Home / Romansa / Suamiku Sugar Daddy / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Suamiku Sugar Daddy: Chapter 1 - Chapter 10

42 Chapters

Satu

[Om, aku butuh uang untuk sekolah]  Aku membuka ponsel Mas Randy, saat tak sengaja aku melihatnya. Jantung ini seperti ingin keluar dari tubuh dan membuat nadi berhenti seketika. Citra, nama yang tertera di ponsel suamiku. Jujur aku tak pernah lancang membuka atau ingin tahu tentang isi dalam benda pipih itu. Kepercayaan membuat diri ini tak pernah curiga atau menuduh hal yang tidak-tidak. Akan tetapi, apa ini? Kepercayaanku hilang seketika sesaat melihat pesan yang membuat hati ini meremuk. Tujuh belas tahun kami menikah, belum sekali pun Mas Randy menyakiti dan membuat luka yang teramat dalam. Aku menaruh kembali ponsel di nakas, seolah-olah tidak pernah tahu apa yang ada di dalamnya. Walaupun remuk hati ini, kuputuskan mencari tahu lebih dahulu tentang wanita itu, ah, gadis itu.  Terbaca jelas jika dia meminta uang untuk seko
Read more

Dua

Tubuh ini begitu lelah, apalagi setelah seharian menangisi kebusukan Mas Randi. Beban di pundak terasa berat untuk kupikul. Rasa itu masih teramat sakit, sungguh tak percaya jika suamiku melakukan perselingkuhan dan menodai janji suci pernikahan kami. Luka itu memang tak berdarah, tapi menorehkan sakit teramat dalam. Aku mengintip dari jendela kamar saat terdengar suara mobil Mas Randi memasuki halaman rumah. Apa yang akan dia lakukan lagi? Masih berani dia menampakkan batang hidung di depan wajahku. Beberapa teman arisan banyak yang bernasib sama. Padahal, mereka selalu bilang aku adalah orang yang paling beruntung karena usia pernikahan kami panjang. Mas Randi suami , dan tak pernah banyak menuntutku. Akan tetapi, hal itu kini menimpa diri ini. Nasib pernikahan kami di ujung tanduk. Suara ketukan pintu membuat aku tersadar dari lamunan. Pria itu sudah berada di hadapan, dia tahu kalau aku tida
Read more

Tiga

“Aku masih istri sah kamu, Mas!” Aku berteriak lantang, melangkah masuk ke rumah mirip gubuk itu.  Mas Randi terenyak, begitu pula dengan Citra dan ibunya. Mungkin Mas Randi tidak menyangka jika aku berada di rumah ini, sedangkan yang dia tahu aku sedang berbaring di tempat tidur. Wajah tua itu terlihat keheranan saat mendengar teriakan dari istri terzolomi ini. Begitu juga Citra, gadis itu hanya menundukan wajah tak berani menatapku. Lemas tubuh ini tak menghalangi untuk mengungkapkan kebenaran tentang kebusukan mereka berdua. Entah, ibunya pura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu.  “Ibu, istri Pak Randi?” tanya Ibu Citra. “Iya, sayangnya suami saya tercinta tidak mengakui pernikahan ini.” Netraku tajam menatap Mas Randi yang menunduk saat aku mencoba menerobos matanya. “Bu—buk
Read more

Empat

Aku tak begitu percaya dengan apa yang dituturkan Mas Randi. Kesalahannya menolong orang tanpa berpikir panjang dan berkomunikasi denganku, istrinya.  Munafik memanfaatkan nama orang yang sudah meninggal untuk kepentingan diri sendiri. Memang busuk pikiran Mas Rendy. Lagi, pikiran ini kacau jika mengingat perkataan Ibu gadis itu kalau suamiku adalah seorang duda. Hati ini rapuh, hancur berkeping-keping. Kapan suamiku menceraikan aku? Bahkan ia sangat baik padaku. “Tapi, tidak dengan mengaku sebagai duda, kan, Mas? Apa salahnya kamu bicarakan ini dahulu dengan aku.” Kutatap sinis pria dengan wajah memerah itu.  “Aku takut kamu tidak setuju.” Alasan picik membuat ia semakin bodoh. “Mas, hal seperti itu bukan perkara  setuju atau tidaknya. Tapi, ini masalah kenapa aku merasa kamu seperti menjadi s
Read more

Lima

“Bangun, Ma. Jangan membuang waktu menangisi pria tak punya hati seperti dia.” Raka membantu tubuh ini yang luruh ke lantai saat tak kuat mendengar semua penuturannya. Sesuatu hal paling ditakutkan adalah anakku mengetahui kebusukan sang ayah. Benar-benar di luar dugaan, Raka sudah mengetahui jika Mas Randi berselingkuh dengan Citra. Apa mereka saling mengenal dan memang satu sekolah dengan Raka? Mas Randi bangkit menghampiri kami. Sebelum itu, Raka sudah dulu pasang badan di depan aku. Putraku masih penuh luapan emosi, terlihat dari caranya menatap ayahnya. “Jangan berani melangkah maju, atau aku akan bertindak kasar lagi!” teriak Raka. “Anak kurang ajar. Masih sekolah saja sudah berani tak sopan. Aku yang membiayai sekolah kamu, beraninya kamu!” “Saya memang masih sekolah, salah
Read more

