Share

Enam

Penulis: Galuh Arum
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-28 18:47:03

“Kalau kamu tetap ingin bercerai, aku tidak akan memberi sepeser pun harta untuk kalian.” Mas Renadi begitu tega mengatakan hal itu. Ia menyunggingkan senyum seolah-olah ia tak bersalah dan kami akan menyesal.

 

Kalimat itu akhirnya terlontar dari mulut Mas Randi. Sekian lama dia membela diri dan mengelak perselingkuhannya, akhirnya dia mengakui semua itu. Lucu bukan, kini aku yang disingkirkan. 

 

“Silahkan. Memang itu yang kamu mau, kan, Mas. Aku dan Raka akan pergi dari hidupmu. Tapi, ingat satu hal. Jangan mencari kami jika kamu jatuh terpuruk.”

 

“Kamu menyumpahi aku?” Nada suaranya mulai meninggi. 

 

“Tidak, tapi aku cemas saja jika karma akan lebih cepat datang padamu, Mas." 

 

Aku menyeka bulir bening yang jatuh begitu saja dari pipi. Benar kata Raka, jangan membuang waktu untuk menangisi pria berengsek seperti Mas Randi. Untuk apa bertahan jika kemolekan tubuh gadis muda lebih menarik dari aku yang sudah berkepala tiga. Dengan langkah gontai aku meninggalkan calon mantan suami dan gegas ke kamar untuk berkemas.

 

Hilang sudah harapan menua bersama. Aku benci takdir ini, tetapi Tuhan mungkin memiliki hal yang lebih baik dari ini.

 

Tak banyak yang akan aku bawa, hanya beberapa baju saja itu pun bukan pemberian Mas Randi. Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa pernikahan yang terjadi delapan belas tahun lalu harus kandas di tangan orang ketiga. Badai itu begitu dasyat menghantam pertahananku.

 

Aku tak kuat dengan cobaan dasyat ini. Jiwa raga terasa sakit memikirkan hal itu. Haruskah aku bertahan dengan keadaan? 

 

Lagi-lagi air mata ini jatuh. Bukan perkara mudah melupakan rasa cinta untuk Mas Randi. Bagaimanapun, kami pernah saling cinta, dan melengkapi. Benteng pertahanan pernikahan kami runtuh begitu saja. Bagaimana nasib  Raka nanti? Sekolah dan cita-citanya kelak jika aku tak sanggup membiayainya?

 

“Kamu masih bisa merubah keputusan kamu sebelum ke luar dari rumah ini,” ucap Mas Randi. Pria itu ternyata berdiri di ambang pintu menunggu aku keluar dan mengubah pendirian.

 

“Keputusan yang aku buat sudah bulat. Maaf, Mas, jangan paksa aku menerima seorang madu, apalagi yang seharusnya menjadi anak.” Aku tak mau menjadi wanita bodoh yang begitu saja menerima poligami.

 

“Dasar keras kepala. Bisa apa kamu hidup di luar tanpa uang dariku? Apalagi anakmu?”

 

“Jangan meremehkan aku, Mas. Kita lihat, siapa yang akan menjadi terdepan. Kamu atau anakku, Raka.”

 

“Percaya diri sekali kamu. Anak masih sekolah saja kamu banggakan. Zaman sekarang yang berijasah saja banyak menganggur, apalagi hanya lulusan SMA,” cerca Mas Randi.

 

Takabur sekali Mas Randi. Semua sudah digariskan Allah, jangan menganggap remeh aku. Bisa saja malah dia yang bangkrut. Raka pasti marah jika mendengar perkataan menyakitkan ayahnya.

 

“Terserah kamu saja.”

 

Aku gegas membangunkan Raka. Dia terbangun dan memindai wajahku dan koper yang ada di tangan ini.  

 

“Mau kemana?” tanyanya.

