Beranda / Urban / Broken Wings / Membuka Hati

Share

Membuka Hati

Penulis: Alfarin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Dri, aku sepertinya dikutuk deh," ujarku pada pria yang akhir-akhir ini telah menjadi teman online setiaku.

Malam ini, setelah seharian menghabiskan waktu bersama Keanu, kembali aku menelpon Adrian. Mencari sedikit pencerahan untuk kebimbangan yang kurasakan saat ini. Mungkin saja Adrian punya saran yang bisa membuatku mantap menerima Keanu. Walaupun mungkin agak terkesan kejam, meminta pendapat pada orang yang jelas-jelas menaruh hati padaku.

"Dikutuk bagaimana?" Suaranya terdengar heran.

"Setiap kali ada yang berniat serius denganku, selalu saja aku ragu. Sekarang kejadian lagi. Keanu sudah menunjukkan keseriusannya, tapi keraguan itu muncul," terangku.

"Itu hanya masalah kebiasaan, bukan karena kutukan," sahutnya

"Maksudnya bagaimana?"

"Kita analogikan hati itu ibarat sebuah ruangan, hatimu itu sudah lama dibiarkan kosong. Hawa-hawa dari penghuni lama mas

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Broken Wings   Pulang

    Matahari masih belum terbit ketika taksi yang kami tumpangi membelah jalanan ibukota. Wajah Keanu tampak lebih berseri hari ini. Dari saat datang menjemputku, senyum simpul menghiasi bibirnya, menyebabkan detak jantungku kembali bergerak diluar batas kecepatan yang tak wajar. Semoga saja aku tidak terkena serangan jantung jika terus-terusan seperti ini.Benar kata orang, kalau bahagia itu bisa menular. Senyum Keanu sontak membuat bibirku tak mampu ku cegah untuk ikut tersenyum."Why are you keep smiling?" Suara lembut Keanu membelai gendang telingaku.Aku menoleh pada pria yang duduk di samping kiriku, tatapan lembut dan senyum simpul masih menghiasi wajah maskulinnya."Eh, masa sih

  • Broken Wings   Syarat Dari Ayah

    Bandar udara Minang Kabau sudah mulai ramai ketika kami keluar dari pintu kedatangan. Sebagian penumpang dari pesawat yang kami tumpangi, berjalan ke arah konveyor tempat bagasi diturunkan. Aku berjalan ringan menuju pintu keluar, diiringi oleh Keanu yang menarik kopernya, masih dengan ranselku teronggok diatasnya."Ayahmu sudah sampai, Mei?" tanyanya, menghentikan gerakanku mencari ponsel di dalam tas kecil yang kuselempangkan di bahu."Harusnya, sih sudah. Beliau selalu menunggu lebih awal dari jam kedatangan." Baru saja aku hendak menyalakan ponselku, dari arah kerumunan orang yang menunggu di depan pagar pembatas luar pintu kedatangan, terdengar seseorang memanggilku.Suara yang tak asing lagi di telinga. Suara yang telah menemani masa kecil hingga rema

  • Broken Wings   Bimbang

    Sayup-sayup kudengar suara ayah yang sedang mengobrol. Ketika membuka mata, kulihat di sampingku bundo juga telah tertidur. Kepalanya terayun-ayun karena mobil melewati jalan yang tidak rata.Ternyata kami sudah hampir sampai di kota kelahiranku. Satu hal yang membuatku selalu mencintai daerah ini, tak banyak yang berubah di sini. Waktu seakan berhenti ketika memasuki kota ini. Berapa bulan pun aku tak mengunjunginya, kota ini masih terlihat sama, tidak seperti Jakarta, perubahan akan terjadi hanya dalam beberapa bulan saja.Pendingin udara mobil sudah dimatikan ayah. Jalanan yang sepi dan udara yang sejuk karena masih banyak pepohonan yang menaungi kiri dan kanan jalanan, membuat ayah merasa tak membutuhkan penyejuk udara buatan. Kebiasaan ayah jika berkendara di kampung.

