Beranda / Lain / CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak) / Bab 7 : Apakah Aku Akan di .... (Bagian 2)

Share

Bab 7 : Apakah Aku Akan di .... (Bagian 2)

Penulis: Adny Ummi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 7 : Apakah Aku Akan di .... (Bagian 2)

"Hei, bangun ... Shaki ... bangunlah." Seorang wanita paruh baya dengan tudung kepala membangunkan Zara. 

Zara mengerjapkan mata, hendak mengembalikan kesadarannya. Sejenak ia memandang wanita asing di depannya. Sontak ia membangunkan tubuhnya dan duduk di pinggir dipan. 

"A-Anda siapa?" tanyanya. 

"Aku Benazir. Aku budaknya Nyonya Marie ...," jawab wanita itu sembari tersenyum hangat. 

"Marie ...?" Dahi Zara berkerut. 

"Maksudku Ummu Rasyad," lanjut Benazir. 

"Oh ...," lirih Zara. 

"Nyonya menyuruhku membangunkanmu, ia menyuruhmu makan siang."

Mendengar makan, Zara refleks memegang perutnya yang memang belum terisi. Ia makan tadi pagi sebelum dibawa ke rumah ini oleh prajurit Hajjaz. Benazir berdiri, kemudian membantu merapikan kudung yang dipakai oleh Zara. Ya, sejak ditawan oleh Hajjaz memang ia diwajibkan memakai penutup kepala. 

"Ayo," ajak Benazir sembari menggandeng lengan Zara. 

Zara lalu mengikuti langkah Benazir. Sampai di meja makan, tampak Marie yang sedang duduk di salah satu kursi. 

"Ke mari, Shaki ...," ucapnya lembut sambil tersenyum tipis. Kali ini wanita itu tak memakai kerudung dan juga cadarnya, tampaklah rambut coklat yang bercampur dengan banyak helaian putih di atas kepalanya. 

Zara mengangguk, kemudian duduk di hadapan Marie. Benazir juga ikut duduk di sebelah gadis berwajah sendu itu. 

"Makanlah ...," perintah Ummu Rasyad. 

"Hemm, a-Anda tidak makan, Bu?" tanya Zara melihat Marie yang sedang mengunyah potongan buah di hadapannya. 

"Aku sudah makan tadi. Kata Benazir tadi siang kau tertidur. Aku suruh dia biarkan dulu kau istirahat. Sekarang sudah sore, bahkan aku sudah shalat Ashar, kau masih tertidur. Ya aku suruh Benazir membangunkanmu. Soalnya kau belum makan sejak datang ke mari." Marie menjelaskan panjang lebar. 

"Ma-af, kalau aku tidur kelamaan," Zara tak enak hati. Memang ia juga merasa bahwa sepertinya ia tidur cukup lama. Baru kali ini ia kembali tidur nyenyak. 

"Ya sudah, kau makan dulu." 

Lalu dengan malu-malu Zara pun mengambil makanan di hadapannya. Memakannya dengan perlahan. 

"Benazir, setelah Shaki makan, pinjamkan dia baju bersih. Antarkan ia mandi dan berdandan, aku tak mau putraku melihat budak wanita pertamanya berwajah pucat seperti itu," ujar Marie kepada budaknya.

Zara terdiam sejenak mendengar itu. Hatinya gundah, kembali menyadari bahwa ia sekarang adalah seorang budak. 

"Baik, Nyonya ...," sahut Benazir. 

"Jangan banyak melamun, Shaki," tegur wanita tua bersahaja itu kepada Zara yang tiba-tiba berhenti memakan makanannya. 

Zara pun mengangguk, kemudian melanjutkan makan dengan perasaan yang tidak karuan. Ada rasa takut juga bimbang. Ia ingat bagaimana seorang budak diperlakukan di istananya dulu. 

***

"Shaki, ayo ikut aku." Budak dari Ummu Rasyad mengajakku mengikutinya. 