 

“Kita pergi, kemasi baju kamu dan tinggalkan yang bukan milik kita. Biarkan orang serakah yang menikmati rumah ini. Suatu saat kita akan memilikinya lagi.”

 

Raka mengerti dengan ucapaku. Dia gegas merapikan baju dan keperluan sekolahnya. Aku bisa melihat saat tangannya menaruh konci motor kesayangan di nakas. 

 

“Kamu sedih meninggalkan motor kesayanganmu?” tanyaku.

 

“Aku lebih sayang Mama. Aku tidak mau harga diri Mama dijatuhkan oleh pria itu. Aku mendengar semua dan setuju dengan semua keputusan Mama. Kita pergi, Ayo.”

 

Kami melangkah beriringan melewati Mas Randi yang duduk di ruang tamu. Tatapan itu tak sama seperti yang selalu dia berikan. Aku kalah kali ini, tapi tak ada penyesalan dalam hati ini. Semua memang harus terjadi dan aku ikhlas menerima. Mas Randi bergeming, sama sekali tidak mencegahku. Pengabdian sebagai seorang istri berakhir dengan luka.

 

Kembali aku menatap rumah lama itu dengan kenangannya. Kini aku harus pergi dan menerima jika aku kalah saat ini.

 

--GaluhArum—

 

Aku memutuskan pulang ke kota Bandung, kembali menepati rumah peninggalan kedua orang tua saat mereka masih ada. Sudah sangat lama aku tak berkunjung ke tempat ini. Untung saja, ada Bi Sarti yang setia membersihkan rumah kosong ini. Perjalanan dua jam dari Jakarta membut Raka lelah, dia tertidur di sofa tanpa membuka sepatu.

 

Bi Sarti menyambut hangat kedatangan kami. Wanita tua itu sibuk mengolah makanan untuk kami. Tak lupa dia menyediakan air hangat untukku mandi. Ada rada tidak enak dengan kesetiaan wanita baik hati itu, kini aku tidak bisa membayar untuk membersihkan rumah ini. Aku tersadar dari lamunan saat Bi Sarti sudah berada di sampingku. Teh hangat dan cemilan kue.

 

“Mbak Yasmin, tumben datang nggak ngabarin?” tanya Bi Sarti. Tangannya sigap memijit-mijit tanganku. 

 

“Bi, pernikahan saya dan Mas Randi berakhir di pengadilan agama. Mas Randi berselingkuh, Bi.” Aku memeluk tubuh rentan itu. 

 

Tangan keriput Bi Sarti mengelus lembut punggungku. Teringat sebuah pesan darinya waktu itu tentang pernikahan.

 

“Doakan suamimu, biar lancar rezekinya.”

 

“Harus, Bi?”

 

“Haruslah. Karena doa seorang istri manjur. Jadi, jika dia menyakitimu maka hidupnya tak akan bahagia.”

 

Aku tersadar dari lamunannya saat Bi Sarti mengelus punggung tangan dan mencoba menguatkan aku. Bersabar adalah satu kata yang ampuh dalam menjalani cobaan. Hanya itu jalan satu-satunya dari pada menangisi semua yang sudah terjadi.

Raga tak bisa berbohong jika hati ini masih menyisakan sesak di dada. Terkadang aku memikirkan hal itu, pernikahan yang aku jaga kini sirna begitu saja.

 

Harta tidak lebih baik dari kebahagiaan Raka. Bersama Mas Randi sama saja membuat trauma pada diri anakku. Tidak seharusnya dia meraskan hal ini, masa remaja dengan berbagai permasalah. 

 

---GaluhArum---

 

Sudah hampir sebulan aku di Bandung semenjak permintaan Mas Randi untuk menikahi Citra. Dua hari lalu aku kembali menginjakkan kaki di Jakarta untuk mengurus berkas kepindahan sekolah Raka. Raka pun setuju untuk tinggal dan menentap di kota ini. 

 

“Ka, Mama hanya bisa mendaftarkan kamu di sekolah negeri biasa. Uang Mama nggak cukup.”

