Beranda / Urban / Broken Wings / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Broken Wings: Bab 11 - Bab 20

82 Bab

Keanu

Hari sudah hampir siang ketika aku selesai membereskan unitku. Dua minggu ditinggal, membuat debu dengan betahnya menempati setiap senti di dalam ruangan. Aku bukan tipikal orang yang nyaman meminta jasa cleaning untuk membersihkan tempat pribadiku. Lagipula, unit apartemen ini hanya tipe studio, tidak memakan waktu terlalu lama untuk membersihkannya.Jarum jam di dinding menunjukkan pukul sebelas, ketika ponselku berdering. Nomor yang tidak terdaftar dalam kontak. Menimbang-nimbang sebentar, panggilan itu akhirnya kuterima, "Halo, selamat siang." "Siang, Mei. Ini aku, Keanu," sahut penelpon bersuara berat di seberang sambungan."Eh, Kean ... Sudah di Jakarta?" sambutku canggung. Rentang waktu sekian tahun membuatku sedikit gugup mendengar suara Keanu yang terdengar agak asing. 
Baca selengkapnya

Semoga Bukan Mimpi

Seharian bersama Keanu menghabiskan waktu berdua, membuatku merasa seperti pada kencan pertama. Merasakan debaran layaknya gadis yang baru jatuh cinta. Aku hampir lupa bagaimana rasanya bahagia bersama orang yang aku suka. Kehadiran Keanu seolah memprogram ulang semua tatanan ruang dalam hatiku. Seketika melupakan rasanya sakit patah hati yang sekian tahun kusimpan. Secepat itu dia mengambil alih kendali rasa. Sehingga rasa sakit yang dulu ditorehkan Dendra hilang begitu saja. "Nonton, yuk!" ajak Keanu ketika melewati salah satu mall. "Yuk! Sudah lama juga aku tidak ke bioskop. Aku lebih senang menghabiskan waktu di kamar kalau lagi libur. Kalau enggak pulang kampung," sahutku menyetujui usulan Keanu. 
Baca selengkapnya

Dua Hati

Seolah masih tersihir oleh pesona maskulinnya, pikiranku masih saja didominasi oleh bayangan Keanu. Gelak tawanya dan caranya memandangku. Aku masih asyik dengan lamunan, ketika suara dering ponsel mengagetkanku. Foto Keanu yang kuambil di saat kencan tadi, memenuhi layar benda pipih itu. Aku membalas senyum Keanu yang muncul di layar. Sambil menertawakan kekonyolan diri sendiri, tombol untuk terima panggilan kugeser. "Hai! Sudah nyampe di hotel?" sapaku. "Baru saja. Sudah bersiap mau tidur?" Suara beratnya seolah membelai lembut gendang telingaku. Menimbulkan rasa grogi, walaupun sosoknya tak ada dihadapanku. "Belum, kenapa?" 
Baca selengkapnya

Cerita Dari Sepotong Batagor

Cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela gorden jatuh tepat di mataku. Setengah mengernyit, kugapai ponsel yang terletak pada meja kecil di samping tempat tidur. Aku melompat bangun, ketika melihat di layar tertera beberapa panggilan tak terjawab dan pesan chat dari Keanu. "Mei, aku tunggu di loby." pesannya. Ah! Bisa-bisanya aku tertidur seperti orang mati. "Kean ... Kamu masih di loby?" semburku ketika Keanu menerima panggilanku. "Masih, kamu kemana?" tanyanya dengan nada khawatir, "Aku baru saja mau menghubungi keamanan gedung karena sudah dua jam aku menunggu," lanjutnya. "Aah ... maaf Kean,
Baca selengkapnya

The Proposal

"Kita jadi besok ke Padang, kan Mei?" tanya Keanu ketika melihatku keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang kurasa sudah paripurna. Baju terusan berwarna olive, dengan sapuan make up tipis untuk memberikan kesan segar pada kulit wajahku yang selalu terkesan pucat. Seperti biasa, rambut kubiarkan tergerai tanpa aksesoris. Keanu menatapku tak berkedip. Senyum simpul melengkung sempurna di bibirnya. Membuat hati yang tadi sempat kesal padanya, luluh seketika. "Kenapa? Aneh, ya?" tanyaku melihat reaksinya. "You look so adorable, Hon," gumamnya dengan senyum lembut. "Tuh, kan! Mulai lagi gombalnya," rutukku menghenyakkan diri di sofa, tak jauh dari Keanu duduk. "No ... I meant it. Kenapa kamu selalu anggap semua pujian yang diberikan padamu itu gombal? You deserve it," ucapnya dengan wajah serius. "Really?" "Yup. Apa yang membuatmu terlalu skeptis setiap kali aku melontarka
Baca selengkapnya