Kulangkahkan kaki ini dengan gontai. Benazir membawaku ke sebuah bilik air, ia memberikan baju bersih sebagai ganti. Ya, aku tak sempat membawa pakaianku tadi pagi. Setelah membersihkan diri dan memakai pakaian yang diberikan oleh Benazir, aku pun kembali ke kamar dengannya. Benazir memberikanku sisir untuk merapikan rambut. 

"Kau cantik sekali, Shaki ...," ucapnya. Hanya kubalas dengan senyum tipis. Sungguh aku tak bersemangat rasanya. 

"Tuan Rasyad beruntung sekali mendapat budak yang sangat cantik sepertimu, ini pertama kalinya ia mendapat bagian ganimah berupa budak. Biasanya hanya keping dinar dan senjata," lanjut Benazir. 

"Hemm, Benazir. Bagaimana Tuan Rasyad itu? Ma-maksudku bagaimana wataknya?" Ada rasa takut yang dari tadi menyelusup di relung hati ini. Apakah aku harus melayani tuanku di atas ranjangnya seperti budak-budak wanita yang pernah melayani kakakku jika kerajaan mereka kalah perang? 

"Tuan Rasyad itu baik, tapi dia sangat keras kepada orang kafir harbi, dia benci sekali dengan kekafiran," jelas Benazir. 

"Kau juga kafir, kan, Benazir? Kau beragama apa?" tanyaku lagi. 

"Aku tak percaya adanya Tuhan dan agama," jawab Benazir. 

"Oh, begitu ...," lirihku. 

Benazir kemudian memoles wajahku dengan riasan setelah membantu mengepang rambutku. Setelah makan malam aku disuruh menunggu di kamar Tuan Rasyad. Hatiku semakin tidak tenang. Oh, ruh suci apa yang akan orang itu lakukan kepadaku. 

Benazir bilang Tuan Rasyad sangat benci dengan orang kafir seperti kami. Ya, siapa pun yang tidak menerima Islam, maka ialah kafir. Itu termasuk aku. Apa ia akan bersikap kasar kepadaku? 

Terdengar suara berat seorang lelaki di luar kamar sedang berbicara dengan Nyonya Marie, ya aku mulai memanggilnya 'nyonya' seperti Benazir. Bukankah ia ibu dari Tuanku? Tidak begitu jelas apa yang mereka bicarakan, tapi aku tahu, akulah yang menjadi bahasan mereka. 

Kemudian beberapa saat tidak lagi terdengar suara mereka berbicara. Orang itu pasti menuju ke mari. Ya! Pasti dia ke mari. Seketika aku pun panik, mataku nanar melihat-lihat ke seluruh ruang kamar besar ini, apa yang harus aku lakukan?

Tersaruk-saruk aku menghambur ke balik lemari yang ada di pojok kamar. Jantungku berdebar kencang, keringat pun mengalir deras dari dahi dan punggung. Tubuhku gemetar hebat, kemudian melorot di dinding dan seketika bersimpuh di lantai yang dingin. 

Pintu berderit nyalang, aku tahu orang itu yang datang. Terdengar langkah kaki yang kian mendekat. Bulir bening telah menggelantung di pelupuk mataku. 

Kupeluk kaki ini seraya membayangkan apa yang bakalan pria itu lakukan kepadaku. Apakah ia akan memaksaku untuk melayani nafsu syahwatnya seperti yang biasa dilakukan seorang tuan kepada budak wanita? Air mata pun tumpah tak lagi dapat tertahan, inilah hari kehancuranku ....