 

“Di mana aja, Ma. Asal Raka bisa sekolah.”

 

Jujur, aku tak sanggup melihat netra Raka yang sendu. Dari kecil dia terbiasa dengan kewahan, tapi kini dirinya harus menerima perubahan begitu cepat. Ponsel mahal milik Raka, sengaja dia tinggalkan karena benda pipih itu adalah hadiah pemberian Mas Randi. Dia kuat, walaupun aku sering melihat anakku menyendiri. 

 

“Bi Sarti sudah memberikan Mama beberapa info sekolah. Sebelumnya kamu aan di tes karena kamu masuk pertengahan.”

 

“Iya, Ma.”

 

Setelah itu dia tidak banyak bicara lagi. Raka kembali ke halaman rumah sembari memperhatikan mobil yang berlalu lalang karena rumahku berada di pinggir jalan.

 

--GaluhArum--

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab terkait

  • Suamiku Sugar Daddy   Tujuh

    Hari ini aku kembali ke Jakarta lagi karena ada beberapa hal yang belum selesai diurus seperti, berkas-berkas kepindahan Raka.Banyak hal yang belum selesai setelah aku pindah ke Bandung. Mungkin karena memang dadakan dan pasti mengundang banyak pertanya. Apalagi teman-teman arisan yang memang hobby bergosip ria. Namun, aku tidak pernah menanggapi setiap pesan masuk atau bahkan yang sengaja menelepon diri ini.Gosip tetangang Mas Randi mungkin sudah jadi bahan gosip di arisan saat ini. Akan tetapi, aku tak mau mengurusinya. Hidupku saja sudah sangat sulit, apalagi jika mengurusi apa yang malas aku jelaskan.Waktu menunjukkan pukul 12.00, aku dan Raka berada di sebuah mall sesuai permintaan Raka yang ingin membeli sesuatu di tempat ini. Kasihan putraku, harus hidup sederhana dan meninggalkan semua kemewahan yang biasa dia dapat. Sekarang saja, kami hanya mampu makan di tepat paling murah. B

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-30
  • Suamiku Sugar Daddy   Delapan

    Aku tak kuat dengan apa yang aku lihat. Kaki ini melangkah begitu saja menghampiri pasangan menjijikan itu. Puas, saat aku menarik lengan sang gadis murahan dan mendorongnya hingga tersungkur ke lantai. Beberapa orang sudah memperhatikan kelakuan bar-bar istri sah ini yang tak kuat menahan pedih.Aku sudah tidak peduli dengan cibiran orang sekitar. Hati ini masih belum puas ingin menghajarnya kembali.“Apa-apaan kamu Yasmin!” bentak Mas Randi sembari membantu simpanannya. Gadis itu meringis kesakitan, tetapi aku tak kan peduli hal itu.“Belum juga kamu kirimkan surat perceraian kita, kamu sudah berani menggandengnya.” Kumaki Mas Randi dengan puas.“Tante, salah paham,” ucap Citra.“Lacur, tetap lacur dan nggak akan pernah menjadi Nyonya, walaupun kamu sudah menikah dengan Randi," ucapku semb

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Suamiku Sugar Daddy   Sembilan

    Aku melangkah cepat ke sekolah Raka. Akibat ulahnya mengirim video viral itu membuat geger satu sekolah. Namun, anakku tetap santai menanggapi, bahkan ia sibuk bersendau gurau bersama teman-temannya.Setelah kepala sekolah Raka menelepon dan meminta kejelasan maksud dari video itu, aku gegas ke Jakarta kembali bersama anakku. Sepertinya, sekalian saja aku menemui Hendri untuk membicarakan kasus perceraian dan harta gono gini.Di hadapanku, gadis perusak itu menudukkan kepala, seolah takut bertatap muka denganku. Kami semua berada di ruang kepala sekolah, aku, Raka, juga Angel—teman satu kelas Raka.“Bisa jelaskan pada saya, Bu. Tentang video yang disebar luaskan oleh Raka melalui Angel?” tanya Pak Hanif—kepala sekolah Raka.“Pak, maaf sebelumnya. Saya tidak tahu hal itu. Semuanya begitu saja dan saya tahu saat Bapak menghubungi saya.&rdq

