Semua Bab Menjadikanmu Milikku: Bab 71 - Bab 80

96 Bab

71. Kehilangan

71. Kehilangan***Kafka sedari tadi merasa tidak tenang. Ia merasa gusar. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Namun ia belum mendapatkan kabar dari Ava. Saat dihubungi pun, selalu suara wanita yang tidak Kafka ketahui siapa namanya yang berbicara. Ponsel Ava tidak aktif sama sekali."Arrg. Ke mana, sih, kamu, Va?" Meski tahu ponsel Ava tidak aktif, Kafka tetap mencoba untuk menghubunginya lagi dan lagi. Berharap nanti Ava bisa dihubungi."Kafka." Panggilan Yarendra membuat Kafka menoleh. Di ambang pintu kamar Kafka, Yarendra bertanya, "Sudah mendapatkan kabar dari Ava, Nak?"Kafka menggeleng lesu. Tangannya yang semula memegang ponsel pada telinga turun lunglai. "Belum, Pa."Helaan napas dalam Yarendra embuskan, Kafka mendekati papanya ketika melihatnya limbung. "Ke mana kamu, Nak?  Tolong jangan buat khawatir kami."  Sesaat
Baca selengkapnya

72. Memulai

72. Memulai***Ava berdiri di ambang pintu rumah Resty, ia menatap sepasang suami istri itu sedang melakukan ritual perpisahan sebelum sang suami berangkat bekerja, bila mata hazzle itu mengalihkan pandangan ketika menyadari dua orang di hadapannya akan menautkan bibir.Saat itulah ia bisa menikmati halaman rumah Resty yang sangat luas yang belum sempat ia nikmati ketika datang. Tidak heran jika halaman ini didominasi warna hijau karena sang sahabat memang menyukai warna hijau juga berbagai jenis tanaman.Berbagai macam bunga berada pada pot besar-besar yang berjajar rapi di halaman. Bahkan pagar yang mengelilingi rumah ini pun adalah tanaman hias yang tingginya hampir setara dengan tinggi rumah.Ketika menghadap ke depan, ia bisa melihat dua gerbang yang dipisahkan tanaman itu sebagai pagar. Entah kenapa ada dua. Yang ia dapati ukuran gerbang itu sedikit
Baca selengkapnya

73. Mengejutkan

73. Mengejutkan*** Ava menatap bangunan persegi yang tidak begitu luas dengan senyum mengembang. Ini adalah minggu kedua setelah ia membuka toko bunga di pusat kota Los Angeles. Tentunya dengan bantuan Resty dan suaminya yang mencari tempat strategis untuk ia berjualan. Belum lagi kolega John—suami Resty yang juga mulai menjadi pelanggan toko bunganya. Percayalah. Ava hampir pingsan ketik pertama kali seorang artis besar mendatangi toko bunga sederhananya. Masih bisa diingat ketika dirinya hanya bisa mematung  ketika seorang aktris datang memesan bunga dari tokonya. Hingga kedatangan John yang memperkenal mereka membuat ia tahu dalang di balik ini. Masih asyik duduk pada meja di dekat kasir, suara lonceng berbunyi menandakan seseorang baru saja memasuki toko, membuyarkan angan Ava pada kejadian beberapa waktu lalu. Senyumnya merekah ketika melihat Resty datang dengan Zooe di gendongannya. "Baby Zooe,
Baca selengkapnya

74. Sulit Dipercaya

74. Sulit Dipercaya ***   Pria bermata tajam itu memeluk sebuah bingkai foto di mana si pemilik daksa dalam gambar tak mampu ia gapai. Meringkuk di atas ranjang tempat terakhir kali dirinya bergulat panas dengan seseorang yang siluetnya kini hanya bisa ia dekap. "Ava. Aku merindukanmu. Kamu di mana?" Hanya kata-kata itu yang selalu diucapkannya. Berharap seseorang yang ia cari mendengar apa yang dipertanyakan. Di luar kamar, dua orang paruh baya mengintip melalui celah pintu. Seorang perempuan yang tidak lain adalah Desi menatap sendu keadaan putranya. Matanya kembali memanas, air asin tidak mampu ia cegah untuk mengalir. Di sampingnya Yarendra menatap sang istri, masih ada kekecewaan dalam gurat wajahnya. "Mama lihat apa hasil dari yang Mama lakukan. Mama sendiri yang membuat anak kita hancur," ucapnya dingin. Desi semakin tidak bisa me
Baca selengkapnya

75. Morning Sicknes

75. Morning Sicknes *** Resty tengah berada dalam kamarnya bersama sang suami. Dengan posisi rebahan ia berada dalam rangkulan John suaminya. Waktu luang John ia gunakan untuk menghabiskan waktu bersama. Tentunya setalah Zooe tertidur. "Apa tidak sebaiknya Ava tinggal di sini? Dia sedang hamil." Malam ini mereka memang tengah membahas perihal Ava. Bibir Resty mengerucut. "Aku sudah memaksanya untuk tinggal di sini. Tapi dia tetap bersikeras untuk tinggal di apartemennya." Suara itu terdengar manja. "Jujur. Aku mengkhawatirkannya," ucapnya kemudian. "Apa tidak sebaiknya kita memberi tahu ayah bayinya?" "Ava akan marah kalau aku melakukan itu." Resti mendongak, menatap suaminya yang menghela napas panjang. "Kenapa dia seperti itu? Setahuku kalau wanita hamil selalu ingin dekat dengan suaminya. Seperti kamu
Baca selengkapnya

