Home / CEO / Gadis Penari Sang Presdir / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Gadis Penari Sang Presdir: Chapter 31 - Chapter 40

298 Chapters

31. Mencoba Mengabaikanmu

Sama seperti dugaan Roy sebelumnya. Saat tiba di depan pagar, dia tak melihat siluet seorang gadis berada di balik tirai dan memandang keluar. Dia meletakkan mobilnya di depan teras, dan mencampakkan kunci mobilnya pada Pak Wandi. Langkahnya lebar-lebar, bergegas menuju kamarnya di sayap kiri lantai dua. Di jalan tadi, dia sudah menelepon Novan untuk menyiapkan kotak P3K untuk mengobati lengannya. Lukanya tak terlalu dalam tapi panjang dan mulai berdenyut. Darahnya mulai mengering karena benang-benang fibrin sudah mulai menutup lukanya. Roy sudah duduk di sofanya saat Novan tiba. “Siapa pelakunya?” tanya Novan saat membuka kotak P3K yang diletakkannya di atas meja kecil. “Donald. Yang namanya pernah kusebutkan kemarin,” sahut Roy. “Sisa sampah dari masa lalu,” sambung Roy lagi. “Saya akan membersihkan dan mengoleskan salep luka. Ini tidak perlu dijahit. Untungnya ini hanya goresan yang tidak dalam.” Novan dengan cekatan membasahi kasa dan mulai menyeka luka Roy. “Fortunately …,” g
Read more

32. Jangan Menangis

Sesaat yang terasa lama, Roy tidak tahu harus berbuat apa. Berapa tahun? Lima tahun? Sepuluh tahun? Ternyata sudah tiga belas tahun dia tidak pernah menghibur seorang wanita yang menangis.   Dia berpacaran dengan Shelly selama tiga tahun dan dia tak pernah membuat wanita itu mengeluarkan air mata untuknya. Bahkan sampai ketika wanita itu meregang nyawa di pelukannya.   Lantas apa yang diharapkan Sahara darinya? Sebuah penghiburan? Roy menyeret langkahnya mendekati Sahara.   “Aku—nggak maksud seperti itu. Aku cuma sedang sibuk.” Roy menepuk punggung Sahara. Tangis gadis itu bukannya mereda, tapi malah semakin keras. Bahunya semakin berguncang. Roy membawa gadis itu ke tepi ranjang dan mendudukkannya.   “Maaf,” ucap Roy dengan suara nyaris berbisik. Dia duduk di tepi ranjang sambil memandangi Sahara yang menutup wajahnya dengan telapak tangan. Ternyata, ucapan Roy barusan membuat Sahara seketika menubr
Read more

33. Apa Yang Kurasakan?

Lebih dari setengah gelas whisky yang dihabiskan Roy sebelum mandi tadi, ternyata mulai bereaksi. Kepalanya terasa ringan dan lampu kamar tampak makin redup dalam pandangannya. Wajah Sahara terasa sangat dekat. Ternyata alis yang berbentuk sempurna itu benar-benar asli, pikirnya. Awalnya dia mengira kalau Sahara membubuhkan sesuatu agar bentuk alisnya terlihat sempurna.   Roy tertawa kecil.   “Ternyata Om mabuk,” kata Sahara. “Om selalu mabuk kalau di dekatku,” sambung gadis itu.   Roy menghela napas pelan. Haruskah dia mengatakan kalau whisky malah membuatnya semakin waras untuk bisa berada di dekat gadis itu?   “Tidurlah. Aku nggak mau kamu menangis lagi kalau kupaksa melakukan sesuatu yang kamu nggak suka,” ucap Roy, matanya masih menelusuri bintik-bintik halus di hidung Sahara.   Andai wajah itu tidak terlalu mirip dengan ketampanan yang dimiliki Thomas. Roy tak menjamin bahw
Read more

