Home / Romansa / Suamiku Sugar Daddy / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Suamiku Sugar Daddy: Chapter 31 - Chapter 40

42 Chapters

Tiga Puluh Satu

"Suster Bella, tolong bawa wanita gila ini ke luar!" perintahku pada Suster Bella. "Siap, Dok."Suster Bella berbicara dengan Citra. Memang tidak tahu malu. Sudah gila, kenapa ia bisa sembuh. Harusnya ia mendekam di rumah sakit jiwa untuk selamanya. Seperti dulu, kenapa Citra tidak mati dalam kecelakaan itu."Saya bisa ke luar sendiri. Raka, aku tetap menunggu kamu."Aku tidak sudi mendengar penuturan Citra. Wanita perusak seperti dia kenapa ada di muka bumi ini. Setelah Suster Bella mengusir Citra, ia diam tanpa bertanya apa pun. Namun, setelah semua pasien habis, ia mulai bertanya-tanya padaku tentang wanita gila itu."Dok, dia mantan pacar, Dokter Raka?""Bukan.""Oh, pasti mantan cewek yang pernah ngejar-ngejar, tapi cintanya ditolak, ya, kan?"Benarkan aku bilang, Suster Bella pasti banyak bertanya. Kali ini ia serius, sebab aku sangat marah saat kedatangan wanita labi
Read more

Tiga Puluh Dua

Kata-kata Marco masih terngiang di kepalaku. Aku sama sekali tidak berniat merebut hati Angel. Apalagi menjadi pebinor. Tidak akan pernah.Reuni tadi sangat berkesan. Saat wajah cantik itu terlihat begitu bahagia bersama sang suami, aku hanya bisa menatap dengan luka. Kalau saja aku tidak datang, mungkin rasa ini tidak akan ada. Suntuk memang rasanya. Aku ke luar kamar untuk mencari angin. Luna menatap layar TV dengan serius. Tumben sekali dia sudah pulang kerja. Tidak seperti biasa, suka minta jemput malam hari."Ka, mau ke mana?" tanya Luna."Cari angin.""Angin dicari. Istri cari kenapa. Jomblo nggak enak tahu," ejek Luna.Aku tersenyum mendengar perkataan adik tiriku. Menggurui orang bisa, dia sendiri saja tidak memiliki pacar. Dasar labil."Melati mana?" Tiba-tiba saja mulut ini tidak bisa di rem. Kenapa menanyakan Melati?"Sudah tidur. Katanya capek di rumah terus. Be
Read more

Tiga Puluh Tiga

Malam ini udara begitu panas,aku beranjak duduk di depan TV. Pukul 21.00 orang rumah sudah pada tidur. Namun, Mama ke luar dari kamarnya. Usianya kini sudah mulai menua, tetapi dia semakin cantik di mataku. Mama, dia yang menjadi semangatku untuk menjadi seperti sekarang. Pengorbanannya, dan semua yang telah kami alami selama ini.Perjalanan hidup kami yang begitu terseok-seok, sampai bertemu dengan Om Hendri. Mama bahagia dengannya, semoga saja mereka berjodoh sampai akhir nanti."Ka, belum tidur?" Mama menyapa sambil duduk di sampingku."Belum, lagi kegerahan.""Emang AC nggak nyala?"Aku tersenyum kecil, benar kata Mama, AC bisa menyegarkan. Kali ini bukan tubuh yang panas, tapi perasaan terasa gundah. Memikirkan undangan Papa untuk makan malam. "Nggak usah bohong, kenapa? Cerita sama Mama," desak Mama."Tahu aja," celotehku."Tahulah, kamu pikir Mama baru kemarin keluar
Read more

