Semua Bab Live With 4 Stepbrothers: Bab 21 - Bab 30

64 Bab

Bab 21 - Dek enam belas

Kulihat Edgar terkekeh, aku balas mempelototinya. “Jangan bilang, lo semalem nyuri kesempatan?” tanyaku seduktif. “Haha, lo tuh gampang banget dibohongin ya! Mana ada gue nyuri kesempatan sama lo, ada juga lo tuh yang kesem-sem sama gue, kan?” tukasnya. Aku mengangkat alis mendengar perkataannya yang sungguh sangat percaya diri itu. “Kesem-sem? Sama lo? Sorry ya! Nggak akan!” hardikku. Ia terkekeh geli mendengar jawabanku. Ini orang kenapa ketawa terus, sih?! “Hati-hati jilat ludah sendiri, haha!” ejeknya. Sementara aku hanya mendengus kesal mendengarnya. Lalu kudorong tubuhnya untuk keluar dari kamarku. “Eh, tunggu! Jangan mar ...” BRUK! Sebelum ia sempat melanjutkan bicara, langsung kubanting pintu tepat di depan wajahnya. Ia menggedor-gedor pintuku dengan keras, namun kudiamkan. Huh! Biar saja, dia harus menerima ini karena sudah membuatku kesal! “Kalo udah selesai mandi, temuin gue di dek enam belas
Baca selengkapnya

Bab 22 - Dia ... Mau gue?!

Aku terkejut ketika mendengar pertanyaan Carel yang begitu pribadi. Nampak Edgar dan Daffa juga tak kalah terkejutnya sepertiku. “K-kenapa nanya kaya gitu, Kak?” tanyaku yang merasa agak risih dengan pertanyaannya, sesekali aku melirik ke arah Edgar yang tampak gelisah. “Haha, engga, kok. Gue cuma pengen tau aja,” sahut Carel disertai tawa renyah. Aku menatapnya nanar. Tanpa rasa bersalah ia menanyakan hal itu, lalu ia tertawa begitu saja? Memangnya ini lucu? “Bisa nggak, sih. Lo nggak usah nanya hal pribadi kayak gitu?!” hardik Edgar. “Hak gue, lah, mau nanya apa juga! Mulut-mulut gue!” tukas Carel tak mau kalah. “Sini, lo! Biar gue ajarin apa itu sopan santun!” Edgar berdiri sambil menunjuk-nunjuk Carel. Sementara Daffa sibuk menenangkan adik bungsunya itu. “Udah, Gar, udah! Jangan kepancing emosi di sini. Lo juga Carel! Maksud lo apa nanya kaya gitu ke Hulya?!” sahut Daffa. Ia melotot ke arah Carel yang hanya cengengesan. Br
Baca selengkapnya

Bab 23 - Dia ternyata jahat!

Aku membelalakkan mata mendengar permintaannya.“Lo mau gue?” tukasku yang sudah mulai berpikiran aneh-aneh.Dia tertawa kecil mendengar perkataanku. Lalu kemudian ia berkata. “Gue mau lo jadi asisten pribadi gue selama di Bali.”“A-asisten pribadi?” tanyaku terkejut bercampur kesal. Ia mengangguk penuh kemenangan.Harus kuakui, aku telah masuk ke dalam perangkapnya. Aku tak bisa mengelak lagi, karena aku sudah berjanji! Sial! Kenapa aku bisa sebodoh ini dan mempercayai perkataannya itu! Edgar Mahendra, lihat saja, akan kubalas kau!***Perjalanan dari Semarang ke Bali membutuhkan waktu kurang lebih dua puluh jam. Lebih lama dari pada melalui jalur darat, bukan? Tentu saja, karena kapal pesiar ini bergerak tidak terlalu cepat, juga agar penumpang bisa berlama-lama di atas kapal untuk menikmati semua fasilitasnya.Tepat pukul empat sore, kapal sudah sampai di Pelabuhan Benoa, Bali. Pelabuhan yang keb
Baca selengkapnya

Bab 24 - Sedang apa dia di sana?