Bab terkait

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 8 : Indah

    Bab 8 : Indah"Hemm, Shaki ...?" Pemuda berwajah tampan itu mengernyitkan dahi ketika melihat Zara yang terduduk memeluk kakinya sendiri dengan tubuh berguncang, karena menangis.Rasyad Najmudin, seorang pria muda dengan prestasi yang gemilang dalam jihad sehingga dipercaya oleh Sulthan Abdullah Zain Fathany sebagai panglima besar. Selain cerdas dan shalih ia juga dianugerahi oleh Allah dengan wajah yang rupawan. Ia berasal dari negeri Andusia, mewarisi mata indah ibunya yang berwarna biru gelap dan mempunyai sorot tajam dengan alis yang tebal, rambutnya gondrong kecokelatan, sedikit bergelombang.Sejak kecil ia sering mengikuti adik dari ibunya yang bolak balik membawa dagangan ke negeri Hajjaz. Sang paman sudah lama memeluk Islam, ketika usia Rasyad dua belas tahun ia pun masuk Islam mengikuti agama pamannya. Ibunya yang tadinya Nasrani sama sekali tidak melarangnya berpindah agama, karena putra satu-satunya itu merupaka

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 9 : Mulai Mengetahui

    Bab 9 : Mulai Mengetahui"Oh, ya?" tanya Zara seakan tak percaya.Rasyad pun mengangguk-angguk sembari tetap tersenyum. "Aku kelihatan tua, ya?" tanya Rasyad."Bu-bukan begitu, akuu hanya tidak menyangka usia Anda masih sangat muda." Zara menunduk.Rasyad menyugar rambut gondrongnya dengan jemari. "Aku akan menjelaskan beberapa tugas yang harus kau lakukan," lanjut pemuda tampan itu.Zara menyimak."Tugasmu hanya melayani kebutuhanku, menyuci pakaian, membereskan kamar ini. Soal masak, Ibuku dan Benazir biasa melakukan berdua, kau boleh membantu mereka." Rasyad menjelaskan panjang lebar. "Sebenarnya kau harusnya melayaniku juga di atas ranjang, tapi aku akan menunggu sampai kau siap." Rasyad menatap Zara lekat.Semburat merah menghiasi pipi gadis cantik itu. Ia kembali menunduk. Budak cantik itu tak menyangka kalau ia tidak dipaksa untuk melayani tuannya dalam hal syahwat. Sebab mengin

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 10 : Mulai Mengetahui (Bagian 2)

    Bab 10 : Mulai Mengetahui (Bagian 2)Zara mengerutkan dahi. "Maksudnya?""Ah, sudahlah jangan pura-pura tak mengerti, Shaki ... aku tahu yang kalian lakukan semalam. Tuan tadi mandi dan keramas." Benazir mengerlingkan matanya."Aku tak mengerti, kalau mandi dan keramas memangnya kenapa?" Zara benar-benar tak memahami apa yang dibicarakan Benazir."Haiih, kau ini, Shaki. Ya pasti Tuan mandi janabah, 'kan?" lanjut wanita paruh baya itu gemas."Mandi janabah itu apa?""Haduuh. Ya mandi karena sedang junub, pasti kalian sudah melakukan 'itu' semalam. Kau nanti mandilah. Belajar juga kau mandi janabah. Menurutku bagus ajaran Islam itu." Benazir terus saja mengatakan sesuatu yang tidak Zara pahami.Zara mengucek pakaian tuannya dengan melirik apa yang dilakukan Benazir pada pakaian nyonyanya. Zara tidak mengerti caranya mencuci, jadi dia meniru Benazir. Untung saja wanita tua itu tak memperhatikan

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 11 : Rasa Apa Ini?