Tiga Puluh Empat

"Setelah selesai persidangan, kamu mau bagaimana?" tanyaku.Melati menghentikan makannya. "Aku nggak tahu, mungkin akan melanjutkan kuliah, Ka."Om Hendri pernah bilang, Melati tidak melanjutkan kuliah karena menikah dulu. Padahal, kedua orang tuanya yang akan menanggung biaya kuliah Melati. Namun, tetap saja dia tidak mau.Kasihan, andai saja dia kuliah, mungkin sekarang dia bisa menikmati pekerjaan yang tertunda."Kamu sabar saja, pasti hal baik akan datang padamu." Tanpa sadar tangan ini menggenggam tangan Melati. "Terima kasih, Ka."Aku seperti mimpi atau ini nyata. Seulas senyum terpancar dari wajah cantik yang berdiri di hadapanku. Langsung aku melepas genggaman tangan ini.Angel, sedang apa ia di sini? Pasti dia berpikir aku dan Melati adalah sepasang kekasih. "Hai, Ka," sapanya."Ngel, sedang apa?" tanyaku."Nebus obat Mama, nggak sengaja haus ke kantin.
Read more

Tiga Puluh Lima

Sepulang dari menginap di rumah Tante Arni, aku langsung ke rumah sakit. Dari semalam tidak bisa tidur memikirkan Angel, ada apa denganku? Aku tidak mau terlihat bodoh dengan mencinta istri orang lain.Sepanjang jalan, aku terus saja berpikir. Andai saja aku memiliki kekasih, pasti hati ini tidak akan pernah memikirkannya lagi. Apa mulai sekarang harus mencari wanita baru? Tapi, siapa?Melati? Ah, aku ragu, dia baru saja bercerai dari suaminya. Nanti, aku dibilang pebinor. Lebih baik aku cari saja suster muda yang cantik. Kuparkirkan mobil ini di tempat biasa. Aku melangkah masuk ke rumah sakit. Netra ini tidak henti memperhatikan sekeliling. Banyak suster yang menyapa, tapi aku tidak merasa ada fell."Dokter Raka, cepat ke IGD. Ada kecelakaan parah."Aku segera berlari menghampiri ruang IGD. Langkah ini berhenti saat melihat seorang wanita yang aku kenal menangis histeris di depan sebuah zenajah.
Read more

Tiga Puluh Enam

Sudah hampir dua bulan Angel masih dengan kondisi yang sama. Hari ini aku segera menemuinya di rumah sakit dengan keadaan ia hampir menyayat tangannya dengan pisau. Ngilu rasanya, aku harus bagaimana? Kasihan ibunya yang sangat cemas mengurus Angel. Sementara, ia terus-menerus memanggil nama sang suami. Aku tahu, ia terlalu cinta, dan aku sadar selama ini jika namaku tidak pernah ada di hatinya."Ibu nggak tega, Nak Raka. Apa Angel harus ada di rumah sakit jiwa?" tanya sang ibu.Angel tidak boleh masuk ke rumah sakit jiwa. Di sana hanya tempat orang tidak waras, sedangkan Angel hanya trauma dan aku yakin ia bisa sembuh total.Apa yang bisa aku lakukan untuknya? Angel sudah terlelap dengan suntikan obat bius. Gegas aku berbicara dengan Dokter Arumi yang menangani Angel."Bisa sembuh kembali, kan, Dok?" tanyaku."Bisa, asal sabar.""Bagaimana caranya, Dok?""Temani dia agar tidak merasa sendi
Read more

Tiga Puluh Tujuh

Mama memintaku untuk berpikir ulang menikahi Angel. Namun, aku tetep pada pendirian awal untuk meminang Angel menjadi istriku. Hari ini sengaja aku datang ke rumah Papa untuk meminta pendapatnya. Apa sama dengan yang mama pikirkan atau berbeda. Sudah lama sekali aku tidak meminta pendapat pria yang begitu lama aku musuhi."Pa, aku ingin bicara, bisa?""Raka, kapan datang?""Tadi, Pa. Papa asik menonton TV.""Iya, sampai nggak tahu kamu datang. Bicara apa?""Sebenernya bukan bicara, tapi meminta saran.""Duduk sini." Papa menepuk sofa meminta aku untuk duduk di sampingnya. Aku menghampirinya dan menghempaskan tubuh ini. Film yang ia tonton tidak berubah. Tetap suka dengan action.Raut wajahnya sudah terlihat sangat tua. Namun, sudah lebih segar dari waktu ia bertemu denganku. Mungkin benar kata Budhe Airin, obat kesehatan Papa adalah aku. Bertemu dengan anaknya
Read more

