Home / Urban / Broken Wings / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Broken Wings: Chapter 31 - Chapter 40

82 Chapters

Teman Curhat

Beberapa saat setelah meninggalkan gedung apartemen, Adrian sudah mulai menguasai keadaan, tak lagi tampak canggung seperti pada saat awal bertemu. Candaan ringan khasnya mulai lagi terdengar diiringi derai tawa renyah bagai musik yang menggetarkan hati. Andai saja aku tak ingat Keanu, mungkin saja aku terpikat oleh pesonanya yang penuh kharisma. Lampu lalu lintas yang menyala merah membuat mobil harus berhenti. Seorang pengamen kecil dengan alat musik dari tutup minuman ringan yang dipaku pada sepotong kayu kecil, menghampiri kami.  Aku memperhatikan gadis kecil itu bernyanyi dengan penuh penghayatan, wajahnya legam terbakar matahari. "Permisi, Om," ucapnya sambil mengetuk kaca mobil di bagian sisi Adrian, ketika lagu yang ia nyanyikan telah selesai ia lantunkan.  
Read more

Roller Coaster Perasaan

Lebih dari setengah hari sudah aku menghabiskan waktu bersama Adrian. Rasa lelah dan timbunan emosi selama beberapa minggu terakhir, kembali mencair. Sudah terlalu lama aku mengurung dan membatasi diri dengan dunia di luar pekerjaan. Bahkan untuk hubungan pertemanan sekalipun, aku seolah enggan. Peluang kali ini seolah menyegarkan rasa suntuk yang mulai menumpuk. Untuk pertama kali, dalam satu bulan terakhir ini, aku merasa terlahir kembali. Membuka hati untuk hubunganku dengan Keanu, dan menerima Adrian sebagai sahabat. Kendati rasa was-was akan hubungan dengan Keanu masih saja mengganjal. Namun, kehadiran Adrian mampu melenyapkan rasa itu. Jakarta telah diselimuti malam, ketika aku dan Adrian meninggalkan mall tempat kami menghabiskan waktu seharian sesudah makan siang. Lampu-lampu seakan berlomba mengenyahkan g
Read more

Dua Hati Yang Terluka

Aku reflek menarik tangan yang di cengkeram Nisya. Kali ini penampilannya telah kembali seperti pada saat awal kami bertemu dulu. Anggun, dibalut gamis berwarna zamrud dengan kerudung berwarna zaitun menutup kepala. Riasan make up natural makin mempercantik wajah ayunya. Berbeda 180 derajat dengan terakhir kali kulihat saat dia menyerangku. "Maaf!" Dia melepaskan cengkeramannya. "Aku ke sini untuk minta maaf," imbuhnya. Seolah tak percaya dengan apa yang kudengar, kutelisik gelagatnya. Dia tidak berbohong, ada sesal yang kutangkap di matanya. "Sebentar, aku tadi ke bawah mau bertemu seseorang." Mataku kembali menyapu area luar lobi yang terlihat jelas dari dalam. "Itu orang suruhank
Read more

Accident

Bayangan raut wajah Nisya yang berurai air mata masih saja tak mau enyah dari pikiranku. Dia tidak hanya sedang memperjuangkan cinta untuk dirinya, tapi juga untuk anak-anaknya. Dia tengah mempertahankan biduk yang saat ini hpir karam. Wajar jika tempo hari dia mengamuk seperti singa yang hendak menerkam dan mencabik-cabikku. Keutuhan keluarganya tengah di ujung tanduk. Kembali terngiang percakapan dengan Dendra ketika berada di kafe pada saat sarapan pagi beberapa waktu lalu, betapa dengan santainya dia mengatakan bahwa dia tak mencintai istrinya lagi. Seolah perasaan wanita yang ia nikahi satu dekade silam hanya sebuah mainan yang bisa ia buang begitu saja ketika sudah bosan.  Kali ini perasaan benci yang lebih mendominasi kurasakan terhadap Dendra, menusuk hingga ke tulang. Entah apa masih bisa dia disebut laki-lak
Read more

Recovery

Aku merasa terombang ambing di laut yang dalam. Paru-paruku seakan hendak pecah setiap kali menarik napas. Terasa begitu menyesakkan. Mataku pun terasa berat, setiap kali hendak kubuka. Bibirku kelu. Dalam kegamangan, samar-samar aku mendengar seseorang memanggil. Begitu jauh. Aku masih terus berusaha mencari darimana asal suara dengan mata yang seakan buta. Hingga tanganku dapat merasakan seseorang menggenggamnya erat, begitu hangat. "Mei?" Suara itu terdengar makin jelas dan dekat. Aku kembali berusaha membuka mata. Perlahan-lahan, mataku menangkap cahaya. Samar, kemudian terang. Mengenyahkan gelap yang memerangkap. Punggung tanganku kembali diusap. Begitu menenangkan. Kemudian, aku mulai mencium bau menyengat disinfektan dan obat-obatan. Ruangan yang tad
Read more

