All Chapters of CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak): Chapter 1 - Chapter 10

73 Chapters

Bab 1 : Surat Penawaran

Tersebutlah sebuah kerajaan Islam di masa dinasti Khalifah Haikal Harun, sebuah wilayah yang bernama Al Hajjaz yang dipimpin oleh seorang Sulthan yang bernama Abdullah Zain Fathany. Kerajaan itu hendak melebarkan kekuasaannya ke banyak negara agar tegak hukum Allah di seluruh dunia. Itulah perintah dari Sang Khalifah kepada setiap kerajaan yang telah berbai'at, yaitu agar menaklukkan setiap negeri kafir yang berada dekat dengan masing-masing kerajaan.Rasyad Najmudin adalah salah satu panglima perang di kerajaan Al Hajjaz. Walaupun ia seorang muhajirin dari Andusia dan usianya sangat muda—21 tahun—ia seorang yang tegas dan menguasai ilmu strategi perang yang jitu. Oleh karena itu, sejak dua tahun yang lalu ia didaulat oleh Sulthan Abdullah Zain Fathany sebagai panglima.***Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kepada Raja Riwaz Arb yang menguasai negeri Konstin. Saya Abdullah Zain Fathany hendak menawark
Read more

Bab 2 : Kematian Permaisuri

Part 2 : Kematian Permaisuri Konstin  Kurebahkan tubuh ke peraduan menatap langit-langit kamar. Semilir angin dari jendela yang terbuka membelai wajah ini. Ah, sejuknya. Pikiranku seketika melayang. "Allah ... seperti apa Tuhan-nya umat Islam itu?" Bibirku tanpa sadar bergumam. "Putri!” Aku terlonjak kaget mendengar suara seorang anak kecil. Heh, rupanya si Razi—putra tunggal kakakku—. Aku pun duduk di pinggir ranjang menyambut pelukannya. Usianya baru enam tahun. Ibunya, sang permaisuri telah meninggal dunia ketika melahirkannya. "Tuan Putri, aku tadi ke tempat Raja. Tapi, tidak dibolehkan masuk .... " Bibir kecilnya mengerucut, lucu sekali. Hehe, tentu saja kau dilarang masuk, Nak. Ayahmu sedang bersenang-senang dengan budak wanitanya. "Razi mau apa ke tempat ayah?" tanyaku sembari mengelus rambutnya yang halus. "Aku mau minta beliau lukiskan kuda.
Read more

Bab 3 : Tewasnya Panglima Pujaan

 Part 3 : Tewasnya Panglima Pujaan  Sudah sebulan lebih sepekan sejak kedatangan kurir dari negeri Hajjaz. Para panglima lebih intens berlatih bersama pasukannya. Persiapan perang di bukit Magindu dilakukan tiga pekan lagi. Mereka akan berangkat, tidak semua ... sejumlah 20.000 pasukan yang diutus dengan beberapa panglima perang. Biasanya hanya belasan ribu orang saja yang dikerahkan, berhubung Al Hajjaz negeri yang terkenal besar, makanya disiapkan lebih. Masih ada lagi sekitar 15.000 pasukan yang tinggal untuk berjaga di sekitar istana. Kakakku berangkat belakangan bersama beberapa pasukan nanti.Perjalanan ke perbatasan negeri Konstin dengan Al Hajjaz di bukit Magindu memakan waktu sepuluh hari berjalan kaki. Sisa waktu sekitar dua hari tentu untuk mereka beristirahat dan membangun tenda di sana. Hari ini kami mengadakan upacara meminta keberkahan dari ruh-ruh nenek moyang. Kami menyembelih dua puluh ekor unt
Read more