    Bab 11 : Rasa Apa Ini?"Hai budak cantik!"Pria yang berada di hadapan Zara menyeringai. Tiba-tiba ada dua orang wanita muncul dari balik tubuh besar Henry yang asyik menatap wajah cantik Zara."Oh, ini budak baru Kak Rasyad?" cetus seorang wanita muda bercadar dengan salib yang menggantung di lehernya. Kemudian ia membuka cadarnya setelah masuk ke dalam. Wanita itu begitu cantik. Zara berjalan mundur dan tertunduk tak nyaman dengan tatapan para tamu."Ya, dia sangat cantik, kan, Kath?" Henry berkata kepada adiknya."Huh!" Sang adik mendengkus tak suka."Cantik juga budak satu ini." Wanita satu lagi mendekati Zara dan membelai pipi ranumnya. Sang budak semakin tertunduk. Wanita itu Jasmine, ipar dari Marie."Men-mencari siapa?" tanya Zara kepada tiga orang tamu itu."Siapa, Shaki?" Tiba-tiba dari belakang muncul Marie. "Ooh, kalian ... ayo masuk sini!" lanjutnya."Bibi ..

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 12 : Rasa Apa Ini? (Bagian 2)

    Bab 12 : Rasa Apa Ini? (Bagian 2)Keesokan harinya, setelah waktu isya, Zara telah selesai melipat pakaian sang Tuan di dalam kamarnya."Shaki, Tuan memanggilmu ke kamarnya." Benazir tersenyum simpul.Wajah gadis cantik itu sedikit merona karena Benazir seakan menggodanya. Tanpa banyak tanya ia segera ke luar kamar. Ia juga menghindari wanita tua itu menggodanya lebih lama. Sesampai di depan pintu ruang pribadi Rasyad tersebut ia pun mengetuknya."Masuk!" seru Rasyad dari dalam kamar.Zara kemudian melangkah masuk."Tutup pintunya," perintah sang tuan.Degup jantung sang budak cantik itu mulai bertalu. Ini kali kedua ia berduaan di dalam kamar sang tuan. Sejak malam itu, Zara tidak masuk ke dalam ruangan itu kecuali untuk membereskan kamar juga mengambil pakaian kotor. Itu pun ketika sang tuan sudah pergi berkegiatan di luar rumah. Gadis itu menuruti perintah sang tuan menutup pintu ka

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 10 : Cemburu

    Bab 10 : Cemburu"Shaki .... "Deg!Itu ... itu suara Tuanku, Rasyad. Pria yang tadi malam kembali telah ... ah! Jantungku berdebar kencang. Mengapa jadi begini .... Aku yang sedang menjemur pakaian lalu menoleh ke arahnya. "Iya, Tuan?"Astaga ... semakin hari ia semakin tampan saja. Dengan memakai sorban berwarna gading, baju gamis selutut warna lumut, pedang yang sedia di sabuknya, postur sempurna walau dengan baju begitu, otot lengannya tetap jelas terlihat, sangat gagah sekali.Semalam wajah putih bersih nan rupawan tersebut sangat dekat. Saat itu ada perasaan gemas ingin sekali membelai rahang berambutnya, tapi aku tak kuasa."Kau segera bersiap, aku mau mengajakmu ke tempat Bibi Jasmine," perintah Tuan Rasyad.Apa? Kenapa aku diajak? Ingin aku menanyakan alasan, tapi bukankah aku ini budaknya. Apa pantas aku banyak bertanya?"Baik, Tuan," jawabku dengan mengalihkan p

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 14 : Cemburu (Bagian 2)

    Bab 14 : Cemburu (Bagian 2)Tuan, kenapa kau buat aku begini ...?***Suara ketukan pintu utama terdengar oleh Katherine yang sedang berkaca di ruang tengah rumahnya. Bibirnya langsung tertarik ke atas. Kemudian ia bergegas dengan riang menuju ke depan."Terima kasih, Sayef," ucap Rasyad sembari melangkah masuk ke dalam rumah Jasmine. Seorang budak lelaki tua yang membukakan pintu rumah itu.Sayef pun tersenyum. "Sama-sama, Tuan," sahutnya."Tolong bawa kudaku ke halaman belakang, ya!" perintah Rasyad kepada sang budak lelaki."Baik, Tuan," jawabnya. Kemudian Sayef berjalan menuju arah dalam rumah, hendak memberitahu akan kedatangan Rasyad kepada majikannya, lalu ia berpapasan dengan Katherine di pintu antara ruang tengah dengan ruang tamu."Tuan Rasy—" Omongan Sayef terpotong karena Katherine sama sekali tak menghiraukannya, terus saja melenggang menuju ke pintu depan. Sayef ha