  • Broken Wings   Ketetapan Hati

    Keanu menghentikan langkahnya ketika tangannya menggenggam jemariku. Menatapku dengan tatapan yang tak kumengerti. Dan senyum simpul itu kembali terkembang."Ada apa, Kean?" Aku menarik tanganku yang digenggamnya.Risih, beberapa tatapan terpaku pada kami. Betapa tidak, dua orang seolah tak mengenal tempat dengan salah seorang menatap mesra pasangannya seperti adegan dalam film drama. Jika di dalam film, para figuran hanya berlalu lalang tak peduli, tidak dengan kejadian nyata. Mereka melirik penuh dengan keingin tahuan, membuatku tak nyaman."Kean, kenapa, sih?" Aku mengulang pertanyaanku, "Malu, tau!"Seolah tersadar tengah berada di tempat umum, Keanu menurunkan tanganku. Senyum masih melekat di bibirnya."Ini tanda kamu nerima aku, kan?" bisiknya memamerkan jari manisku yang telah dilingkari cincin berhias batu Aquamarine pemberiannya.

  • Broken Wings   Pernikahan Evan

    Kedatanganku bersama Keanu ke Solo ternyata bertepatan dengan hari-hari persiapan pernikahan Evan—sepupunya—keponakan dari Tante Anjani. Tak ayal, kehadiranku menjadi keriuhan tersendiri diantara keluarga besarnya. Apalagi, Keanu memang sudah lama direcoki dengan pertanyaan sejuta umat pada kaum lajang, "Kapan menikah?""Oh, jadi ini calon mantu Lik Anjani. Pantes Keanu mau nunggu lama," ujar salah seorang kerabat Keanu."Iya, doakan saja lancar urusan mereka berdua," sahut Tante Anjani dengan senyum teduhnya.Calon mantu, kata-kata yang tak pernah terpikirkan olehku akan disebut oleh orangtua dari laki-laki yang mencintaiku. Aku terlalu takut jika kehadiranku kembali tak diterima, tapi ketakutan itu seperti tak beralasan. Keramah-tamahan keluar

  • Broken Wings   Acceptance

    Tidak terlintas dipikiran untuk meluruskan kesalahpahaman yang membuat heboh jagat grup alumni. Bukan bermaksud membohongi mereka, hanya saja aku ingin Dendra menyerah dalam usahanya untuk mendekatiku kembali karena melihat berita itu.Ngomong-ngomong soal Dendra, aku baru sadar keberadaannya di dalam grup. Entah sejak kapan dia masuk. Untuk memenuhi rasa ingin tahuku, aku mengetikkan pesan pada Rani, sahabatku yang menjadi admin di group, sekaligus biang penyebab kehebohan group pagi ini.[Ran, lagi sibuk?] pesan kukirim.Dalam hitungan sepersekian detik, pesanku dibalas oleh Rani, [Eh, calon manten. Jahat Lo Mei, nggak ngomong-ngomong 😭]Rani memang sahabat dekatku ketika SMA, akhir-akhir

  • Broken Wings   Bertengkar

    Aku kira hubunganku dengan Keanu akan berjalan baik-baik saja. Restu dari kedua orangtua telah kami raih. Hatiku pun mulai menerimanya secara utuh. Bukan hanya karena fisiknya yang sempurna, tapi caranya memperlakukanku membuatku merasa istimewa. Namun dalam suatu hubungan, ada saja masalah yang harus dihadapi. Seperti malam ini.Rasa lelah untuk menembus kemacetan setelah mendarat dari Solo, membuatku dan Keanu malam ini memilih untuk makan malam pada sebuah warung tenda kaki lima yang terdapat tak jauh dari gedung apartemenku. Selain itu, Keanu juga ingin mengobati rasa rindunya pada kuliner Indonesia. Tempat yang kami datangi juga cukup nyaman dan bersih.Suasana warung tenda begitu ramai malam ini. Kebanyakan pengunjungnya adalah pekerja kantoran yang baru pulang bekerja. Banyak diantara pengunjung yang datang, menikma

