Semua Bab Suamiku Sugar Daddy: Bab 21 - Bab 30

42 Bab

Dua Puluh Satu

Aku menarik napas panjang saat Citra sudah pergi dari rumahku. Sampai tak bisa berpikir, kok, ada perempuan yang harga dirinya hilang. Dia merebut suamiku setelah itu, datang meminta pertanggungjawaban Raka, anakku. Aku memandang Raka yang sedari tadi mengusap wajah kasar. Anak laki-lakiku tertawa lebar saat menatap aku. Mungkin sama yang ada dipikirannya kalau Citra sudah gila. Mungkin akibat benturan pada kecelakaan waktu itu jadi otak Citra gesrek. Entah mimpi apa semalam aku kedatangan orang model Citra. Masih mudah sudah gila harta, kasihan hidupnya. "Ma, jangan dipikirin. Kayanya gila," ucap Raka.  Lagi, aku dibuatnya tertawa ketika mengingat dengan lantang Citra bilang dia korban. Haduh, pelakor dasar. Otak belum sempurna dipaksa mikir. Jadinya kacau apa yang diutarakan pada kami. "Ah, Mama nggak mikirin, Ka. Lucu aja dengerny
Baca selengkapnya

Dua puluh dua

Yasmin memberitahu Raka tentang kabar Papanya. Percobaan bunuh diri Randi bisa tertolong karena Arni cepat membawanya ke rumah sakit. Raka bergeming sesaat. Namun, dia membuka suara perihal kejadian yang sengaja terjadi oleh Randi. Walau tak banyak bicara, dia memeluk sang ibu. "Kita sudah punya kehidupan masing-masing, Ma, semenjak dia memilih menduakan cinta Mama." "Iya, Ka. Mama juga tahu." Yasmin bertekad untuk melupakan semua. Kehidupan barunya lebih memberikan dia kebahagiaan. Terlepas dari pria berengsek membuat dia kembali berseri. Raka tak menyangka pikiran sang ayah sedangkal itu. Mencari simpati untuk mendapatkan maaf dengan cara yang salah. Padahal dia tahu kesalahannya begitu besar. Semua tak akan pernah terlupakan oleh Raka. Dia akan terus mengingat perlakuan sang ayah padanya, terutama pada sang ibu. 
Baca selengkapnya

Dua Puluh Tiga

Karma Untuk Citra Pemberitaan kali ini membuat geger Kavling Cagak. Sebab gadis berusia tujuh belas tahun dua hari lalu ditemukan di gudang kosong tanpa busana. Keadaannya parah dengan sekujur tubuh penuh luka lebam.  Tubuh wanita tua itu terduduk lemas saat menerima sebuah kabar tentang sang putri. Bulir bening mengalir derat di pipi keriputnya. Kalau saja gadis itu mendengarkan ucapan sang ibu, kejadian naas ini tak mungkin terjadi. "Lepaskan! Pergi! Jangan mendekat! Ibu, mereka orang jahat. Argh ...." "Dokter, tolong anak saya, Dok."  "Iya, Bu. Kami akan berusaha, sepertinya anak Ibu depresi." Wajah kuyu itu begitu terpukul mendengar ucapan sang dokter. Bagaimana tidak, anaknya kini harus mendekam di rumah sakit jiwa karena saat kemarin sadar, dia mencoba menusukkan pisau ke suster. 
Baca selengkapnya

Dua puluh empat

"Maaf, Mas. Aku tak bisa kembali bersama kamu." Ada yang sakit di dada Randi. Rasanya sama seperti pisau yang tergores di nadinya tadi. Namun, kali ini sakit itu tak berdarah. Melainkan hanya nyeri yang teramat dalam. Yasmin pun tak kuasa menahan bulir bening yang begitu saja luruh ke pipinya. Sekian lama mereka merajut pernikahan, bisa kandas oleh orang ketiga. Penyesalan dalam hati pria itu tak dapat mengembalikan rasa yang terluka olehnya. Air mata yang tumpah begitu deras pun tak akan bisa di hapuskan begitu saja. "Aku benar-benar menyesali kebodohanku. Memungut kerikil dan membuang berlian." Yasmin menarik napas, lalu membuang kasar. Tak mau berlama-lama, dia pamit untuk ke luar ruangan. "Aku pamit, jaga diri kamu. Jangan berbuat kebodohan lagi." "Yas," ucapnya lirih.
Baca selengkapnya

Dua Puluh Lima

Setahun sudah setelah perceraianku, hidup yang aku jalani bersama Raka terasa lebih baik. Apalagi Raka sudah hampir kelulusan sekolah. Hubunganku dengan Hendri, masih sama seperti dulu. Kami menjalin hubungan pertemanan yang baik. Walaupun dia masih sering meminta aku menjadi istrinya. Sore ini Raka berjanji pulang cepat setelah pulang sekolah. Aku merindukan masa-masa kecil anak lelakiku. Ternyata, dia sudah beranjak dewasa. Aku menggeleng saat melihat kamar tidurnya tak pernah rapi.  "Amplop apa ini?" Aku membuka perlahan amplop coklat ini. Di sini tertulis sebuah univeritas ternama di Amerika. Sejak kapan Raka memiliki amplop ini? Harusnya aku bahagia saat membaca hasil tes masuk universitas itu. Raka lulus dalam tes seleksi beasiswa unversitas di Amerika. Hati ini sesak, aku tidak ingin berpisah dari anakku. Akan tetapi, tidak boleh egois dengan sikap ini.
Baca selengkapnya