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-02
  • Suamiku Sugar Daddy   Sepuluh

    Luapan emosi tak terbendung saat Mas Randi datang, lalu seenaknya memakiku. Aku seperti sudah tak mengenalnya. Datang dengan emosi yang meluap-luap.Kini, ia menjadi arogan dan penuh amarah. Pria itu kemarin menelepon dan ingin membicarakan perceraian. Seperti Hendri bilang, jangan menghindar dari Mas Randi. Temui saja dia dan cari tahu apa yang diinginkannya.Begitu pedih hati ini mendengar setiap cacian padaku. Aku tahu, bukan wanita sempurna, tetapi dia tak berhak mengatakan hal yang tidak baik.Untuk kesekian kali aku mencoba meraup oksigen, tapi dia seperti menghimpitku. Membuat dada ini sesak. Setiap kalimat yang ke luar dari mulutnya membuat hati bagaikan teriris pisau. Tajam dan menusuk. Rasanya aku tak sanggup bangkit setelah tertusuk.“Kamu, kan, yang mengajari Raka berlaku kurang sopan?” Suaranya mulai mening

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-02
  • Suamiku Sugar Daddy   Sebelas

    Berkas perceraian sudah masuk pengadilan. Aku tinggal menunggu panggilan persidangan. Semakin dekat, aku malah semakin takut menghadapinya. Entah, perasaan apa ini? Semua berkecamuk menjadi satu.Raka sudah masuk sekolah lagi, setelah ia lolos dalam seleksi bea siswa. Wajahnya sangat semringah saat berbicara dirinya bisa kembali belajar bersama teman-temannya.Aku pun merasa senang, anakku sudah ceria kembali. Apa lagi ia sudah puas melihat Citra dikeluarkan kepala sekolahnya.Keseharianku kini membantu usaha temanku di butik. Ia tahu aku kesusahan dan menawarkan menjadi bagian dari usahanya. Walaupun hanya sebagai spg. Tak masalah, asalkan Raka bisa jajan dan makan.Aku memejamkan mat

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Suamiku Sugar Daddy   Dua Belas

    Menanti persidangan kedua membuat aku semakin tak tenang. Keinginan kali ini adalah secepatnya mengurus masalah perceraian dengan Mas Randi. Aku tak mau menunda semuanya.Sepulang sekolah anakku memeluk erat tubuh ini. Bau matahari di tubuhnya terasa nano-nano. Belum lagi warna kulitnya yang berubah menjadi hitam karena kini ia pulang dan pergi sekolah naik angkot."Bau asem, Ka. Mandi dulu, sana.""Wangi, Mah.""Ish ... dasar.""Mama nggak jaga butik?""Kalau hari Senin, Mama libur, Ka."Raka mengiyakan ucapanku. Tak lama ia bergegas mandi setelah aku mendorongnya ke kamarnya. Wajah anakku sekarang lebih segar dari kemarin. Mungkin ia sudah lebih baik dengan masalah yang kami hadapi.Aku megambil ponsel yang berdering di nakas. Panggi

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Belas

    Aku tercengang mendengar ibunya Citra membantah tentang kondisi sang anak. Apa ia tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu apa-apa? Wanita tua itu hampir saja terjatuh kalau Raka tak menopang tubuh ringkihnya."Mau Raka antar?"Wanita tua itu menepis tangan Raka. Wajahnya nampak memerah seperti menahan amarah. Lalu, ia memindai ke arah aku dan Raka bergantian."Kalian sengaja membuat hidup anakku menderita?""Kami? Maksud ibu, gara-gara kami?"Aku mengulang pertanyaan. Apa yang dipikirkan wanita tua di hadapanku sampai ia mengalahkan kami. Sudah jelas anaknya yang merebut suamiku. Lantas, malah menyalahkan.Ia melangkah gontai meninggalkan kami. Raka menunjuk wanita itu dengan kepala agar aku mengikutinya. Apa lagi yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Belas