Bab 4 : Akhir dari Kerajaan Konstin

 Bab 4 : Akhir dari Kerajaan Konstin  Sambil berlari aku melihat di hadapan, Numa dan kedua orang tuanya telah menunggu. Mereka sudah siap dengan kereta kuda. Ada beberapa kereta yang juga siap pergi, isinya mayoritas anak-anak dan wanita terutama keluarga pejabat kerajaan. Aku mempercepat langkah ini.  Kereta-kereta yang sudah siap, langsung pergi menjauh dari istana. "Tuan Putri, cepaat!" seru Banu, ayah Numa setengah berteriak. Akhirnya aku dan Razi sampai juga masuk ke kereta tersebut.  Numa dan ibunya pun menyusul masuk dengan beberapa pekerja wanita. Banu duduk di depan dengan kusir. "Putri Zara dan Pangeran Razi, lekas ganti pakaian kalian," ujar Mina, ibunya Numa. Aku segera menanggalkan perhiasan juga pakaianku, menggantinya dengan pakaian sederhana yang sudah disiapkan. Hal ini agar musuh tidak mengenal siapa kami. Razi dibantu oleh Numa mengganti pakaiannya.  Kereta k
Read more

Bab 5 : Selamat Datang di Kesulthanan Al Hajjaz

Bab 5 : Selamat Datang di Kesultanan Al Hajjaz  Hari ini aku dan Razi untuk yang pertama kali melakukan perjalanan ke luar wilayah kekuasaan Konstin. Biasanya jika kerajaan kami berhasil menaklukkan suatu negeri, kami akan jalan-jalan ke sana dengan perasaan senang. Namun, kali ini kami meninggalkan istana dengan hati yang remuk redam. Akankah kami bisa kembali lagi ke tanah kelahiran kami atau tidak seperti biasanya? Entahlah .... Kami bukan lagi seorang bangsawan, kami hanyalah tawanan perang. Oh, alangkah takdir bagaikan roda yang berputar. Kali ini kami berada di bawah ... apakah dapat kembali ke atas? Sekali lagi, entah.Beberapa kali kami semua berhenti untuk mengistirahatkan orang-orang yang berjalan kaki. Entah berapa hari bisa sampai ke tujuan. Ke perbatasan di bukit Magindu saja butuh sepuluh hari. Sudah tengah hari, matahari begitu terik. Kami disuruh turun dari kereta, dan berteduh di bawah pepohonan di dekat sebuah sumur.&nb
Read more

Apakah Aku Akan di ....

Bab 6 : Apakah Aku Akan di .... Mereka lalu membawaku juga tiga wanita lainnya ke sebuah ruangan. Ada seorang lelaki paruh baya dengan janggut yang sudah memutih di sana. "Ini, Tuan." Salah seorang prajurit yang membawa kami berbicara. Pak tua itu memperhatikan kami dengan saksama. Sebentar saja, tapi seolah cukup baginya untuk menilai. "Ini untuk Tuan Ashim." Ia menunjuk seorang wanita di antara kami. "Ini untuk Umar.""Ini untuk Tuan Rasyad." Ia menunjukku. "Dan ini ... untuk Syafiq." "Baik, Tuan," sahut sang prajurit, lalu ia pun pamit. Kemudian kami digiring ke luar ruangan oleh tiga orang prajurit. Aku mendekati seorang prajurit paling depan. "Tuan ...," panggilku. Dia melirik sebentar lalu berkata, "Ada apa lagi?" "Tuan, aku mau bertemu anakku. Dia bersama kakeknya di sel pria," jawabku sambil berusaha menyamakan langkah
Read more

Bab 7 : Apakah Aku Akan di .... (Bagian 2)

Bab 7 : Apakah Aku Akan di .... (Bagian 2) "Hei, bangun ... Shaki ... bangunlah." Seorang wanita paruh baya dengan tudung kepala membangunkan Zara. Zara mengerjapkan mata, hendak mengembalikan kesadarannya. Sejenak ia memandang wanita asing di depannya. Sontak ia membangunkan tubuhnya dan duduk di pinggir dipan. "A-Anda siapa?" tanyanya. "Aku Benazir. Aku budaknya Nyonya Marie ...," jawab wanita itu sembari tersenyum hangat. "Marie ...?" Dahi Zara berkerut. "Maksudku Ummu Rasyad," lanjut Benazir. "Oh ...," lirih Zara. "Nyonya menyuruhku membangunkanmu, ia menyuruhmu makan siang."Mendengar makan, Zara refleks memegang perutnya yang memang belum terisi. Ia makan tadi pagi sebelum dibawa ke rumah ini oleh prajurit Hajjaz. Benazir berdiri, kemudian membantu merapikan kudung yang dipakai oleh Zara. Ya, sejak ditawan oleh Hajjaz memang ia diwajibkan memakai penutup kepal
Read more