Aku bergidik ngeri saat ia melakukan hal itu. Jujur! Aku takut sekali!Aku mencoba mendorong dadanya atau pun memukulnya. Namun, tenaga pria ini jauh lebih besar dari pada aku, sehingga aku tak dapat menggeser tubuhnya sedikit pun.“J-jangan macem-macem s-sama g-gue!” ucapku terbata sambil tetap berusaha melawannya.Ia tertawa nyaring mendengarnya. “Kenapa? Lo mau ngadu sama ketiga Abang lo itu?"Aku terkesiap mendengar perkataannya. “K-kenapa lo lakuin ini? Gue salah apa?"“Hahaha, lo masih belum ngerti juga? Gue tuh suka sama lo dan tertarik sama lo. Gue emang udah ngincer lo dari awal. Tapi gara-gara si Edgar itu, gue jadi nggak bisa deketin lo!” jelasnya.Lalu, ia melanjutkan. “Lo inget waktu di bioskop?"Aku terdiam, menunggu kata-katanya selanjutnya."Cowok lo, si Edgar itu, sok-sokan nyuruh gue jauhin lo. Dia juga ngancem gue kalo gue berani deketin lo, dia bilang dia nggak akan
Baca selengkapnya

Bab 25 - Mereka akan melakukan apa?

Kulihat Edgar dan Feza sedang berkelahi di dalam air. Mereka saling memukul satu sama lain.“Kak Daffa! Kak Carel! Tolong!” teriakku histeris menyaksikan perkelahian itu.Mendengar teriakanku, Daffa, Carel dan beberapa orang lainnya menghampiriku. Mereka ikut menolehkan kepala ke arah bawah dan terkejut melihat Edgar dan Feza yang tengah bergulat di air.“Anak itu!” tukas Daffa kesal.Tanpa pikir panjang, Daffa, Carel dan beberapa awak kapal langsung terjun ke laut. Sementara aku hanya memperhatikan mereka dari atas.“Edgar berhenti!” teriak Daffa sambil memegangi Edgar. Tubuh mereka sudah basah akibat menceburkan diri ke laut dangkal itu. Mereka tampak mengigil, aku tahu pasti dingin sekali di bawah sana, apalagi hari masih sangat pagi.“Gue harus kasih pelajaran ke bajingan ini!” sahut Edgar.“Tahan dulu emosi lo, kita bicarakan semuanya baik-baik!” timpal Daffa yang berusa
Baca selengkapnya

Bab 26 - Berbaring di ranjang yang sama

Akhirnya aku hanya bisa menuruti perkataan mereka dan menunggu di kamar. Jujur, aku takut sekali mereka akan melakukan hal yang buruk pada Feza.Bagaimana kalau mereka sampai membuat Feza koma? Bagaimana kalau mereka sampai membuat Feza tidak bisa berjalan? Bagaimana kalau mereka sampai membuat Feza tidak bisa melihat? Argh, memikirkannya saja membuat kepalaku pening setengah mati!Akhirnya aku hanya bisa berbaring dengan perasaan tak tentu. Dari pada pikiran tidak tenang, lebih baik aku mendengarkan lagu dari idola kesayanganku!Kunyalakan ponselku dan kubuka music video milik idola kesayanganku itu. Hingga aku pun terlarut dalam musik dan ketampanan mereka.Namun, tak berapa lama aku mendengar seseorang mengetuk pintu kamarku. Setelah kubuka, aku terkejut melihat Feza dan ketiga Kakak sambungku ada di depan pintu kamarku. Wajah Feza sudah babak belur, aku tahu itu ulah mereka bertiga.Edgar menendang bagian belakang lutut Feza hingga membuat pria
Baca selengkapnya

Bab 27 - Gelombang

Aku panik mendengarnya terisak. Kucoba menyingkirkan tangannya yang sedari tadi menutupi wajahnya. Takut kalau dia benar-benar bersedih karena teringat Mamanya.“Edgar, lo kenapa?” tanyaku hati-hati.Kudengar ia terdiam. Aku semakin khawatir melihatnya."Edgar," panggilku lagi sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.Tiba-tiba, ia membuka tangannya yang sedari tadi menutupi wajahnya dan kemudian tertawa terbahak-bahak. “Hahaha! Apa, sih. Gue nggak kenapa-napa, kok. Lo pasti ngira gue beneran nangis, kan? Huh, sorry ya! Nangis itu nggak ada dalam kamus gue!”Sial! Lagi-lagi ia mengerjaiku. Huh! Sulit memang menjadi manusia berhati lembut sepertiku.“Issshhh! Ngeselin banget, sih!” Kucubit perutnya dengan keras, ia meringis kesakitan. Aku segera berganti posisi menjadi duduk, lalu kuambil sebuah bantal.Bug!Kupukul wajahnya dengan bantal secara bertubi-tubi. Bukannya marah, ia malah tert
Baca selengkapnya

Bab 28 - Keadaan darurat!

