalan. Entah apa yang sedang dia lakukan.Sebuah tanda pengenal bertuliskan Zuldan Bahir yang masih mengalung di lehernya kemudian dilepaskan dan diletakkan di dasbor.Iya, Zuldan Bahir sedang tidak dalam jam kerja sekarang, jadi tidak perlu memakai tanda pengenal itu.Dengan wajah kesal, Zuldan mengerang dan memukul-mukul setir mobil. Nama kepolisian Bintato diketahuinya juga menjadi salah satu daftar penggelapan uang. Entah siapa yang melakukannya, yang pasti saat ini dia sedang mencoba menyelidiki.Tidak habi