Faruq masih penasaran dengan tingkahku yang menurutnya aku banyak menyembunyikan sesuatu. "Berikan ponselnya!" pintanya. "Ponsel apa? Maksudku ponsel siapa?" tanyaku masih nekat berpura-pura. "Kamu semakin berani berbohong ya? Kalau aku bisa menemukan ponsel itu, awas kuhajar kamu, ingat itu!" ancam Faruq. "Kenapa sih Tuan Muda, selalu mengancamku?" tanyaku sedih. "Karena sekarang kamu pembohong dan licik," sahut Faruq. "Apa? Aku?" tanyaku memekik. "Sudah jangan banyak bicara, lusa kamu harus berdandan secantik mungkin, aku akan menikahimu!" gumam Faruq. "Tidak, Tuan Muda, jangan lakukan itu! Bukankah Tuan Muda harus menikahi Nona Marwa," jawabku menolak. "Itu bukan urusanmu, Fahim! Kamu tinggal bilang iya, sulit amat sih!" hardik Faruq. "Maaf Tuan Muda, aku tidak bisa!" jawabku pelan. "Sombong sekali, memangnya aku memberi pilihan kepadamu, mau atau tidak?" hardik Faruq. "Aku orang Indon
Baca selengkapnya