Bersamaan dengan itu, terdengar bunyi bel kapal sebanyak tujuh kali tiupan pendek dan satu kali tiupan panjang. Aku tidak mengerti arti dari bunyi bel itu.Namun kulihat Daffa langsung terlonjak kala mendengar itu. Kami menoleh kearahnya dengan penuh tanda tanya."Itu, itu peringatan bahaya! itu peringatan untuk meninggalkan kapal!" teriak Daffa panik.Sontak kami terkejut dan panik. Aku langsung beringsut dari ranjang. Namun, sialnya karena kapal ini sedang terombang ambing dengan kencang, aku tak dapat menjaga keseimbangan.Dug!“Awh!” lirihku.Tubuhku terbanting ke belakang hingga membuat kepalaku terbentur pinggiran tempat tidur. Sial! Rasanya sangat menyakitkan!Daffa, Carel dan Edgar yang melihatku terjatuh terlihat khawatir. Edgar yang posisinya paling dekat denganku langsung membantuku berdiri. Aku hanya bisa memegangi lengannya, dengan satu tanganku sementara tanganku yang lain memegang kepalaku yang sedikit pusin
Baca selengkapnya

Bab 29 - Gelombang (2)

Ia lalu menghitung sampai tiga. Tepat setelah hitungan ketiga, Edgar melompat dari atas kapal menuju sekoci. Hap! Ia melompat tepat di tempat kosong yang sudah di sediakan oleh awak kapal. Ia langsung duduk di sebelahku, dan aku langsung menghambur ke dalam pelukannya. Tubuhku bergetar hebat, takut terpisah darinya. “Tenang tenang,” bisik Edgar yang menyadarinya, sambil balas memelukku. tangannya mengusap bahuku dengan lembut. “Ya, gue takut kepisah sama lo,” lirihku dengan air mata mengalir. “Tenang aja, kita pasti selamat,” sahutnya mencoba menenangkanku. Edgar lalu mengambil bocah laki-laki yang ada dalam pangkuanku ini ke pangkuannya. "Anak pinter, jangan nangis ya nak," ucap Edgar bak seorang ayah. Satu lagi sisi lain dari Edgar yang baru kuketahui, ternyata ia sosok yang sangat lembut dan penyayang. Bocah itu menatap wajah Edgar dengan tatapan polos yang membuat kami tersenyum seketika karena gemas. Ah, di tengah-
Baca selengkapnya

Bab 30 - Terdampar

Namun ternyata anak ini langsung membuka matanya. Ia terdiam begitu melihat wajahku. Mungkin ia juga masih merasa syok dengan apa yang menimpanya semalam. Kini aku kembali terfokus pada Edgar. Selanjutnya, aku harus menekan dadanya. Dengan penuh keyakinan, kuletakkan kedua telapak tanganku secara bertumpuk di atas dadanya. Lalu, mulai kutekan perlahan dadanya. “Ayo, sadarlah Edgar! Kumohon!" Namun, tak ada tanda-tanda apa pun darinya. Matanya masih terpejam. Aku teringat saat Edgar memberikan napas buatan ketika aku tenggelam. Sepertinya aku juga harus melakukan hal yang sama padanya. Kuangkat kepala Edgar ke atas pangkuanku. Lalu, kubuka mulutnya, dan perlahan tapi pasti, kudekatkan bibirku ke bibirnya. Sambil memejamkan mata, aku memberikan napas buatan padanya. Kumohon, kau harus sadar, Edgar! “Uhuk, uhuk." Edgar terbatuk sambil memuntahkan air yang masuk ke perutnya. “Akhirnya!” seruku senang. Aku benar-benar bahagia dapat melihatn
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status