    "Kalau dia orang tua yang bertanggungjawab, tidak ada perceraian antara Mama dan dia."Mbak Arni bergeming menatap Raka. Anakku sudah tak bisa mengubah pendiriannya. Jika ia tak mau, maka tak akan ada yang bisa membujuknya. Sekalipun aku.Aku mulai paham dengan kondisi ini. Raka dewasa sebelum waktunya. Ia dipaksa menjadi kuat dan mandiri oleh keadaan. Bagaimanapun, sikapnya kini menjadi lebih sensitive."Yasmin, anakmu kenapa keras kepala sekali?" Mba Arni kini bertanya padaku."Mba, Raka memang seperti itu. Dari dulu sampai sekarang ia memang tegas. Bedanya hanya kini tanpa perasaan.""Pusing saya, lagian kenapa kalian nggak ke rumah dan menceritakan semua kegilaan Randi?""Untuk apa Budhe? Aku nggak sudi Mama memohon untuk seseorang yang nggak pantas untuknya.""Raka! Biar Budhe

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04

Bab terbaru

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh dua (End)

    "Sus, masih ada pasian nggak?" tanyaku pada suster Bella."Nggak ada Dokter.""Saya mau pulang, terimakasih, Sus.""Sama-sama."Aku sudah tidak sabar mendengar kabar baik dari Angel. Namun, merek semua tidak menemuiku di rumah sakit, melainkan menunggu di rumah. Bikin penasaran saja.Sengaja aku menemui dokter yang menangani Angel. Untung dia sedang tidak ada pasien jadi mau menemuiku dan sedikit berbincang. Katanya, tidak banyak yang berubah dari Angel. Jangan bersenang hati dahulu takutnya dia kembali depresi.Membuat hati Angel senang, itu yang akan aku lakukan. Karena hidup di dunia ini memang untuknya. Ah, bucin sekali aku semenjak tahu Angel audah sembuh, dan berimajinasi macam-macam. Termaksud, memiliki anak banyak darinya. Mungkin gara-gara Suster Bella tadi bicara seperti itu, membuat aku kepikiran.Gegas aku pulang ke rumah, tidak sabar untuk bertemu dengannya. Apalagi melakukan

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh Satu

    "Kamu ikhlas, nggak, Ka?""Aku ikhlas, Lun. Sekarang pun kalau dia mau pergi, aku ikhlas."Bibir ini lancar sekali mengucapkan kata ikhlas. Namun, bagaimanapun aku pernah merasa menyesal memutuskan berpisah dengan Angel.Saat ini, apa aku harus menggenggam dia lebih lama dan mempertahankannya?"Aku bangga punya Abang kaya kamu ,Ka.""Bikin, ge-er, deh."Kami tertawa bersama, mengingat masalah yang akan kuhadapi nanti, aku pun pasrah. Mungkin akan ada penolakan dari Angel nanti. Lebih baik kau kembali ke kamar, tapi kamar siapa?Aku menggaruk leher, bagaimana aku bisa lupa kalau Angel seperti mengusir tadi. Aku berada di sini pun karena Angel.Tidak mungkin aku tidur di kamar Luna atau Mama. Bisa-bisa mereka mentertawakan aku."Ke kamar kamu saja, jelaskan padanya. Toh, nanti pun kamu pasti akan menjelaskannya."Saran dari Luna membuat aku sadar.