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 15 : Terungkap

    Bab 15 : Terungkap Sesampainya di depan rumah, Rasyad langsung pergi lagi menuju masjid untuk salat zuhur setelah menurunkan Zara. Gadis itu pun masuk ke dalam rumah. Setelah mengganti pakaian rumah, Zara menuju ke kamar Benazir. Terlihat wanita tua itu sedang berkemas pakaian. Memasukkan beberapa pasang pakaian Nyonya Marie juga pakaiannya sendiri ke dalam sebuah kantung kain. "Kau juga ikut ke Andusia, ya, Benazir?" tanya Zara sembari mendudukkan bokongnya di atas ranjang tak jauh dari Benazir. "Hu'um. Aku disuruh ikut," jawab wanita paruh baya itu. "Berapa lama perjalanan ke Andusia?" "Sekitar lima hari perjalanan dengan kereta kuda." "Apa perjalanan ke arah sana aman saja?" "Tidak juga, terkadang ada saja para irhabi yang menyerang hendak merampas harta para musafir." Zara mengernyitkan dahi. "Tapi jangan khawatir, Tuan Rasyad sudah membayar beberapa orang untuk m

Bab terbaru

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 73 : Ekstra Part

    Bab 73 : Ekstra PartSetelah Hurin sembuh sepenuhnya, ia pun diboyong kembali ke Kesulthanan Konstin. Sampai di sana, wanita muda jelita itu disambut meriah oleh sang ibu, Zara Shaka Arb. Hurin sangat bahagia. Kini ia merasa sangat sempurna dengan keluarga yang lengkap.Selama hampir dua bulan Hurin mengalami nifas akibat kehilangan janin yang ternyata sudah berusia sebulan lebih. Selama itu juga ia mengonsumsi madu pilihan juga ramu-ramuan dari tabib istana untuk mengembalikan kesehatan dan kesuburannya. Sejak wanita jelita itu masuk Islam, inilah kali pertama dalam waktu yang lama ia tidak menjalankan ibadah shalat. Ia sangat rindu untuk melakukan itu.Inilah hari di mana ia telah selesai melewati masa nifas yang sampai empat puluh hari. Akhirnya kerinduannya untuk shalat terobati. Karena merasa bersih di waktu Isya, ia pun mengqada shalat magrib, dilakukan di waktu Isya. Setelah selesai shalat, wanita muda itu duduk d

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 72 : Terang

    Bab 72 : TerangFakhrurrazi bersama lima orang pengawalnya heran melihat perbatasan di lembah Sira. Tenda-tenda milik pejabat dan tentara Negara Konstin telah bersih. "Ke mana semua orang?" tanya pria itu. Matanya diedarkan ke sekeliling tempat itu."Mereka tidak mungkin pulang, Tuan! Kita tidak melihat mereka menuju jalan pulang." Salah seorang pengawal mendekati Fakhrrurazi. Mereka semua masih di atas tunggangannya masing-masing.Sang pejabat menteri mengangguk. "Kita menyebar dan berkumpul lagi di sini untuk melaporkan hasil penglihatan masing-masing sampai menjelang Dzuhur. Kau dan kau ke arah sana, kau juga kau ke sana. Aku dan dia ke sana!" perintah Fakhrurazi mengarahkan kelima prajuritnya."Baik, Tuan!" jawab para prajurit itu serentak.Sampai menjelang waktu Dzuhur, Fakhrurazi bersama seorang pengawal yang memeriksa arah barat, tidak mendapat tanda-tanda keberadaan orang

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 71 : Hurin?