  • Broken Wings   Perpisahan

    "Kean, biar nanti aku yang menjemputmu. Sepertinya mau hujan." Aku menelpon Keanu segera, ketika kulihat di luar jendela awan gelap sudah menggantung menutupi langit, bergulung-gulung tertiup angin. Cuaca hari ini seolah menegaskan perasaanku yang kelabu."Ok, aku sarapan di hotel saja. Karena barang-barangku belum semua di-packing," sahutnya terkesan dingin.Keanu tak mengajakku sarapan bersamanya pagi ini seperti biasa. Mungkin dia masih ingin menenangkan diri karena pertengakaran kami kemarin.Cuaca yang dingin, makin saja terasa dingin karena sikap Keanu. Sepertinya pria itu benar-benar kesal dengan sikapku kemarin. Aku mendengkus membuang napas kasar, berharap sedikit melepaskan gundahku. Dalam hitungan jam, aku akan kembali pada kehidupan nor

Bab terbaru

  • Broken Wings   The End For Beginning

    Setelah tersiksa oleh rasa sakit selama lebih dari 12 jam, akhirnya makhluk mungil yang kami tunggu pun hadir dengan tangisnya yang lantang membelah malam. Hampir tengah malam kala tubuh mungil yang masih merah itu di telungkupkan di dadaku, menyesap makanan pertamanya dari tubuhku. Tidak hanya aku, Adrian juya terlihat sangat lelah. Rambutnya sudah tak lagi serapi saat datang, karena telah menjadi korban jambakanku ketika proses melahirkan. Ah! Maafkan aku suamiku. Namun, segala kesakitan dan rasa lelah itu terasa terbayar saat melihat mulut mungil itu mengecap-ngecap di dadaku. "Thanks, Mei," bisik Adrian mengecup lembut sisi kepalaku. Tiba-tiba seperti ada tetesan hangat jatuh di pipiku. Aku mendongak, mendapati mata Adrian yang basah, tetapi dengan senyum mengulas di bibirnya. "Makasih sudah berjuang untuk makhluk terindah ini," imbuhnya saat melihatku mengerjap-ngerjap menahan haru menatap ke arahnya. Aku masih merasa tak percaya saat menelisik wajah mungil yang dengan rakusnya

  • Broken Wings   Partus

    Memasuki hari ketujuh setelah aku dan Adrian keluar dari rumah sakit. Adrian sudah mulai kembali bekerja, meskipun dia belum bisa menyetir sendiri untuk berangkat ke kantor. Pak Isa—sopir keluarga ibu mertuaku—yang diperbantukan untuk menjemput dan mengantar suamiku itu ke kantor. Berhubung kantor Adrian merupakan perusahaan keluarga, jadi Adrian tidak terlalu dituntut untuk hadir sesuai jadwal kantoran. Dia bisa berangkat agak siang, dan pulang lebih awal. Sehingga lumayan menghemat tenaganya selama pemulihan, karena tidak terlalu lama terjebak di jalan. Tadinya ayah yang menawarkan diri untuk mengantar, tetapi Adrian menolak karena merasa sungkan. Pagi ini setelah melepas Adrian berangkat ke kantor, aku memilih berjalan-jalan di taman apartemen, ditemani oleh bundo. Sebenarnya aku masih agak takut berada di luar ruang seperti ini. Rasa trauma itu masih ada. Terkadang, aku kembali mengalami mimpi buruk. Terbangun di tengah malam dan berteriak kesetanan kala tak kudapati Adrian bera

  • Broken Wings   Ujian

    Hari ini Adrian sudah dipindah ke ruang rawat biasa. Aku masih saja terus mengucap syukur dalam hati. Kendati Adrian belum sepenuhnya bisa banyak gerak, tetapi melihat senyum tersungging di bibirnya, sudah membuat rasa syukurku berlipat. Dengan persetujuan dokter juga aku bisa dirawat dalam satu ruangan dengan Adrian, sehingga kami tak terlalu saling mencemaskan satu sama lain. Karena dengan kondisi seperti itu Adrian masih saja mencemaskan kandunganku, dia bahkan sampai lupa luka yang tengah ia derita kala melihatku harus meminimalisir gerak. "Apakah istri saya baik-baik saja, Dok?" See? Meskipun dia masih terbaring lemah, tetapi kalimatnya masih mengkhawatirkanku. "Tekanan darahnya sudah normal. Hanya kadar protein urin masih agak tinggi, besok istri bapak sudah bisa rawat jalan," terang dokter yang tengah memeriksa keadaan Adrian. Kulihat bibir Adrian menyunggingkan senyum. Lebih terlihat lega, setelah seharian tadi dia berkali-kali bertanya apa benar aku merasa baik-baik saja.