Enam

“Kalau kamu tetap ingin bercerai, aku tidak akan memberi sepeser pun harta untuk kalian.” Mas Renadi begitu tega mengatakan hal itu. Ia menyunggingkan senyum seolah-olah ia tak bersalah dan kami akan menyesal. Kalimat itu akhirnya terlontar dari mulut Mas Randi. Sekian lama dia membela diri dan mengelak perselingkuhannya, akhirnya dia mengakui semua itu. Lucu bukan, kini aku yang disingkirkan.  “Silahkan. Memang itu yang kamu mau, kan, Mas. Aku dan Raka akan pergi dari hidupmu. Tapi, ingat satu hal. Jangan mencari kami jika kamu jatuh terpuruk.” “Kamu menyumpahi aku?” Nada suaranya mulai meninggi.  “Tidak, tapi aku cemas saja jika karma akan lebih cepat datang padamu, Mas."  Aku menyeka bulir bening yang jatuh begitu saja dari pipi. Benar kata Raka, jangan membuang waktu untuk menan
Read more

Tujuh

Hari ini aku kembali ke Jakarta lagi karena ada beberapa hal yang belum selesai diurus seperti,  berkas-berkas kepindahan Raka. Banyak hal yang belum selesai setelah aku pindah ke Bandung. Mungkin karena memang dadakan dan pasti mengundang banyak pertanya. Apalagi teman-teman arisan yang memang hobby bergosip ria. Namun, aku tidak pernah menanggapi setiap pesan masuk atau bahkan yang sengaja menelepon diri ini. Gosip tetangang Mas Randi mungkin sudah jadi bahan gosip di arisan saat ini. Akan tetapi, aku tak mau mengurusinya. Hidupku saja sudah sangat sulit, apalagi jika mengurusi apa yang malas aku jelaskan. Waktu menunjukkan pukul 12.00, aku dan Raka berada di sebuah mall sesuai permintaan Raka yang ingin membeli sesuatu di tempat ini. Kasihan putraku, harus hidup sederhana dan meninggalkan semua kemewahan yang biasa dia dapat. Sekarang saja, kami hanya mampu makan di tepat paling murah. B
Read more

Delapan

Aku tak kuat dengan apa yang aku lihat. Kaki ini melangkah begitu saja menghampiri pasangan menjijikan itu. Puas, saat aku menarik lengan sang gadis murahan dan mendorongnya hingga tersungkur ke lantai. Beberapa orang sudah memperhatikan kelakuan bar-bar istri sah ini yang tak kuat menahan pedih. Aku sudah tidak peduli dengan cibiran orang sekitar. Hati ini masih belum puas ingin menghajarnya kembali. “Apa-apaan kamu Yasmin!” bentak Mas Randi sembari membantu simpanannya. Gadis itu meringis kesakitan, tetapi aku tak kan peduli hal itu. “Belum juga kamu kirimkan surat perceraian kita, kamu sudah berani menggandengnya.” Kumaki Mas Randi dengan puas.  “Tante, salah paham,” ucap Citra. “Lacur, tetap lacur dan nggak akan pernah menjadi Nyonya, walaupun kamu sudah menikah dengan Randi," ucapku semb
Read more

Sembilan

Aku melangkah cepat ke sekolah Raka. Akibat ulahnya mengirim video viral itu membuat geger satu sekolah. Namun, anakku tetap santai menanggapi, bahkan ia sibuk bersendau gurau bersama teman-temannya. Setelah kepala sekolah Raka menelepon dan meminta kejelasan maksud dari video itu, aku gegas ke Jakarta kembali bersama anakku. Sepertinya, sekalian saja aku menemui Hendri untuk membicarakan kasus perceraian dan harta gono gini. Di hadapanku, gadis perusak itu menudukkan kepala, seolah takut bertatap muka denganku. Kami semua berada di ruang kepala sekolah, aku, Raka, juga Angel—teman satu kelas Raka. “Bisa jelaskan pada saya, Bu. Tentang video yang disebar luaskan oleh Raka melalui Angel?” tanya Pak Hanif—kepala sekolah Raka. “Pak, maaf sebelumnya. Saya tidak tahu hal itu. Semuanya begitu saja dan saya tahu saat Bapak menghubungi saya.&rdq
Read more

Sepuluh

  Luapan emosi tak terbendung saat Mas Randi datang, lalu seenaknya memakiku. Aku seperti sudah tak mengenalnya. Datang dengan emosi yang meluap-luap. Kini, ia menjadi arogan dan penuh amarah. Pria itu kemarin menelepon dan ingin membicarakan perceraian. Seperti Hendri bilang, jangan menghindar dari Mas Randi. Temui saja dia dan cari tahu apa yang diinginkannya. Begitu pedih hati ini mendengar setiap cacian padaku. Aku tahu, bukan wanita sempurna, tetapi dia tak berhak mengatakan hal yang tidak baik. Untuk kesekian kali aku mencoba meraup oksigen, tapi dia seperti menghimpitku. Membuat dada ini sesak. Setiap kalimat yang ke luar dari mulutnya membuat hati bagaikan teriris pisau. Tajam dan menusuk. Rasanya aku tak sanggup bangkit setelah tertusuk. “Kamu, kan, yang mengajari Raka berlaku kurang sopan?” Suaranya mulai mening
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status