Tiga Puluh delapan

Malati bangkit, tetapi cepat aku menarik lengannya meminta ia kembali duduk, untuk mendengarkan penjelasanku. Bola matanya memutar malas, ya, aku tahu kesalahan membuat wanita berprasangka tidak baik. Seperti yang dikatakan Mama, jangan memberikan seseorang harapan jika kita tidak bisa memberikannya kepada dia. Ah, mumet urusannya."Mel, dengerin aku, ya. Maaf, sebelumnya telah membuat kamu merasa aku memberikan perhatian lebih. Jujur, aku tertarik denganmu. Namun, semuanya tidak bertahan, karena aku masih mencintai Angel.""Laki-laki memang semua buaya. Karena suaminya tidak ada, dan dia tidak sadar, kan? Kamu memanfaatkan keadaan saat Angel sakit? Iya, kan?""Aku nggak seperti yang kamu bicarakan. Aku sungguh mencintai Angel. Aku mau dia sembuh, masalah dia setelah sembuh mau bersamaku atau tidak, aku ikhlas.""Bulsyit, mana ada orang seperti itu. Ka, aku nggak kenal sama kamu, dan sampai saat ini, aku tida
Read more

Tiga Puluh Sembilan

"Sah." Kalimat itu menggema beberapa jam lalu, disaksikan beberapa orang dari keluarga dan tetangga sekitar rumah Angel. Mereka menyaksikan acara sakral kami. Mama akhirnya menerima pernikahanku dengan Angel. Diiringi isak tangis, ia memelukku erat. Aku tahu ia kecewa, tetapi ini pilihan, dan jalanku. Tidak ada resepsi pernikahan, hanya ada akad biasa yang setelah itu selasai setelah ijab kabul. Mama masih bisa memberikan senyum pada ibunya Angel. Ia pintar menyembunyikan perasaan, dan menjaga perasaan orang lain. Tidak seperti sinetron, dia bersikap tenang, seolah memang ia menerima pernikahan ini dengan ikhlas. Semalam ia menyerah dan memberikan restunya. Ia bilang selalu mendoakan yang terbaik untukku. Kini, aku harus berjuang sebagai seorang suami. Mengembalikan Angel seperti dulu. Menyembuhkan depresi yang dialaminya. Dengan balutan kebaya putih, ia terlihat san
Read more

Empat Puluh

Mama bertanya kembali apa aku mau tinggal bersama mereka. Mama bisa membantu Ibunya Angel dalam merawat Angel. Namun, aku ragu, karena Angel masih suka histeris dan menyerang. Jika kutolak, Mama pasti sedih. Ia menginginkan aku tetap bersamanya. Sepertinya aku harus meminta pendapat pada Ibu mertuaku, juga Om Hendri jika aku tinggal di sana dengan kodisi istriku yang seperti ini."Kondisi Angel belum stabil, apa tidak akan menggangu kalian?" tanyaku diikuti anggukan Ibu mertua."Nggak, Ka. Kita bantu Angel bersama, Mama mau kalian bahagia secepatnya." Penuturan Mama mambuat aku tersentuh.Aku melirik Om Hendri, seolah meminta pendapatnya. Pria berjas hitam itu tersenyum dan memberikan anggukan tanda dirinya juga setuju dengan permintaan Mama."Demi kebahagiaan kamu, Ka. Mama rela melakukan apa pun, Mama tahu kamu mencintai Angel. Seharusnya Mama mendukung kamu dalam proses menyembuhkannya."Lagi, Mama membuat ak
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status