  • Broken Wings   Tak Sanggup Tanpamu

    Pihak rumah sakit akhirnya mengizinkanku untuk mengunjungi ruang rawat Adrian. Aku tak dapat membendung tangis begitu melihat tubuh lelaki yang kucintai itu terbujur dengan berbagai alat bantu di tubuhnya. Adrian belum sadarkan diri, meskipun telah melewati masa kritis akibat syok karena kehilangan banyak darah. Kantong darah yang masih menggantung pada salah satu sisi bed, menandakan seberapa banyak darah yang hilang diakibatkan oleh luka itu. Menurut cerita ibu mertuaku, tusukan Dendra mengenai paru-paru Adrian, sehingga tak hanya kehilangan banyak darah, Adrian juga harus menjalani operasi untuk mengeluarkan darah yang mengumpul di paru-paru, serta menjahit luka tersebut. Keluarga Adrian saat ini tengah memperkarakan kasus ini ke jalur hukum. Meskipun Dendra dibebaskan pada kasus penyerangan di kafe Adrian dengan alasan kondisi kejiwaan yang tidak stabil, keluarga Adrian tak peduli. Mba Olivia—kakak tertua Adrian— bersikeras untuk memperkarakan Dendra dan menuntut agar laki-laki i

  • Broken Wings   Takut

    Hari ini aku dan Adrian pergi ke pusat perbelanjaan, untuk mencari perlengkapan menyambut anggota keluarga baru kami. Sekalian mencari barang yang kuperlukan saat persalinan nanti. Masih banyak barang-barang persiapan persalinan yang belum kubeli. Selama memutari beberapa toko yang menjual perlengkapan bayi, tangan Adrian tak lepas menggenggam tanganku, seolah takut aku terlepas dan hilang di pusat perbelanjaan ini. Ia hanya melepas genggaman ketika aku mulai memilih barang-barang yang hendak kubeli dari rak toko. "Ini lucu nggak, Dri?" tanyaku memamerkan tuxedo berukuran mini di depan dada. Ya, bayi kami diprediksikan berjenis kelamin laki-laki, sehingga pakaian yang menarik perhatianku selama berbelanja adalah pakaian untuk bayi laki-laki. "Lucu." Adrian setuju dengan pendapatku. "Ah! Tapi harganya lumayan," ujarku ketika melihat tag harga sambil cengengesan. "Beli saja kalau suka."Aku menggeleng. "Tampaknya belum perlu bayi kita memakai tuxedo, kata Mbak Salma pakaian bayi yan

  • Broken Wings   Because You're My Lady

    Bandung dan setumpuk rindu di hati yang sulit kulerai. Rindu yang kurasa kali ini bukan lagi milik Dendra, tetapi rindu akan hal-hal yang pernah aku lakukan di sana tanpa Dendra. Pagi ini bersama Adrian, aku memilih pergi dengan kendaraan umum menuju tempat penjual kupat tahu yang kuidamkan itu. Adrian tampak agak kurang setuju dengan usulku, mengingat kondisiku yang terkadang tiba-tiba turun jika terlalu lelah. "Nggak apa-apa, aku baik-baik saja," ujarku berusaha meyakinkan suami protektif yang berkali-kali bertanya apakah aku tidak merasa pusing, karena angkot yang kami tumpangi berhenti terlalu lama menunggu penumpang. Berbeda jauh dengan saat aku masih kuliah dulu, angkot menuju pasar tradisional tujuan kami ini jarang sekali ngetem lama seperti ini. Mungkin karena pada saat aku kuliah dulu belum ada transportasi online, sehingga angkutan kotalah yang menjadi pilihan utama sebagai moda transportasi. Jarak tempuh dari tempat kami menginap ke tempat yang kami tuju sebenarnya hanya