Bab 8 : Indah

Bab 8 : Indah  "Hemm, Shaki ...?" Pemuda berwajah tampan itu mengernyitkan dahi ketika melihat Zara yang terduduk memeluk kakinya sendiri dengan tubuh berguncang, karena menangis. Rasyad Najmudin, seorang pria muda dengan prestasi yang gemilang dalam jihad sehingga dipercaya oleh Sulthan Abdullah Zain Fathany sebagai panglima besar. Selain cerdas dan shalih ia juga dianugerahi oleh Allah dengan wajah yang rupawan. Ia berasal dari negeri Andusia, mewarisi mata indah ibunya yang berwarna biru gelap dan mempunyai sorot tajam dengan alis yang tebal, rambutnya gondrong kecokelatan, sedikit bergelombang. Sejak kecil ia sering mengikuti adik dari ibunya yang bolak balik membawa dagangan ke negeri Hajjaz. Sang paman sudah lama memeluk Islam, ketika usia Rasyad dua belas tahun ia pun masuk Islam mengikuti agama pamannya. Ibunya yang tadinya Nasrani sama sekali tidak melarangnya berpindah agama, karena putra satu-satunya itu merupaka
Read more

Bab 9 : Mulai Mengetahui

Bab 9 : Mulai Mengetahui "Oh, ya?" tanya Zara seakan tak percaya. Rasyad pun mengangguk-angguk sembari tetap tersenyum. "Aku kelihatan tua, ya?" tanya Rasyad. "Bu-bukan begitu, akuu hanya tidak menyangka usia Anda masih sangat muda." Zara menunduk. Rasyad menyugar rambut gondrongnya dengan jemari. "Aku akan menjelaskan beberapa tugas yang harus kau lakukan," lanjut pemuda tampan itu. Zara menyimak. "Tugasmu hanya melayani kebutuhanku, menyuci pakaian, membereskan kamar ini. Soal masak, Ibuku dan Benazir biasa melakukan berdua, kau boleh membantu mereka." Rasyad menjelaskan panjang lebar. "Sebenarnya kau harusnya melayaniku juga di atas ranjang, tapi aku akan menunggu sampai kau siap." Rasyad menatap Zara lekat. Semburat merah menghiasi pipi gadis cantik itu. Ia kembali menunduk. Budak cantik itu tak menyangka kalau ia tidak dipaksa untuk melayani tuannya dalam hal syahwat. Sebab mengin
Read more

Bab 10 : Mulai Mengetahui (Bagian 2)

Bab 10 : Mulai Mengetahui (Bagian 2) Zara mengerutkan dahi. "Maksudnya?" "Ah, sudahlah jangan pura-pura tak mengerti, Shaki ... aku tahu yang kalian lakukan semalam. Tuan tadi mandi dan keramas." Benazir mengerlingkan matanya. "Aku tak mengerti, kalau mandi dan keramas memangnya kenapa?" Zara benar-benar tak memahami apa yang dibicarakan Benazir. "Haiih, kau ini, Shaki. Ya pasti Tuan mandi janabah, 'kan?" lanjut wanita paruh baya itu gemas. "Mandi janabah itu apa?""Haduuh. Ya mandi karena sedang junub, pasti kalian sudah melakukan 'itu' semalam. Kau nanti mandilah. Belajar juga kau mandi janabah. Menurutku bagus ajaran Islam itu." Benazir terus saja mengatakan sesuatu yang tidak Zara pahami. Zara mengucek pakaian tuannya dengan melirik apa yang dilakukan Benazir pada pakaian nyonyanya. Zara tidak mengerti caranya mencuci, jadi dia meniru Benazir. Untung saja wanita tua itu tak memperhatikan
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status