Semua Bab JANGAN CINTAI DIA: Bab 1 - Bab 6

6 Bab

DIA YANG MEMESONA

        Leandra Abila, akrab dipanggil Lean, seorang gadis berambut pirang dengan darah Belanda yang mengalir dalam dirinya, menambah paras jelita pada wajah ideal miliknya.         “Lean?” panggil gadis semampai menjulang lebih tinggi beberapa centi dari Lean.         “Hei, Isberga.” Lean sontak menyahut gembira berlari kecil menuju teman yang sudah menantinya datang.         “Lama sekali sih, bikin orang menunggu,” gerutu Isberga menuntun jalan ke arah lapangan luas yang biasa dijadikan tempat latihan bela diri.         “Kamu kan bisa mulai mengintip dulu tanpa aku.”         Lean tak terima disalahkan, karena ia datang karena paksaan temannya. Isberga juga terpaksa mengintip orang latihan karena dirinya tidak diizinkan mendaftar oleh orang tuanya, dampak dari stereotip yang menyatakan bahwa wanita tidak akan bisa menguasai
Baca selengkapnya

PERJUMPAAN LUAR BIASA

           Semburat mentari pagi membasuh belahan bumi yang mulai berseri, memperlihatkan pantulan bening embun di permukaan hijaunya daun. Lean menggeliat kecil saat sapuan cahaya menerobos masuk dari tirai yang tak tertutup sempurna mengenai wajahnya.             “Hooaam....” Lean menguap lebar beranjak ke dapur.             ‘Kenapa semalam jadi ngimpiin cowok Oswald itu ya? Padahalkan sudah satu minggu berlalu,’ tanya Lean dalam hatinya.             Ia mencoba menjernihkan pikiran dengan membuat secangkir teh melati dan menyeruputnya seraya duduk di atas kursi makan.             “Kamu belum cuci muka sudah ngeteh aja.” Deene menegur kebiasaan buruk anaknya.           &nb
Baca selengkapnya

RASA TERTAWAN

     “Apa kau mau jadi asistenku? Bayarannya tinggi per hari,” tawar Jeodo dengan senyum kecil yang terangkat pada ujung bibir tipisnya.     ‘Bayaran? Ibu memang membutuhkan uang, jadi ini tawaran yang menguntungkan dan jika aku jadi asistennya, berarti aku bisa sering bertemu Guido?’ pikir Lean dalam benaknya mempertimbangkan dan menatap sekilas ke arah laki-laki yang menarik perhatiannya itu.     “Hmm, boleh,-” jawab Lean menerima.     “-tapi apa job desk-ku?”     Guido menengahi mereka, “Cari asisten yang benar,” ucapnya pada adik kembarnya.      “Ini juga benar kok, Kak,” sahut Jeodo menyangkal perkataan kakaknya.      “Terserah,” Guido masuk ke lapangan, mengabaikan dua orang yang memandangi punggungnya.      “Kau be
Baca selengkapnya

PENGUNGKAPAN

      “Waaaa…!” seru Lean melompat ke atas kasurnya.      ‘Luar biasa, aku mendapatkan uang dan bertemu dengan Oswald itu lagi,’ batin Lean girang penuh suka.      Baginya yang bekerja sebagai pelukis lepas, sangat sulit untuk menghasilkan pundi-pundi dana. Bahkan lukisannya belum pernah ada yang terjual setara upah yang barusan ia dapatkan.     “Hanya dengan duduk di tepi lapangan tak ada satu jam saja…,” gumam Lean mengenang pemandangan yang ia tangkap.     “Kaak…?” panggil Maira yang sudah berada di ambang pintu kamar Lean yang terbuka.     Adiknya buru-buru mencari kakaknya yang setelah mendengar teriakkannya.     “Eh, maaf tadi kekencangan ya teriaknya?” Lean menepuk-nepuk kedua pundak mungil adiknya.     “Hmmm, kakak t
Baca selengkapnya

TIBA-TIBA MENIKAH

     “Lukisanmu bagus, aku suka,” ujar Guido berdiri di samping semak, menatap Lean yang berjongkok dibaliknya.     ‘Eh? A-apa?’ tanya Lean heran atas pujian yang tak pernah ia kira akan didengar dari laki-laki yang ia sukai.     Hatinya berbunga dan melayang seketika, membuat Lean senyum-senyum sendiri tanpa tahu bahwa Guido memperhatikan wajahnya.     “Kamu kenapa?” Guido ikut berjongkok melewati semak yang menghalangi keduanya.     “Eh-eh, kenapa?-”     Wajah Lean terbakar merah sempurna saat tak sengaja mereka bertukar tatap, “-A-aku baik-baik saja,” lanjutnya yang masih terbata.      Lean takut tak mampu menyembunyikan rasa gugupnya, hingga ia beranjak berdiri dan membuang muka ke sembarang arah.     “Sungguh?” tanya Guido sekali lagi
Baca selengkapnya

TAK TERTOLAK

      Lean menggeliat malas, merasakan kantong matanya yang sembab berat. Ia mengabaikan ibu dan pamannya semalam, meski mereka masih bercengkrama di ruang depan. Lean menangis dengan muka yang ia sembunyikan di dalam selimut, hingga terlelap lelah.      “Apa ibu berubah pikiran?” gumam Lean berharap tangisannya menuai hasil.      Ia pun mendongakan kepalanya keluar dari daun pintu, mengawasi diam-diam keadaan rumah yang berjalan seperti biasanya. Seolah semalam tak ada hal yang terjadi.      Maira terlihat sedang memakan jeli kacang di atas tikar anyam, bibirnya bergelepot hingga beberapa jeli terjatuh ke lututnya yang menekuk. Membuat Lean ingin segera datang ke arah adik mungilnya itu dan membersihkannya.      “Lean?” panggil Deena saat melihat rambut anaknya tergerai berantakan di depan pintu.      ‘Yaah, ketahuan,’
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status