  • Broken Wings   Bandung dan Sepenggal Kisah

    Ternyata masa-masa kehamilan pada trimester pertama tidak semulus bayanganku. Hampir setiap waktu aku merasa ingin mengeluarkan seluruh isi perut. Di saat perut sudah tak berisi apapun, rasa mual itu malah semakin menjadi. Serba salah, diisi salah, tak diisi pun makin parah. Adrian yang merasa khawatir dengan kondisiku, memilih untuk menemaniku di apartemen. Segala pekerjaan ia kerjakan di apartemen. Hanya sesekali ia keluar, itu pun tak lama. Bahkan Adrian berkali-kali menelpon dokter kandungan, menanyakan apakah kondisiku seperti itu normal. Adrian yang kukenal tenang selama ini, berubah penuh kecemasan. Wajahnya hampir sepanjang waktu terlihat tegang. "Mei, mau aku buatkan sesuatu?" Adrian kembali melongokkan kepala di ambang pintu kamar.Aku hanya menggeleng lemah. Entah pertanyaan yang keberapa kali ia ajukan semenjak tadi pagi. Aku menyuruhnya keluar, karena entah kenapa belakangan ini aroma tubuhnya selalu saja membuatku mual. Meski terlihat sedih, tetapi Adrian menuruti keing

  • Broken Wings   Putusan Hakim

    Senyum tak berhenti nengulas di bibir Adrian semenjak kami keluar dari ruang praktek dokter kandungan tadi. Janin yang kini tumbuh di rahimku masih berumur enam minggu, masih sebesar kacang. Aku harus memperhatikan asupan makanan yang bergizi agar janin ini tumbuh sempurna. Mengenai masalah mual yang belakangan mulai terasa, menurut dokter selagi aku tidak sampai lemas, seharusnya tak masalah. Karena itu hal wajar terjadi pada trimester pertama kehamilan. Kebahagiaan jelas terpancar pada raut wajah Adrian saat mengetahui janin di rahimku tumbuh sesuai usianya. Bahkan setiap kali berhenti di lampu merah, Adrian memandang takjub foto hasil USG calon bayi kami di layar ponselnya. "Sepertinya aku akan terlupakan setelah ini," godaku pura-pura merajuk, tatkala Adrian kembali menatap layar ponselnya. Adrian terkesiap, menoleh ke arahku dengan cepat. "Ah! Maaf!" Adrian meletakkan ponsel, tertawa gugup sembari menggaruk tengkuk, seakan menyadari kelakuannya yang membuatku merasa tersingkir

  • Broken Wings   Our Little Happiness

    Harusnya hari ini aku menghadiri acara sidang putusan kasusku dengan Dendra, tetapi dari semenjak selesai salat subuh, tubuhku seakan tak mampu berkompromi. Rasa mual yang tak tertahankan berkali-kali membuatku harus berlari ke kamar mandi. Sementara itu, Adrian dari semalam tidak kembali ke apartemen karena tengah sibuk mempersiapkan acara grand opening kafe barunya yang tinggal beberapa hari lagi. Rasa pusing dan mual yang kurasa sedari pagi, membuat tubuhku seakan kehilangan tenaga. Setelah menelpon pengacara dan mengatakan bahwa tak sanggup mengikuti acara persidangan hari ini, aku kembali merebahkan tubuh. Setelah kepala kembali menyentuh bantal, rasanya tubuhku mulai membaik. Entah berapa lama tertidur, ketika aku merasakan kecupan lembut dan sedikit geli menusuk kulit pipi. Saat membuka mata, kulihat Adrian mengulas senyum, wajahnya terlihat letih dengan rambut halus yang belum dicukur menghiasi dagu, dan sisi rahangnya. "Kamu baru pulang?" tanyaku dengan suara sedikit serak

DMCA.com Protection Status