    Bab 71 : Hurin?"Ini surat dari Putri Mahkota Andusia," ujar salah seorang utusan dari Kerajaan Haura.Sulthan Abdul Aziz memberi isyarat kepada Fakhrrurazi. Sang pejabat menteri pun mengambil surat itu kemudian membacanya. Betapa terkejutnya ia ketika membaca tulisan tangan sang istri.'Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Aku memutuskan untuk tidak kembali kepada engkau, Suamiku ... Raja Negeri Haura mejanjikanku kesenangan. Lagi pula kau hanya pejabat menteri biasa. Aku pasti lebih bahagia menjadi permaisuri dari Raja Hamran.Maafkan aku mengecewakanmu. Katakan kepada Sulthan Abdul Aziz, tidak perlu repot lagi berperang. Aku sudah memutuskan untuk memilih Raja Hamran dibandingkan suamiku sendiri.Oh, iya, aku tunggu berita kau menalaqku, Tuan Fakhrurazi.TertandaRoseline'Seketika

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 70 : Keputusan Roseline

    Bab 70 : Keputusan RoselineSetelah setengah harian mengobrol bersama Lucy, Roseline dan Jena pun pamit untuk pulang seusai shalat Dzuhur. Namun, sang putri berniat mengunjungi Elisa sebelum kembali ke istana."Wah, aku rindu sekali dengan Elisa, Tuan Putri!" seru Jena senang.Roseline mengulas senyuman. "Kita ke pasar dulu beli camilan dan buah untuknya. Dia 'kan sedang hamil, tentu dia senang dibawakan buah seperti waktu itu," ujar wanita cantik tersebut.Jena mengangguk dengan bibir yang senantiasa tersenyum.Rumah Elisa dan Steve berada di pinggiran kota. Melewati sedikit wilayah yang penuh dengan pepohonan. Hutan yang tidak begitu lebat. Bersama Nu'man, kusir baru keluarga, Roseline dan Jena menuju ke sana setelah mendapatkan camilan dan buah-buahan dari pasar.Tengah hari itu langit begiu cerah. Perjalanan menuju rumah Elisa memang t

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 69 : Keyakinan Diri

    Bab 69 : Keyakinan DiriKarena pikiran berat yang senantiasa mengusik, Roseline jatuh sakit. Badannya panas dan beberapa kali muntah, hingga membuat orang di sekitarnya khawatir. Fakhrrurazi memutuskan untuk mengambil cuti beberapa hari agar bisa merawat sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Zara cemas kepada putranya setelah tiga hari sang putri sakit. Tampak di tangannya membawa sepinggan kecil potongan buah."Alhamdulillah, panasnya sudah turun, Bu," jawab Fakhrurrazi di depan pintu kamarnya sambil memegang bejana air yang sudah kosong. Sepertinya ia ingin ke dapur untuk mengisinya.Zara kemudian melangkah masuk melewati dua lapis tabir yang menyekat ruang itu menjadi tiga bagian. Tampaklah Roseline yang tengah melamun menatap ke arah jendela sambil berbaring di ranjangnya. Haris terlihat tengah memijat kaki sang ibu dengan jemari kecilnya.Ketika menyadari kedatangan Zara

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 68 : Kecamuk di Dalam Hati

    Bab 68 : Kecamuk di Dalam HatiMenjelang dini hari Fakhrurrazi kembali dari bertugas. Ia melihat sang putra dan istrinya telah terlelap. Oleh karena tubuh yang merasa begitu lelah, seusai membersihkan diri lelaki itu pun merebahkan diri di samping Roseline. Lengan kekarnya memeluk pinggang ramping sang istri. Tidak lama kemudian pria itu terlelap dengan sendirinya, ia tak menyadari jejak air mata yang ada di pipi wanitanya.Ketika waktu hampir subuh, Roseline terbangun. Kelopak mata indahnya mengerjap hendak mengembalikan kesadaran. Seketika ia menyadari ada lengan yang memeluk perutnya. Kembali pikiran wanita jelita tersebut terusik dengan kenyataan bahwa pria yang kini berada dekat tanpa jarak itu adalah kakaknya.Roseline menatap lekat wajah lelap sang pria. Sungguh rupawan, walau yang ia tahu pria itu dari ayah berbeda, tetapi bukankah mereka lahir dari rahim yang sama? Begitu pikirnya. Garis wajah di had