Dua puluh enam

Season Dua Tidak pernah ada yang namanya mantan anak. Hanya ada mantan istri. Berulang kali Randi meminta maaf pada Raka, sang anak sama sekali tidak mau memaafkannya. Sudah enam tahun lamanya, Raka pun sudah kembali bersama Yasmin. Setelah menempu pendidikan di luar negeri. Kini, mereka terkadang memanggilnya dengan sebutan Dokter Raka."Dia tetap Papa kamu, Nak," ujar Yasmin."Aku sudah lama menganggapnya tidak ada, Ma. Sejak dia mengusir kita. Apa Mama lupa?" Raka mencoba mengingatkan sang ibu."Ka," panggil Yasmin lirih."Sudah, Yas. Jangan paksa Raka, emosinya masih belum stabil. Kalau kamu paksa, malah kalian tidak henti berdebat." Kini Hendri merelai mereka berdua.Yasmin hanya ingin sang anak tetap baik pada sang ayah. Namun, luka di hati Raka belum juga sembuh. Perselingkuhan Randi, membuat trauma besar dalam hidup sang anak. Sejak perceraian kedua orang tuanya. Raka tidak
Baca selengkapnya

Dua Puluh Tujuh

"Raka."Aku itu menoleh saat suara yang kukenal terdengar memanggil. Aku bangkit, dan langsung mencium takzim Bude Arni. Tidak menyangka bisa bertemu di tempat makan ini."Bude gabung sini," ujar Luna."Boleh, Budhe juga lagi nggak ada urusan."Sejenak aku terdiam, jujur saja tidak begitu suka berlama-lama bersama Budhe Arni. Pasti nanti akan membahas masalah adiknya. Itu sangat aku hindari.Walaupun keberatan, aku harus tetap bersikap ramah. Bagaimanapun Budhe orang tua."Kamu sama Mama sehat, Ka?" "Sehat, Budhe."Sejenak kami terdiam dalam pikiran masing-masing. Setelah itu, Luna lebih dahulu pamit karena jam makan siangnya sudah hampir habis. Aku tahu, setelah Luna pergi, akan ada sesuatu yang membuat moodku kurang baik."Budhe mau bicara, Raka bersedia mendengarkan?""Selagi itu bukan tentang dia."Budhe Arni pasti paham yang kusebut den
Baca selengkapnya

Dua Puluh Delapan

Mimpi itu selalu datang. Hinaan teman satu sekolah masih terngiang di telinga. Jika aku tidak kuat, mungkin akan seperti Melati. Mencoba mengakhiri hidup untuk menghilangkan semua rasa malu.Dia menorehkan luka, tetapi kini memohon maaf untuk kesekian kali. Jika semua kesalahan seseorang mudah dimaafkan, maka akan kembali mengulangnya. Sebuah catatan kecil di ponsel berbunyi. Aku lupa menghapusnya. Sebuah tanggal yang kulingkari sebagai tanda pengingat tentang hari kelahiran Angel. Sejak perpisahan itu, ia tidak pernah muncul dan memberikanku kabar. Angel menepati janji untuk pergi dan tak akan muncul di hadapanku lagi. Namun, kali ini aku merindukannya.Kupostiny di halaman instagramku.'Selamat ulang tahun, untuk kesekian kali, hanya itu yang bisa aku katakan.'Tanpa bisa meng tag namanya. Walau aku tahu, ia aktif dan masih berteman di instagramku. Foto cantik Angel lewat di timelineku,
Baca selengkapnya

Dua puluh sembilan

Suara keributan memancingku turun ke lantai bawah. Gegas kupercepat langkah karena mendengar teriakan Mama dan Luna.Aku berlari saat melihat tubuh Mama tersungkur ke lantai. "Bajingan!" Kutarik kerah baju pria itu, tangan ini tak kuasa Manahan emosi. Kulayangan pukulan keras menghantam perut pria berkaos hitam yang mendorong Mama."Raka, sudah!"Kalau Om Hendri tak menarik tubuh ini, habis pria itu ditanganku. Siapa pun, tida ada yang boleh memukul Mamaku.Ia memegangi perutnya, kuedarkan pandangan kesekeliling, Melati berlindung di belakang Luna. Apa pria ini suami Melati?"Lo berani masuk rumah ini, berani mendorong nyokap gue, gue habisi!""Gue nggak ada urusan sama nyokap, lo. Ini urusan gue sama istri gue, Melati. Makanya jangan sok pahlawan kesiangan semuanya." Suami Melati itu berujar sangat kasar. Benar, pria kasar ini suami Melati. Pantas saja Melati ingin b
Baca selengkapnya

Tiga Puluh

Bagaimana juga dia memang Papaku. Benar kata Mama, tidak ada bekas anak. Aku benci dalam posisi seperti ini."Argh!"Berteriak pun tidak akan bisa membuat semua kembali. Gemuruh dalam dada membuat kembali diri ini sesak. Untuk apa dia datang lagi? Seperti luka yang sudah kering, kini menganga kembali."Kamu kenapa, Ka?" tanya Mama menghampiri aku di kamar."Raka tidak apa-apa. Hanya saja banyak yang membuat hati mengganjal. Untuk apa mereka kembali mengganggu aku?""Siapa? Papamu?""Iya.""Ka, dia hanya ingin berdamai dengan kamu. Maaf dari kamu sangat berharga baginya. Ia sudah mendapatkan balasan atas kesalahannya. Lumpuh permanen."Aku bukan Mama yang mudah memberikan maaf. Menjalin hubungan dengan lawan jenis pun aku trauma. Takut dengan semua ikatan, ngeri jika aku dikhianati. Kasus Melati, mengingatkan aku pada kisah kelam Mama. Perselingkuhan, mengorbankan perasaan.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status