Membuka Hati

"Dri, aku sepertinya dikutuk deh," ujarku pada pria yang akhir-akhir ini telah menjadi teman online setiaku. Malam ini, setelah seharian menghabiskan waktu bersama Keanu, kembali aku menelpon Adrian. Mencari sedikit pencerahan untuk kebimbangan yang kurasakan saat ini. Mungkin saja Adrian punya saran yang bisa membuatku mantap menerima Keanu. Walaupun mungkin agak terkesan kejam, meminta pendapat pada orang yang jelas-jelas menaruh hati padaku. "Dikutuk bagaimana?" Suaranya terdengar heran. "Setiap kali ada yang berniat serius denganku, selalu saja aku ragu. Sekarang kejadian lagi. Keanu sudah menunjukkan keseriusannya, tapi keraguan itu muncul," terangku. "Itu hanya masalah kebiasaan, bukan karena kutukan," sahutnya "Maksudnya bagaimana?" "Kita analogikan hati itu ibarat sebuah ruangan, hatimu itu sudah lama dibiarkan kosong. Hawa-hawa dari penghuni lama mas
Baca selengkapnya

Pulang

Matahari masih belum terbit ketika taksi yang kami tumpangi membelah jalanan ibukota. Wajah Keanu tampak lebih berseri hari ini. Dari saat datang menjemputku, senyum simpul menghiasi bibirnya, menyebabkan detak jantungku kembali bergerak diluar batas kecepatan yang tak wajar. Semoga saja aku tidak terkena serangan jantung jika terus-terusan seperti ini. Benar kata orang, kalau bahagia itu bisa menular. Senyum Keanu sontak membuat bibirku tak mampu ku cegah untuk ikut tersenyum. "Why are you keep smiling?" Suara lembut Keanu membelai gendang telingaku. Aku menoleh pada pria yang duduk di samping kiriku, tatapan lembut dan senyum simpul masih menghiasi wajah maskulinnya. "Eh, masa sih
Baca selengkapnya

Syarat Dari Ayah

Bandar udara Minang Kabau sudah mulai ramai ketika kami keluar dari pintu kedatangan. Sebagian penumpang dari pesawat yang kami tumpangi, berjalan ke arah konveyor tempat bagasi diturunkan. Aku berjalan ringan menuju pintu keluar, diiringi oleh Keanu yang menarik kopernya, masih dengan ranselku teronggok diatasnya. "Ayahmu sudah sampai, Mei?" tanyanya, menghentikan gerakanku mencari ponsel di dalam tas kecil yang kuselempangkan di bahu. "Harusnya, sih sudah. Beliau selalu menunggu lebih awal dari jam kedatangan." Baru saja aku hendak menyalakan ponselku, dari arah kerumunan orang yang menunggu di depan pagar pembatas luar pintu kedatangan, terdengar seseorang memanggilku. Suara yang tak asing lagi di telinga. Suara yang telah menemani masa kecil hingga rema
Baca selengkapnya

Bimbang

Sayup-sayup kudengar suara ayah yang sedang mengobrol. Ketika membuka mata, kulihat di sampingku bundo juga telah tertidur. Kepalanya terayun-ayun karena mobil melewati jalan yang tidak rata. Ternyata kami sudah hampir sampai di kota kelahiranku. Satu hal yang membuatku selalu mencintai daerah ini, tak banyak yang berubah di sini. Waktu seakan berhenti ketika memasuki kota ini. Berapa bulan pun aku tak mengunjunginya, kota ini masih terlihat sama, tidak seperti Jakarta, perubahan akan terjadi hanya dalam beberapa bulan saja. Pendingin udara mobil sudah dimatikan ayah. Jalanan yang sepi dan udara yang sejuk karena masih banyak pepohonan yang menaungi kiri dan  kanan jalanan, membuat ayah merasa tak membutuhkan penyejuk udara buatan. Kebiasaan ayah jika berkendara di kampung. 
Baca selengkapnya

Ketetapan Hati

Keanu menghentikan langkahnya ketika tangannya menggenggam jemariku. Menatapku dengan tatapan yang tak kumengerti. Dan senyum simpul itu kembali terkembang."Ada apa, Kean?" Aku menarik tanganku yang digenggamnya.Risih, beberapa tatapan terpaku pada kami. Betapa tidak, dua orang seolah tak mengenal tempat dengan salah seorang menatap mesra pasangannya seperti adegan dalam film drama. Jika di dalam film, para figuran hanya berlalu lalang tak peduli, tidak dengan kejadian nyata. Mereka melirik penuh dengan keingin tahuan, membuatku tak nyaman."Kean, kenapa, sih?" Aku mengulang pertanyaanku, "Malu, tau!"Seolah tersadar tengah berada di tempat umum, Keanu menurunkan tanganku. Senyum masih melekat di bibirnya."Ini tanda kamu nerima aku, kan?" bisiknya memamerkan jari manisku yang telah dilingkari cincin berhias batu Aquamarine pemberiannya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status