Hati Yang Nyaman

"Nggak apa-apa aku tinggal sendiri?" tanya Adrian setelah menyuguhkan teh hangat dan makanan ringan untuk menyambutku di apartmennya.Aku mengangguk cepat. Jujur saja, aku tak mampu mengendalikan jantung yang selalu berdebar halus setiap kali bersama Adrian. Hal itu membuat rasa bersalah terhadap Keanu semakin membesar."Kalau ada apa-apa, telpon saja. Aku akan segera ke sini," ujar Adrian tampak meragu."Iya. Makasih sudah mau direpotin," ucapku seraya mengulas senyum tipis.Adrian tampak hendak mengatakan sesuatu, tetapi urung. "Ya sudah. Aku tinggal, ya." Akhirnya Adrian benar-benar meninggalkanku sendirian.Ruangan asing ini makin terasa sepi setelah Adrian pergi. Aku merebahkan tubuh di sofa dengan lapisan beludru coklat tua yang terdapat di ruang tengah apartemen ini. Aroma kopi yang diseduh Adrian sebelum ia pergi terasa menyatu dengan aroma di dalam ap
Read more

Bermain Hati

"Udah makan?" tanya Adrian saat kami keluar dari area parkiran bandara."Sudah." Aku menyahut tanpa menoleh pada pria yang tengah berada di belakang kemudi itu. "Capek banget, ya?" tanya Adrian menoleh sekilas ke arahku. Lelaki itu peka dengan perubahan suasana hatiku. Rasa kesal terhadap Keanu akibat pertanyaannya tadi masih belum hilang. Padahal aku begitu merindukannya, mengobrol dengan topik ringan tanpa ada rasa curiga. "Lumayan," sahutku sembari memijat leher yang terasa sedikit kaku. "Tadi pihak kepolisian nelpon aku lagi. Mereka bilang tidak bisa menghubungimu—" Adrian menghentikan kalimatnya saat melihat reaksiku yang terlihat malas. Aku mengembuskan napas pelan. Saat ini hubunganku dengan Keanu sedikit bermasalah. Sekarang ditambah masalah baru dengan Dendra. Rasanya hidupku dulu terasa tenang-tenang saja setelah bangkit dari keterpurukan paska ditinggal Dendra, kini seakan penuh drama kembali. Kenapa lelaki itu tak enyah saja k
Read more

Hati Yang Mulai Terbagi

Sebuah pesan masuk ke ponselku saat aku hendak keluar dari unit Adrian yang kutempati. Ternyata pesan itu dari Adrian yang memberitahukan bahwa ia sudah berada di lobi. Lelaki itu benar-benar menjaga tata krama, ia tak sembarangan datang dan mengunjungiku, meski ia mempunyai akses untuk masuk ke unit yang kutempati ini. Hari ini aku dan Adrian hendak memenuhi undangan keluarga Nisya. Keluarga Nisya meminta untuk bertemu di luar jadwal pemeriksaan pihak kepolisian.Sesampainya di lobi, aku melihat Adrian sibuk dengan tablet di tangannya. Wajahnya terlihat begitu serius membaca sesuatu pada gawainya itu. Dia bahkan tak menyadari kedatanganku hingga aku menyapa. Senyumnya merekah tatkala mendongak menatapku. "Bentar ya, Mei. Aku baca sedikit lagi draft kontrak kerja sama yang dikirim sama sekretarisku.""Take your time. Maaf ya, jadi ngerepotin Pak Manajer," tukasku mencandainya. Adrian terbahak mendengar kalimatku. "So, you have to pa
Read more

Pertemuan

Sepasang suami istri paruh baya bersama seorang lelaki yang terlihat masih muda menyambut kedatanganku, saat memasuki kafe tempat diadakan pertemuan dengan keluarga Nisya. Sepasang suami istri tersebut tersenyum ramah. Aku mengenal suami istri tersebut, mereka adalah orangtua Nisya. Namun, aku tidak mengenal lelaki muda yang turut hadir bersama mereka. "Apa kabar?" sapa ibunya Nisya dengan senyum tulus. Ada gurat lelah dari matanya yang sudah dikelilingi kerut halus. Kemudian ayah Nisya dan lelaki yang bersama mereka pun turut menyalamiku dengan basa-basi ringan.Aku, Adrian, dan kedua orangtua Nisya duduk saling berhadapan. Sementara lelaki muda yang bersama orangtua Nisya duduk di ujung meja seperti penengah di antara dua kubu yang berseteru. Lelaki yang memperkenalkan diri sebagai  Harry, yang merupakan asisten pengacara Nisya tersebut berdehem dan memulai percakapan."Begini Mba Mei. Kami mengajak bertemu juga ingin membicarakan masalah yang
Read more

Aku Takut Mendua

Setibanya di apartmen, aku kembali memikirkan percakapan dengan Adrian di kafenya tadi. Apakah kehadiran Dendra belakangan ini ada campur tangan dari Rani juga? Berkali-kali kutepis perasaan curiga yang mendadak hadir. Tak ingin berlama-lama menyiksa diri dengan segala prasangka, ku ambil ponsel, membuka aplikasi pesan, dan mengetikkan pesan pada Rani.[Ran, kapan jadinya bisa nemenin nyari apartemen?] Aku hanya ingin membuktikan kecurigaan Adrian terhadap sahabatku itu tidaklah benar. Tak berapa lama, Rani membalas pesanku. [Terserah, Say. Gue selalu free. Lo yang selalu sibuk.][Pagi lusa bisa?] Aku membalas dengan cepat. Kebetulan lusa, jadwalku hanya sore hari.[Ok, janjian di mana?][Enaknya nyari di daerah mana dulu?][Daerah Tebet mau? Ada apartemen baru kan di situ. Ke tol juga nggak kejauhan.]Aku manggut-manggut. Boleh juga usulan Rani. Lokasi yang tidak jauh dari pintu tol, merupakan nilai tambah bagiku untuk menc
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status