76. Frustrasi

76. Frustrasi ***   "Apa?" tanya Kafka dengan suara kerasnya. Ia bangkit dari kursi sembari menggebrak meja, menatap tajam beberapa orang di hadapannya. Kali ini Kafka berada di kantornya. Ya. Setelah bujukan dari Rasya juga kondisi papanya yang menurun akhirnya Kafka kembali ke perusahaan. Kenyataan apa yang diyakininya mengenai Ava dan jabang bayi dalam perut wanita itu pun sebagai stamina untuknya. "Kami belum menemukan keberadaan Nyonya Ava Tuan," ucap seseorang bersetelan jas hitam lengkap dengan kaca mata hitamnya. Ia menunduk dengan tangan terlipat di depan tubuh. Kemarahan kembali melingkupi Kafka. Pria itu menyapukan tangannya pada meja di hadapannya. Membuat semua barang yang ada di atas meja berhamburan di lantai. "Cari lagi di mana pun keberadaannya. Jangan kembali atau menghubungiku jika kalian belum menemukannya juga!" t
Baca selengkapnya

77. Pilu

77. Pilu ***   "Pengiriman bunga yang baru dipetik sudah datang, Kak." Suara gadis yang masih duduk di Senior High School itu memecah fokus seorang wanita hamil dalam meneliti laporan toko bunganya. Ia mendongak menatap gadis yang kini mengintip pada celah pintu, bibir berhias liptin itu tertarik memberikan senyum tipis. "Ah, terima kasih, Cassie. Akan kakak cek." Menutup buku di atas meja, ia bangkit dari kursi. Berjalan pelan ke arah pintu di mana gadis itu berada. "Ayo! Temani, Kakak," ajaknya pada gadis yang bernama Cassie itu. "Oke, Kak." Keduanya keluar untuk melihat pengiriman stok bunga yang sudah datang. Keduanya berjalan beriringan melewati rak-rak yang berjejer rapi di sisi kanan dan kiri di mana berbagai jenis bunga berada di sana. Keluar dari toko, keduanya berjalan ke arah kiri di mana sebuah mobil box berada, me
Baca selengkapnya

78. Kabar Mengejutkan

78. Kabar mengejutkan. *** Desi menangis dalam pelukan Yarendra. Keduanya berdiri di samping brankar di mana putra sulung mereka masih terbaring dengan infus di tangan. Kecelakaan tiga hari lalu membuat Rasya dan Clara harus menjalani perawatan di rumah sakit. Keduanya menatap seorang pria dengan kemeja putih kebesarannya tengah memeriksa keadaan Rasya yang baru saja membuka mata setelah beberapa hari terpejam. "Istirahat ya, Pak. Jangan lupa obatnya diminum agar segera sembuh." Rasya hanya mengangguk dengan senyum tipis. Dokter itu berbalik, berpamitan pada pasangan paruh baya yang berdiri di hadapannya. "Oh, Rasya." Desi segera mendekati putra sulung mereka, memeluk menumpahkan rindu yang menyiksa juga ketakutan akan kejadian yang dialami putranya. "Kamu kuat," ucap Yarendra menepuk bahu Rasya. Rasya hanya t
Baca selengkapnya

79. Permintaan Kafka

79. Permintaan Kafka ***   Ava tengah Asyik merangkai beberapa bunga pesanan costumernya. Baru saja ia mendapatkan pesanan rangkaian bunga untuk acara ulang tahun seseorang malam nanti. Pesanan yang mendadak tidak membuatnya mengeluh. Sebisa mungkin ia memberikan pelayanan terbaik dari tokonya. Akibat ketidaksengajaan yang Ava lakukan, ia menyenggol tempat bunga yang baru saja ditata. Membuat beberapa bunga berjatuhan dan membuatnya kerepotan. Ia meminta bantuan pada Cassie tanpa menoleh atau pun mendengar jawaban dari gadis itu. Namun, tidak lama kemudian ia menerima beberapa bunga yang sebelumnya terjatuh. Gerakan tangan sempat terhenti saat ia menghirup aroma yang mengingatkan dirinya akan sosok seseorang. Sempat terpikir kalau memang dialah pemiliknya. Akan tetapi Ava menepisnya cepat. "Tidak mungkin," ucapnya lirih. Ia kembali melanjutka
Baca selengkapnya

80. Mencoba

80. Mencoba *** Resty mendatangi apartemen Ava ketika ia selesai berbicara pada Kafka. Ia melihat Ava yang tengah duduk bersila pada sofa di depan televisi. Wanita itu menghampiri dan duduk di samping sahabatnya. "Hei," sapanya. "Kamu oke?" Ava hanya mengangguk tanpa menjawab. "Jawaban kamu oke tapi keadaan kamu tidak baik saja, kan?" Tetap tidak ada jawaban dari wanita yang kini memakai sweater tipis cokelat itu. Resty menghela napas dalam. "Aku tadi bertemu Kafka di toko kamu. Kita sempat berbicar—" "Aku tidak ingin mendengar apa pun." Ava memotong cepat ucapannya. Untuk kali ini, Resty tidak akan menuruti Ava lagi. "Tapi, Va. Dia berhak untuk tahu semuanya. Dia ayah dari anak yang kamu kandung. Dia juga berhak untuk merawatnya." Tanpa diduga, Ava bangkit dari duduknya. "Sudah aku kat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status