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 67 : Sebuah Aib yang Besar

    Bab 67 : Sebuah Aib yang BesarTiga hari terlewati semenjak Fakhrurrazi menyampaikan berita bahwa Raja Negara Haura hendak merampas sang istri. Roseline sering memikirkan hal itu. Namun, ia selalu mencoba menyembunyikan perasaan kacau juga pikirannya yang berkecamuk. Walaupun sang suami telah mengatakan jika peperangan akan tetap terjadi dengan atau tanpa kejadian ini. Hal itu tetap menjadi beban pikiran bagi wanita jelita tersebut."Jadi, Kesulthanan Konstin akan berperang dengan Kerajaan Haura dua bulan ke depan, Tuan Putri?" tanya Lucy memastikan setelah mendengar cerita dari Roseline.Sudah beberapa pekan sang putri tidak berkunjung ke kastil. Ia sudah merindukan Jena, Lucy, dan Benazir."Ya, begitulah, Nek," jawab sang putri. Mereka tengah duduk berdua di dalam ruangan Lucy."Tapi, kedua negara ini memang tidak pernah akur, bukan? Aku sering mendengar

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 66 : Menantang Balik

    Bab 66 : Menantang BalikRahang Fakhrurrazi tampak mengeras. Ia sangat geram mendengar isi surat tersebut. Bagaimana tidak, seseorang yang begitu dekat dan ia pedulikan saat ini hendak dirampas begitu saja oleh raja yang kafir seperti Hamran.Langsung saja sang pejabat menteri mencabut pedang dari sarungnya. Lalu melangkah dengan cepat ke arah utusan tersebut.Secara spontan Rasyad menghentikan langkah Fakhrurrazi yang terlihat begitu marah. "Sabar, Razi! Kendalikan dirimu, mereka mu'ahid!"Mu'ahid adalah kafir asli yang darah dan hartanya haram untuk ditumpahkan. Mereka hanya utusan untuk menyampaikan pesan.Sulthan Konstin pun turun dari kursi singgasananya mendekati Fakhrurrazi dan menepuk pundaknya, berusaha menenangkan. "Sabar, Akhi ... kita tidak akan menyerahkan istri Anda kepada kafir seperti mereka." Ia memahami kemarahan Fakhrurrazi.

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 65 : Pesan dari Raja Negeri Haura

    Bab 65 : Pesan dari Raja Negeri HauraKeesokan harinya, Fakhrurrazi mengajak Rasyad untuk sarapan pagi bersama di ruang keluarga mereka."Hari ini kita akan menghadap sulthan, Tuan. Bagaimana menurut Anda?" tanya Fakhrurrazi kepada Rasyad di sela-sela makan pagi mereka."Baiklah," sahut Rasyad singkat sembari meraih cawan di hadapan, lalu meneguk airnya perlahan."Jadi Tuan Andrew ini kakekku?" tanya Haris setelah menyimak pembicaraan orang dewasa di sekitarnya. Ia juga terkejut dengan kenyataan ini."Iya, Sayang. Panggil kakek ya ...." ujar Zara lembut sembari membelai rambut halus sang cucu."Baik, Nek!" sahut Haris, "Aku senang punya kakek yang hebat bermain pedang seperti Tuan Andrew!" lanjutnya girang sambil mengangkat kepalan tangan ke atas.Rasyad dan Fakhrurrazi tertawa melihat tingkah bocah kec

DMCA.com Protection Status