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh

    Mama bertanya kembali apa aku mau tinggal bersama mereka. Mama bisa membantu Ibunya Angel dalam merawat Angel. Namun, aku ragu, karena Angel masih suka histeris dan menyerang.Jika kutolak, Mama pasti sedih. Ia menginginkan aku tetap bersamanya. Sepertinya aku harus meminta pendapat pada Ibu mertuaku, juga Om Hendri jika aku tinggal di sana dengan kodisi istriku yang seperti ini."Kondisi Angel belum stabil, apa tidak akan menggangu kalian?" tanyaku diikuti anggukan Ibu mertua."Nggak, Ka. Kita bantu Angel bersama, Mama mau kalian bahagia secepatnya." Penuturan Mama mambuat aku tersentuh.Aku melirik Om Hendri, seolah meminta pendapatnya. Pria berjas hitam itu tersenyum dan memberikan anggukan tanda dirinya juga setuju dengan permintaan Mama."Demi kebahagiaan kamu, Ka. Mama rela melakukan apa pun, Mama tahu kamu mencintai Angel. Seharusnya Mama mendukung kamu dalam proses menyembuhkannya."Lagi, Mama membuat ak

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Sembilan

    "Sah." Kalimat itu menggema beberapa jam lalu, disaksikan beberapa orang dari keluarga dan tetangga sekitar rumah Angel. Mereka menyaksikan acara sakral kami.Mama akhirnya menerima pernikahanku dengan Angel. Diiringi isak tangis, ia memelukku erat. Aku tahu ia kecewa, tetapi ini pilihan, dan jalanku. Tidak ada resepsi pernikahan, hanya ada akad biasa yang setelah itu selasai setelah ijab kabul.Mama masih bisa memberikan senyum pada ibunya Angel. Ia pintar menyembunyikan perasaan, dan menjaga perasaan orang lain. Tidak seperti sinetron, dia bersikap tenang, seolah memang ia menerima pernikahan ini dengan ikhlas.Semalam ia menyerah dan memberikan restunya. Ia bilang selalu mendoakan yang terbaik untukku. Kini, aku harus berjuang sebagai seorang suami. Mengembalikan Angel seperti dulu. Menyembuhkan depresi yang dialaminya.Dengan balutan kebaya putih, ia terlihat san

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh delapan

    Malati bangkit, tetapi cepat aku menarik lengannya meminta ia kembali duduk, untuk mendengarkan penjelasanku. Bola matanya memutar malas, ya, aku tahu kesalahan membuat wanita berprasangka tidak baik.Seperti yang dikatakan Mama, jangan memberikan seseorang harapan jika kita tidak bisa memberikannya kepada dia. Ah, mumet urusannya."Mel, dengerin aku, ya. Maaf, sebelumnya telah membuat kamu merasa aku memberikan perhatian lebih. Jujur, aku tertarik denganmu. Namun, semuanya tidak bertahan, karena aku masih mencintai Angel.""Laki-laki memang semua buaya. Karena suaminya tidak ada, dan dia tidak sadar, kan? Kamu memanfaatkan keadaan saat Angel sakit? Iya, kan?""Aku nggak seperti yang kamu bicarakan. Aku sungguh mencintai Angel. Aku mau dia sembuh, masalah dia setelah sembuh mau bersamaku atau tidak, aku ikhlas.""Bulsyit,mana ada orang seperti itu. Ka, aku nggak kenal sama kamu, dan sampai saat ini, aku tida

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Tujuh

    Mama memintaku untuk berpikir ulang menikahi Angel. Namun, aku tetep pada pendirian awal untuk meminang Angel menjadi istriku.Hari ini sengaja aku datang ke rumah Papa untuk meminta pendapatnya. Apa sama dengan yang mama pikirkan atau berbeda. Sudah lama sekali aku tidak meminta pendapat pria yang begitu lama aku musuhi."Pa, aku ingin bicara, bisa?""Raka, kapan datang?""Tadi, Pa. Papa asik menonton TV.""Iya, sampai nggak tahu kamu datang. Bicara apa?""Sebenernya bukan bicara, tapi meminta saran.""Duduk sini."Papa menepuk sofa meminta aku untuk duduk di sampingnya. Aku menghampirinya dan menghempaskan tubuh ini. Film yang ia tonton tidak berubah. Tetap suka denganaction.Raut wajahnya sudah terlihat sangat tua. Namun, sudah lebih segar dari waktu ia bertemu denganku. Mungkin benar kata Budhe Airin, obat kesehatan Papa adalah aku. Bertemu dengan anaknya