34. Sepenuhnya Milikku

“Aku akan melakukannya. Jangan menangis,” kata Roy dengan sorot mata menuntut. Sahara tak menjawab, tapi tangannya masih mencengkeram bagian depan piyama Roy.   Roy kembali mencium Sahara. Gadis itu langsung memejamkan mata. Pelajaran berciuman yang baru saja dia rasakan, sepertinya berguna.   Kali ini Roy tidak berciuman sendirian. Sahara meladeninya. Gadis itu menikmati lidah Roy yang menembus masuk ke mulutnya.   Ciuman itu terlepas dan Sahara mendongak, memberikan ruang pada Roy yang menurunkan ciuman ke lehernya. Menjilat dan menggigit pelan tiap sudut leher dan belakang telinganya. Sahara mulai terlena. Sampai bagian itu dia menikmatinya.   Sahara melentingkan tubuh, membusungkan dadanya. Lenguhan halus keluar dari mulutnya. Tanpa dia sadari, Roy sudah membuka bagian luar piyamanya. Menurunkan tali tipis yang tersangkut di bahunya. Sahara memekik saat Roy mengigit pelan putingnya dari luar bra
Read more

35. Kehangatanmu

Roy bergerak sangat perlahan. Bibirnya masih memagut bibir Sahara. Sama sekali tak membiarkan gadis itu merintih atau berteriak. Di sela-sela ciumannya yang semakin panas, erangan tipis keluar dari mulut Sahara.   Sahara melepaskan ciuman Roy. Dia membutuhkan lebih banyak oksigen untuk paru-parunya. Kepalanya mendongak, membiarkan ciuman Roy berpindah ke lehernya. Roy menekan dadanya, membuat putingnya merasakan gesekan rambut halus di dada Roy.   “Bagaimana?” bisik Roy di telinga Sahara. “Rasa nyeri itu hilang?” tanya Roy lagi.   Sahara bisa menjawab Roy saat itu, tapi mustahil. Rasa nyerinya perlahan hilang dan gesekan kejantanan Roy membuatnya seakan sedang berjalan mendaki. Menuju satu titik yang dirasanya sebentar lagi akan ditujunya. Gerakan Roy yang tadinya perlahan, dirasanya semakin cepat.   “Om,” bisik Sahara.   “Kenapa?” Roy menumpukan dua tangannya, menoleh Sahara yan
Read more

36. Menunggu Reaksimu

Efek whisky mulai meninggalkan Roy dan dia masih memeluk Sahara yang terengah-engah di bawah tubuhnya. Sesaat lalu dia baru membanjiri gadis itu dengan kehangatan yang melimpah. Dia merasakan kalau kaki Sahara yang tadi terlilit erat di pinggangnya perlahan mengendur dan kembali menyentuh ranjang.   Roy melepaskan bagian tubuhnya dari Sahara. Rasa canggung yang tak biasa merambatinya. Roy bangkit menegakkan tubuh. Pandangannya menyapu leher dan dada Sahara. Sedikit terkejut melihat begitu banyak bercak kemerahan di leher dan dada gadis itu. Harapan sederhananya saat itu hanyalah, salah satu gaun yang diberikan Rini memiliki model yang bisa menutupi semua bercak-bercak itu.   “Aku akan membersihkan tubuhku lebih dulu. Enggak lama. Setelah itu kamu bisa ….” Roy terdiam. Dia merasa aneh. Harusnya dia tak perlu mengatakan hal itu.   Tak perlu diperintah pun, Sahara pasti bangkit dari ranjang untuk membersihkan tubuhnya. Roy
Read more

37. Mulai Merepotkanku

Sebelah tangan Sahara memegangi selimut menutup dadanya. Tangan satunya memegang sebotol pil yang sedang dibacanya pelan-pelan. “Paling lama 2x24 jam,” ucap Sahara, melirik jam digital kecil yang berada di atas nakas. Sahara cepat-cepat mengenakan pakaiannya dan pergi menuju mini bar untuk mencari air putih.   Dengan sekali tegukan Sahara meminum obat yang diberikan Roy. Lalu dahinya kembali mengernyit saat menimang-nimang obat itu.   Kenapa Roy memiliki obat itu? Apa laki-laki itu sudah tahu kalau dia memang belum mau memiliki anak? Sedikit aneh karena pria itu ngotot mengatakan ingin segera memiliki keturunan dan sekarang malah tak keberatan dengan permintaannya.   Tok Tok Tok   Sahara hampir menjatuhkan obat itu dari tangannya. Buru-buru dia membuka laci nakas dan memasukkannya.   “Rara! Ini aku, Rini. Kamu udah bangun? Aku bawa pakaianmu,” kata Rini dari depan pintu.
Read more