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Enam

    Sudah hampir dua bulan Angel masih dengan kondisi yang sama. Hari ini aku segera menemuinya di rumah sakit dengan keadaan ia hampir menyayat tangannya dengan pisau. Ngilu rasanya, aku harus bagaimana?Kasihan ibunya yang sangat cemas mengurus Angel. Sementara, ia terus-menerus memanggil nama sang suami. Aku tahu, ia terlalu cinta, dan aku sadar selama ini jika namaku tidak pernah ada di hatinya."Ibu nggak tega, Nak Raka. Apa Angel harus ada di rumah sakit jiwa?" tanya sang ibu.Angel tidak boleh masuk ke rumah sakit jiwa. Di sana hanya tempat orang tidak waras, sedangkan Angel hanya trauma dan aku yakin ia bisa sembuh total.Apa yang bisa aku lakukan untuknya? Angel sudah terlelap dengan suntikan obat bius. Gegas aku berbicara dengan Dokter Arumi yang menangani Angel."Bisa sembuh kembali, kan, Dok?" tanyaku."Bisa, asal sabar.""Bagaimana caranya, Dok?""Temani dia agar tidak merasa sendi

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Lima

    Sepulang dari menginap di rumah Tante Arni, aku langsung ke rumah sakit. Dari semalam tidak bisa tidur memikirkan Angel, ada apa denganku? Aku tidak mau terlihat bodoh dengan mencinta istri orang lain.Sepanjang jalan, aku terus saja berpikir. Andai saja aku memiliki kekasih, pasti hati ini tidak akan pernah memikirkannya lagi. Apa mulai sekarang harus mencari wanita baru? Tapi, siapa?Melati? Ah, aku ragu, dia baru saja bercerai dari suaminya. Nanti, aku dibilang pebinor. Lebih baik aku cari saja suster muda yang cantik.Kuparkirkan mobil ini di tempat biasa. Aku melangkah masuk ke rumah sakit. Netra ini tidak henti memperhatikan sekeliling. Banyak suster yang menyapa, tapi aku tidak merasa adafell."Dokter Raka, cepat ke IGD. Ada kecelakaan parah."Aku segera berlari menghampiri ruang IGD. Langkah ini berhenti saat melihat seorang wanita yang aku kenal menangis histeris di depan sebuah zenajah.

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Empat

    "Setelah selesai persidangan, kamu mau bagaimana?" tanyaku.Melati menghentikan makannya. "Aku nggak tahu, mungkin akan melanjutkan kuliah, Ka."Om Hendri pernah bilang, Melati tidak melanjutkan kuliah karena menikah dulu. Padahal, kedua orang tuanya yang akan menanggung biaya kuliah Melati. Namun, tetap saja dia tidak mau.Kasihan, andai saja dia kuliah, mungkin sekarang dia bisa menikmati pekerjaan yang tertunda."Kamu sabar saja, pasti hal baik akan datang padamu." Tanpa sadar tangan ini menggenggam tangan Melati."Terima kasih, Ka."Aku seperti mimpi atau ini nyata. Seulas senyum terpancar dari wajah cantik yang berdiri di hadapanku. Langsung aku melepas genggaman tangan ini.Angel, sedang apa ia di sini? Pasti dia berpikir aku dan Melati adalah sepasang kekasih."Hai, Ka," sapanya."Ngel, sedang apa?" tanyaku."Nebus obat Mama, nggak sengaja haus ke kantin.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status