38. Wajah Polosmu

Sebuah proyek tower perkantoran merangkap apartemen sedang dalam proses pengerukan pondasi di Sao Paulo, Brasil. Itu adalah proyek solo pertama Roy di negara itu. Sebelumnya dia bekerja sama dengan salah satu orang terkaya di Brasil. Jorge Saverin. Pria tua yang mengumpulkan kekayaan dari rumah judi dan pabrik minuman beralkoholnya yang merajai pasar Brasil.   Saat Roy pertama kali menginjakkan kakinya di negara itu untuk mencari Thomas, dia mendatangi sahabat lama ayahnya. Pria yang pernah makan-tidur di rumah neneknya saat masih sama-sama melajang bersama Tuan Smith. Jorge Saverin menampung Roy selama di Brasil. Dan itu semua tidak gratis.   “Semua orang bekerja keras. Aku tak mungkin memberimu tempat tinggal dan makan cuma-cuma walau kau adalah putra sahabatku. Lakukan sesuatu dan aku akan menghargainya dengan pantas.”   Dan Roy menjadi ajudan merangkap kacung pria itu.   Rumah judi Jorge adalah s
Read more

39. Menjadikanmu Alasan

“Udah. Aku turun di sini,” kata Sahara, menepuk lengan Roy saat mereka tiba di ruang makan.   Roy menghentikan langkahnya dan Sahara langsung melompat turun.  “Jangan ada yang datang ke sini.” Sahara menarik salah satu kursi dan mendekatkan piringnya.   Roy melirik Sahara yang bagian bawah gaunnya basah dan melongok ke tiap piring berisi lauk pauk seperti orang kelaparan. Gadis itu menggerai rambutnya. Roy ikut menarik kursi tunggal utama di meja makan. Matanya tak lepas memandang leher dan dada Sahara yang memang sedikit terekspose karena model gaunnya. Dari mana Rini mendapatkan ide untuk memberi Sahara gaun yang banyak terbuka di bagian dada. Padahal dia hanya mengatakan soal ‘membeli gaun’ saja. Apa Rini menganggap bahwa dia begitu menyukai bagian dada Sahara? Mata Roy menyipit saat memikirkan hal itu.   “Harusnya kamu bisa minta Rini mengantarkan makanan ke kamar,” ucap Roy dengan nada datar.  
Read more

40. Mampukah Aku?

“Tidak dikunci ternyata,” gumam Roy, melangkah masuk ke dalam kamar Sahara. Tak ada yang menyahuti perkataannya itu.“Aku kasian kalau pegawai harus membongkar kunci lagi,” sahut Sahara.Sahara sedang memasukkan pakaiannya ke dalam tas dengan terburu-buru. Dia mencampakkan segala sesuatu miliknya yang berada di dalam lemari.Roy mendekati Sahara dan berdiri di dekat tas pakaiannya. “Mau ke mana?” tanya Roy.“Aku mau pulang ke kamarku. Setidaknya dari sana aku bisa menjenguk Bu Mis setiap hari. Om memang cuma mau membeli keperawanan dengan cara terhormat. Harusnya kalau memang mau meniduriku, Om nggak perlu menjadikanku istri. Cinta omong kosong,” ucap Sahara, melipat pakaian dan menjejalkannya ke dalam tas.Roy menarik celana bahannya sedikit ke atas agar memudahkannya berjongkok di depan Sahara. Gadis itu cemberut. Roy melirik dadanya yang setengah menyembul karena tekanan lututnya saat berjongkok. B
Read more
PREV
123456
...
30
DMCA.com Protection Status